"Raina.." ucap Amar tak percaya.Wanita dihadapannya memandang dengan tatapan kebencian yang luar biasa. Begitu dingin dan menusuk."Ada apa?""Jangan mendekat!!!!!" Teriak Raina menunjuk Amar agar menghentikan langkahnya untuk masuk ke kamar."Aku sudah mengingat semuanya! Mengingat perbuatan jahatmu kepadaku!"Deg!Amar merasa kepalanya sedang diguyur es batu."Raina, aku.." kata Amar mencoba menjelaskan tapi segera dipotong oleh Raina."Jahat kamu, mas!!" Pekik Raina. Wanita itu terhuyung mundur. Air mata mengalir deras di wajahnya. Dia sudah mengingat semua kejahatan Amar yang dulu diberikan kepadanya."Aku bisa menjelaskan semuanya, Raina. Aku mohon tenangkanlah dirimu dulu.." pinta Amar cemas melihat Raina yang seperti hilang kendali. Ditambah Amara yang semakin menangis di peraduannya."Tidak!! Kamu tega menyakitiku dan selingkuh di hadapanku!! Kamu juga sudah kejam mengambil kehormatanku hingga aku harus mengandung anak ini!! Kamu jahat mas! Kamu bukan manusia! Kamu iblis!!"
Raina masih termagu memandang wanita yang ada di sebrangnya.Kekasih? Maksudnya, dia kekasih Amar?Raina masih belum mengerti.Ditha terkekeh mendengar ucapannya sendiri."Hmm.. sebetulnya mantan. Mantan kekasih. Karena kami berpisah tak lama dari kalian juga bercerai.." ucap Ditha mengoreksi ucapannya.Raina menaikkan salah satu alisnya.'Apa maksud dari wanita ini? Mereka berpisah tak lama dariku bercerai? Apa maksudnya mereka pernah berhubungan ketika kami masih menikah?'"Kamu memang berhati luas, Raina.. aku kagum padamu.." cetus Ditha lagi."Maksud kamu apa?" Tanya Raina akhirnya."Iya. Jika aku jadi kamu, aku pasti sudah merasakan trauma seumur hidupku.."Raina menatap intens wanita yang ada disebrangnya itu. Entah bom jenis apa yang ingin dijatuhkannya."Kamu sudah disakiti begitu banyak oleh Amar. Bahkan dia berselingkuh secara
Amar secara jujur menjelaskan siapa dirinya kepada Raina. Awal pertemuan mereka, hubungan baik yang dijalin antar almarhumah ibunya juga orang tuanya serta kisah cinta mereka berdua.Amar juga gamblang menyebutkan jika mereka memang sudah berpisah. Tentu saja alasan perpisahan tak disebutkan oleh Amar.Raina mencoba mengingat semua kenangan yang dirajutnya dengan keluarga Amar. Tapi, tak ada satupun potongan memori itu yang hinggap dikepalanya."Apa kamu ingin melihat anak kita?" Tawar Amar setelah selesai menceritakan semuanya.Raina mengangguk pelan. Walaupun dia ragu apakah benar dia sudah melahirkan. Namun, luka goresan di perutnya sudah meyakinkannya bahwa memang benar ia sudah menjalani operasi untuk melahirkan bayinya.Dituntun Amar menggunakan kursi roda, Raina masuk ke sebuah ruang pembatas yang terbuat dari kaca."Itu, anak kita.." tunjuk Amar ke salah satu inkubator.Terdapat bayi mung
Rasanya tak ada pilihan yang terbaik saat ini.Anak yang dikandung Raina akhirnya mengalah setelah membersamai ibunya selama 31 minggu. Tumor itu tak hanya mengancam nyawa Raina, melainkan juga nyawa anak yang dikandungnya.Selesai melakukan operasi caesar darurat, Raina dipindahkan ke ICU. Kondisinya masih memburuk. Ia membutuhkan transfusi darah sebanyak 3 kantong.Alat-alat medis ditempelkan di seluruh tubuhnya.Raina. Wanita yang kuat. Dia menahan semua rasa sakitnya agar tak membuat orang terdekatnya khawatir. Kini, dia juga harus kuat. Karena operasi selanjutnya telah menantinya.Amar memeluk bayi mungil itu dengan penuh kasih sayang. Bayi perempuan yang terpaksa lahir sebelum waktunya.Berat badannya yang kurang mewajibkan bayi itu harus di observasi sementara di ruang NICU. Dan saat ini, Amar tengah menggantikan posisi Raina untuk memberikan kehangatan untuk anaknya yang hanya sebesar botol itu de
Pemeriksaan ke dokter kandungan hari ini juga tidak mengubah keputusan Raina.Di kehamilannya yang telah memasuki 30 minggu, berat badan janinnya dikatakan kurang dari cukup. Tekanan darah dan kadar darah wanita itu juga kurang.Wajar saja karena saat ini janinnya seperti mengalah untuk bertumbuh.Raina diberikan banyak sekali obat-obatan untuk mengoreksi keadaan dirinya dan juga bayi yang sedang dikandungnya.Keputusan Amar juga tak berubah.Ia ingin Raina dan calon anaknya selamat. Ia kembali mengajak Raina untuk berkonsultasi ke rumah sakit pusat mengenai keadaannya.Apalagi dari dokter spesialis sebelumnya mengatakan bahwa Raina bisa disembuhkan tanpa operasi pembedahan. Walau tentunya harus merogoh koceknya lebih dalam."Jika kamu butuh bantuan, mama dan papa bisa membantu nak.." kata Erina.Erina tahu betul kondisi keuangan Amar. Anak sulungnya itu sampai harus menjual rumahnya untuk me
"Aku tidak mau di operasi."Raina menatap Amar dengan penuh kesungguhan. "Kenapa?""Apa mas tidak melihat mereka tadi? Mereka sangat bersedih karena kehilangan bayinya.. dan aku tidak mau itu terjadi padaku..""Raina..." ucap Amar mencoba membujuk Raina."Tidak, mas! Keputusanku sudah bulat. Aku tidak akan dioperasi sampai anak ini lahir!" Ucap Raina tegas dengan mata yang mulai berembun"Raina.. apa yang terjadi pada mereka dan padamu itu berbeda.." jelas Amar."Apanya yang beda, mas?" Tanya Raina sedih."Aku bahkan mengidap penyakit yang lebih parah! Aku tidak mau egosi, mas! Jangan sampai karena ingin menyelamatkanku lalu kita membunuh anak ini! Lagipula hasilnya akan sama saja bagiku!Operasi atau tidak di operasi, aku akan tetap mati!""Raina!" Kata Amar dengan intonasi yang mulai tinggi."Apa kamu sadar yang sudah kamu ucapkan??"