Ingin memberikan kejutan ulang tahun untuk sang kekasih, tapi Juliet justru mendapati pria itu tengah bergulat panas di atas ranjang bersama sahabat baiknya. Dipenuhi rasa kecewa dan marah, Juliet pun pergi ke klub malam untuk pertama kalinya, tapi siapa sangka ia berakhir menghabiskan malam bersama dengan Wilson, CEO Arogan tempat kekasihnya bekerja! Tak sampai di sana, Wilson juga tak mau melepas Juliet begitu saja?! Bagaimana ini?
View MoreJuliet mengernyitkan kening kala merasakan pandangannya kabur.
Belum lagi, kepalanya sakit, seperti dihantam palu baja berulang kali. Wanita bermata almond itu mengerjap beberapa kali–mencoba mengumpulkan kesadarannya, hingga ia tersadar bahwa ruangan tempatnya ini sangatlah asing. “Aku ada di mana…?” bisiknya, hampir tak terdengar. Ingatan Juliet benar-benar terputus setelah meminum wine di Bar Starlight. Ya, semalam, Juliet sebenarnya berencana memberikan kejutan ulang tahun untuk kekasihnya. Sebuah jam mahal yang diinginkan pria itu telah dia persiapkan. Namun siapa sangka, Juliet justru menemukan pria itu berselingkuh dengan sahabat Juliet sendiri. Entah sejak kapan perselingkuhan diantara mereka terjadi. Semakin Juliet mengingat, semakin sesak dadanya. Patah hati dan marah, Juliet membalas dendam dengan mencampur lem perekat ke dalam pelumas yang mereka gunakan untuk saat berhubungan intim secara diam-diam. Tidak peduli apa yang akan terjadi dengan mereka, sakit dihatinya benar-benar tidak terbendung lagi. Juliet sempat mendengar mereka kesakitan, tapi tidak memuaskan rasa sakit hati Juliet. Wanita itu pun pergi dan minum ke Bar–sesuatu yang tak pernah ia lakukan sebelumnya. Tapi, mengapa bisa ia berakhir di sini? Sembari memikirkan semua, Juliet pun mencoba bangkit dari tempat tidur secara perlahan. Hanya saja … di detik berikutnya, wanita itu membeku kala selimut yang menutupi tubuhnya melorot perlahan. Tidak ada sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya dan ada begitu banyak bercak di dada dan pahanya! Deg! Jantungnya seperti ingin loncat keluar. Ia pun menutup mulutnya dengan perasaan tak percaya. Ternyata, dia benar-benar bisa segila itu semalam. Dengan perasaan takut dan waspada, Juliet lantas menoleh perlahan ke sisi ranjang, mencoba melihat siapa yang berada di sebelahnya. Hah? Dan apa yang dilihat Juliet, membuat tubuhnya terasa lumpuh. Seorang pria tidur di sampingnya dan dia adalah …. Wilson Andrean, CEO baru di tempat Arga, kekasih pengkhianatnya itu, bekerja! “Ya ampun...” bisiknya. Meski baru menjabat, tetapi Arga tak hentinya mengeluhkan Wilson yang sangatlah dingin, ambisius, dan tidak manusiawi. Hal itu membuat Juliet yang beberapa kali mampir untuk mengantar makan siang Arga menjadi segan saat tak sengaja berpapasan dengan Wilson. “Astaga…” ngeri Juliet yang lantas menatap wajah Wilson yang masih terlelap. Tubuh kekar pria itu terekspos saat sebagian selimut terangkat, membuktikan bahwa ini nyata bukan mimpi buruk. “Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?” panik Juliet, hingga tanpa sadar mengeluarkan suara pelan. Sayangnya, itu justru membuat Wilson mengerang pelan dan membuka matanya dengan malas. Ketika pandangan mereka bertemu, Juliet merasa darahnya berhenti mengalir. Wilson