Beranda / Romansa / Malam Pertama Sang Istri Kontrak / Bab 92 – Gelombang Terakhir

Share

Bab 92 – Gelombang Terakhir

Penulis: Ferin Agf
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-01 22:15:18

Hujan deras masih mengguyur Jakarta sepanjang malam, tapi semangat massa tidak surut. Di jalan utama, ribuan lilin menyala meski air berusaha memadamkan, tangan-tangan yang menggenggamnya bergetar tapi tidak melepas. Lagu perjuangan terus terdengar, nyanyian bercampur dengan isak tangis, seolah kota berubah jadi lautan harapan yang tak bisa dipadamkan. Kamera-kamera media internasional merekam setiap detik, menyiarkan langsung ke seluruh dunia, dan headline besar terpampang: “Perempuan yang Mengguncang Negeri”.

Di markas, suasana penuh ketegangan. Layar-layar besar menampilkan berbagai sudut kota, grafik dukungan publik meningkat tajam, tapi laporan ancaman juga masuk tanpa henti. Reyhan menatap peta yang penuh dengan tanda merah, suaranya tegas tapi berat. “Aisyah, musuh tidak lagi bermain dengan fitnah. Mereka menyiapkan langkah terakhir, serangan langsung. Kita dapat laporan ada tim bayaran yang sudah menyusup ke kota. Mereka tidak main-main, targetnya jelas: kau.”

<
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Malam Pertama Sang Istri Kontrak   Bab 98 – Kabar yang Ditunggu

    Malam itu terasa panjang, terlalu panjang bagi seorang Aisyah yang duduk sendiri di kursi kayu reyot di ruang tamu rumah kontrakan kecilnya. Dindingnya kusam, catnya terkelupas, langit-langitnya berderit ketika angin malam menyusup masuk lewat celah jendela. Lampu bohlam redup menggantung di tengah ruangan, memberi cahaya kekuningan yang lelah. Di meja di hadapannya, sebuah lilin padam berdiri dalam tatakan gelas bekas. Lilin itu sudah lama tidak ia nyalakan, sumbunya hitam terbakar, lilinnya meleleh sampai membeku di tepi gelas. Namun bagi Aisyah, lilin itu bukan sekadar lilin—itu adalah simbol. Simbol dari dirinya sendiri, dari perjuangan yang ia jalani, dari cinta yang masih ia jaga. Padam di luar, tapi menyala di dalam. Aisyah menatap lilin itu lama sekali, seakan menatap wajah seseorang di sana. Air matanya menetes perlahan, membasahi pipi pucatnya yang sudah kurus karena terlalu sering lupa makan. Rambutnya tergerai berantakan, matanya cekung dengan lingkar hita

  • Malam Pertama Sang Istri Kontrak   Bab 97 – Malam Badai yang Dijanjikan

    Sejak pagi, kota sudah dipenuhi tanda-tanda bahwa sesuatu besar akan terjadi. Matahari terbit dengan sinar pucat, seakan ikut menahan napas menghadapi malam yang dijanjikan bayangan. Jalanan dipenuhi rakyat yang tidak pulang sejak semalam. Mereka saling berbagi makanan, obat, dan pakaian hangat. Anak-anak kecil digendong di bahu ayah mereka, sementara para ibu duduk di tikar seadanya, menyanyikan lagu pelan agar tidak ada yang putus asa.Aisyah berjalan di antara kerumunan, wajahnya lelah namun tetap menebar senyum. Ia berhenti di setiap sudut, menyalami orang, menatap mata mereka satu per satu. “Kalian luar biasa. Kalian cahaya yang sesungguhnya,” katanya pelan, membuat banyak orang menangis haru. Ia tahu rakyat sedang cemas, tapi ia juga tahu, senyum sekecil apa pun darinya bisa menjadi penguat.Di markas, Reyhan duduk dengan wajah tegang, menatap peta kota yang penuh tanda merah. “Mereka akan datang malam ini. Kode itu jelas. Mereka tidak sekadar ingin menakut-n