tiba-tiba menatapnya dengan tatapan tajam. “Bukankah kau kekasih Arga, manajer personalia di perusahaan ku?” Deg! Juliet tidak bisa berkata apa-apa. Jangan-jangan, dia yang menyerang Wilson? Wajahnya memanas karena malu, takut, dan bingung. Ditariknya selimut lebih erat, mencoba menutupi dirinya. “P–Pak CEO, ampuni aku, ya? Apa yang… terjadi semalam, aku sepertinya kerasukan setan jelangkung karena minum wine kebanyakan,” ucap Juliet dengan suara gemetar. Wilson menghela napas. Namun tak lama kemudian, dia tersenyum sinis. “Benarkah? Jadi, bagaimana kau akan bertanggung jawab atas pelecehan yang kau lakukan padaku semalam?” Hah? “P–pelecehan apa? Yang akan ada bekasnya kan aku, bukan pak CEO! Eh....” Wanita itu sontak menutup mulutnya, terkejut sendiri oleh ucapannya. Belum lagi, dia dapat melihat Wilson Andrean menatapnya tajam!Larisa baru saja mengganti pakaian kerjanya. Sore itu, setelah seharian bekerja, ia duduk di lantai ruang tamu sambil mengawasi Nathan dan Nathania yang sedang bermain dengan tumpukan balok warna-warni. Tawa kecil mereka membuat kelelahan Larisa sedikit mereda. “Ah, kalau mereka ruang seperti ini, lelah kerja seharian juga sudah langsung hilang.” Ia mengambil ponselnya, sekadar untuk membuka berita, dan saat itu pula matanya terpaku pada salah satu tajuk utama. "Pernikahan Wilson dan Karina Dibatalkan Mendadak Tamu Panik, Keluarga Hanya Terdiam.” Larisa membeku. Matanya tidak berkedip menatap layar. Ia mengetuk judul berita itu dengan jari gemetar, lalu mulai membaca dengan lebih teliti lagi. Disebutkan bahwa Wilson tiba-tiba jatuh sakit saat hendak mengucapkan janji pernikahan, bahkan sampai pingsan di depan altar. Acara yang seharusnya sakral itu berubah menjadi kepanikan yang luar biasa. Larisa menelan ludahnya. Jemarinya menggenggam erat ponsel, dan dadanya terasa
“Sayang... kenapa kau begini?” Viana memandangi putrinya yang terhuyung di ambang pintu rumah, bau alkohol yang menyengat menyelimuti tubuh Karina begitu terendus. Dengan sigap, ia membantu Karina duduk di sofa, sementara tangis pilu gadis itu mulai pecah lagi. “Apa salahku, Bu… kenapa Wilson tidak pernah bisa melihat aku?” Karina menggumam dengan suara parau, matanya sembab, dan bibirnya bergetar. “Aku cantik... aku pintar... aku sudah sabar untuk tunggu dia bertahun-tahun. Tapi tetap... dia cuma mau Juliet saja!” Viana menghela napas panjang, menahan sesak di dadanya. Ia mengelus rambut Karina dengan lembut, tapi hatinya bagai diremukkan. Rasa kasihan pada Karina bercampur dengan kemarahan yang makin membakar. “Tenang, sayang. Semua akan Ibu atur. Wilson akan menyesal... dan dia akan kembali padamu. Walaupun dia tetap tidak mau bersamamu, Ibu pastikan tidak akan pernah ada wanita yang berani berada di sis
Sore itu, suasana di rumah keluarga Wijaya terasa sangat hening. Karina duduk di ruang tengah dengan tatapan kosong, menatap televisi yang menyala tanpa benar-benar memperhatikan apa yang sedang ditayangkan saat itu. Kedua tangannya bersilang di dada, sementara tubuhnya bersandar malas di sofa. Ia terlihat letih, bukan karena kelelahan fisik, melainkan karena beban hati yang tidak kunjung reda meskipun sudah berkali-kali dia mencobanya. Sudah beberapa bulan berlalu sejak pembatalan pernikahannya dengan Wilson. Namun luka itu belum juga mengering. Sejak kejadian itu, Karina menghabiskan hampir seluruh waktunya di kantor dan sisanya di rumah, menolak untuk bersosialisasi atau sekadar menikmati hidup dengan sedikit lebih sibuk. Ia menutup diri, seolah dunia telah berhenti berputar setelah Wilson memilih untuk tidak menikah dengannya. Namun, harapan untuk terus