  • Malam Pertama Sang Istri Kontrak   Bab 96 – Bayangan yang Menyusup

    Fajar baru saja terbit, namun udara masih penuh ketegangan. Rakyat yang semalaman berjaga mulai bergantian beristirahat, sebagian duduk di trotoar dengan mata lelah namun tetap memegang lilin yang tinggal sumbu, sebagian lain masih berdiri menjaga pagar manusia di depan markas. Dari kejauhan, suara azan subuh terdengar, melayang-layang di udara dingin, membuat suasana semakin syahdu sekaligus mencekam.Di dalam markas, Aisyah duduk di kursi kayu, tubuhnya lemas, namun matanya tak bisa terpejam. Reyhan menatapnya dengan wajah cemas. “Kau harus tidur sebentar, Aisyah. Semalaman kau tidak berhenti bicara, tidak berhenti berdiri.” Aisyah menggeleng pelan, suaranya serak. “Aku tidak bisa, Reyhan. Aku merasakan sesuatu… bayangan itu belum pergi. Mereka ada di sini, di antara kita, menunggu celah.”Seakan membenarkan ucapannya, seorang relawan masuk terburu-buru, wajahnya pucat. “Aisyah! Kami menemukan dua orang mencurigakan di barisan belakang. Mereka tidak membawa ident

  • Malam Pertama Sang Istri Kontrak   Bab 95 – Bayangan di Balik Fajar

    Pagi itu kota masih penuh dengan sisa semangat malam sebelumnya. Jalanan dipenuhi lilin yang sudah padam, poster-poster dukungan, dan coretan di dinding yang menuliskan kata-kata penuh keberanian. Namun meski suasana tampak tenang, ada rasa was-was yang menggantung di udara, seolah semua orang tahu bahwa kemenangan semalam hanyalah permulaan dari ujian yang lebih besar.Aisyah duduk di ruang kecil markas, matanya sayu karena kurang tidur. Rambutnya yang acak-acakan tergerai di bahu, tangannya gemetar saat meraih secangkir teh hangat yang diberikan salah satu relawan. Reyhan duduk di dekatnya dengan lengan masih dibalut perban, wajahnya pucat tapi tatapannya penuh tekad. “Aisyah, semalam kau menyalakan api yang tak akan mudah dipadamkan. Tapi justru karena itu, musuhmu akan datang dengan cara yang lebih kejam. Kau harus bersiap.”Aisyah menghela napas panjang, menatap secangkir teh itu seolah mencari kekuatan. “Aku tahu, Reyhan. Aku bisa merasakannya. Rania tidak ak

  • Malam Pertama Sang Istri Kontrak   Bab 94 – Fajar yang Membelah Langit

    Matahari baru saja naik, sinarnya menembus celah awan yang masih kelabu, memantul di genangan air hujan semalam, membuat jalanan terlihat berkilau seolah ada cahaya baru yang turun dari langit. Massa yang memenuhi jalan depan markas masih bertahan, sebagian duduk di aspal, sebagian berdiri sambil menggenggam tangan satu sama lain, sebagian lagi mengangkat poster bergambar wajah Aisyah. Suara mereka mulai berubah, tidak lagi sekadar teriakan kemarahan, tapi nyanyian panjang yang memuja keberanian.Di dalam markas, ruangan yang porak-poranda kini menjadi saksi bisu. Kursi-kursi terbalik, kaca pecah berserakan, bercak darah menodai lantai, tapi di tengah semua itu Aisyah berdiri tegak. Wajahnya pucat, tubuhnya goyah, namun sorot matanya tetap tajam, dan itu cukup untuk membuat semua orang di sekelilingnya merasa masih punya tenaga. Reyhan yang lengannya berlumuran darah mencoba duduk di kursi, namun ia tersenyum meski wajahnya menahan sakit. “Kau tahu, Aisyah? Bahkan kalau aku

  • Malam Pertama Sang Istri Kontrak   Bab 93 – Pintu yang Digedor

    Benturan pintu terdengar lagi, lebih keras dari sebelumnya, kayu bergetar, baut hampir copot. Suara teriakan pria-pria bertopeng di luar bercampur dengan gemuruh ribuan massa yang berusaha menghalangi. Di udara, ketegangan menebal seperti kabut; semua orang tahu benteng terakhir ini akan jebol kapan saja. Aisyah berdiri tegak di tengah ruangan, tubuhnya gemetar namun matanya menyala, tidak ada lagi ruang untuk ragu. Ia tahu bukti sudah keluar, kebenaran sudah menyebar, tapi tubuhnya tetap menjadi sasaran utama. Reyhan berdiri di sampingnya, pistol kecil di tangan, wajahnya penuh keringat dingin, sementara para relawan lain menggenggam benda seadanya—tongkat, kursi, bahkan botol kosong—semua siap jadi senjata darurat.“Kalau mereka berhasil masuk, jangan biarkan Aisyah disentuh!” teriak Reyhan keras. Beberapa relawan langsung membuat barikade kecil di depan pintu. Suara benturan terdengar lagi, pintu makin retak, serpihan kayu beterbangan. Di luar, massa berteriak histeris,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status