Hari itu, suasana ruang kerja Wilson dipenuhi kesibukan. Tumpukan laporan harian memenuhi mejanya, sementara layar laptop menampilkan grafik perkembangan proyek. Wilson berusaha fokus, namun pikirannya terasa berat. Sejak beberapa minggu terakhir, bayang-bayang masa lalu terus menghantui malam-malamnya. Kini, saat siang menjelang sore, suara getar ponsel pun mengejutkannya. Nama Rafael terpampang di layar. Jantung Wilson berdetak kencang. Ia tahu, Rafael tidak akan menghubunginya jika tidak membawa kabar penting. Dengan cepat, Wilson menjawab panggilan itu. Belum sempat ia bertanya, Rafael sudah berbicara dengan nada serius namun tertahan, “Lihat pesan yang baru saja aku kirim. Kau perlu melihatnya sendiri. Sekarang.” Tanpa mematikan sambungan telepon, Wilson membuka kotak masuk pesannya. Sebuah pesan masuk, berisi satu foto. Begitu gambar itu terbuka, Wilson tercengang. Matanya melebar, napasnya mulai tercekat. Itu adalah foto dirinya, dengan tuksedo hitam elegan, berdi
Setelah berbulan-bulan terkungkung dalam tekanan dan kepura-puraan, Wilson mulai menyadari bahwa dia tidak bisa terus bergantung pada sistem yang selama ini memenjarakannya, terutama kendali yang dimiliki kedua orang tuanya atas hidupnya. Ia tahu benar, ketika suatu hari kebenaran akhirnya terungkap, tidak akan ada lagi tempat baginya di rumah ini. Oleh karena itu, dia harus bersiap mulai dari sekarang. Malam-malam dilaluinya dalam keheningan, bukan untuk beristirahat, melainkan memetakan jalan keluar untuk masalahnya. Wilson mulai menyusun rencana dengan penuh kehati-hatian. Ia membaca buku-buku bisnis, menonton video dan seminar daring secara diam-diam, dan mulai mencatat berbagai ide yang terlintas di benaknya. Ia tahu, ide saja tidak cukup. Maka, Wilson membuka rekening pribadi yang tidak diketahui siapa pun. Uang yang seharusnya ia habiskan untuk hal-hal yang tidak penting, ia simpan dan kelola. Ia mulai mencari rekan kerja potensial y
Malam semakin larut. Udara dingin menyusup perlahan melalui celah jendela kamar, menyelimuti keheningan yang hanya diiringi suara detak halus dari jam dinding. Di dalam kamar sederhana itu, Larisa duduk di sisi tempat tidur sambil menatap kedua buah hatinya yang kini telah terlelap. Nathan dan Nathania tampak begitu tenang dalam tidurnya yang nampak begitu damai. Napas mereka teratur, sesekali terdengar gumaman kecil yang hanya bisa dimengerti oleh bayi seusia mereka. “Anakku....” Larisa mengusap lembut rambut Nathania, lalu menoleh ke arah Nathan. Hatinya terasa hangat sekaligus perih mendalam. Wajah kedua anak itu… begitu mirip dengan Ayahnya, Wilson. Larisa menelan ludahnya yang terasa amat pahit. Matanya mulai memanas, kabur oleh air mata yang ditahannya sejak siang tadi. Setiap kali memandangi wajah Nathan dan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments