Share

Tak Bisa Lepas

Author: Mewperis
last update Last Updated: 2023-07-09 15:06:39

Kedua tangan Azalea mencengkeram sealbelt, ia membeku. Johan melangkah cepat dan menghantam kedua tinjunya ke kaca jendela pintu mobil.

"Keluar dari sana, Azalea!" seru Johan. Urat-urat mencuat memenuhi keningnya.

Bima merentangkan tangan ke handle pintu, menghalangi Azalea keluar. Sepasang matanya menatap lurus saudaranya yang siap mengamuk itu.

"Tetap di sini," cegah Bima, rendah dan setengah berbisik. Seperti menyuruh waspada.

Johan menghantamkan tinjunya sekali lagi. Menyebabkan kaca retak dengan bentuk sarang laba-laba, serta suara pecah nyaring. Azalea memekik panik.

"Kau tidak mendengarku? Keluar!"

Azalea menghargai pencegahan Bima, tapi ia menarik tangan lelaki itu dengan berkata, "Dia akan membunuhku jika aku tidak mematuhinya."

Rahang Bima mengeras, ekspresinya menggelap. Sedangkan mata Azalea mengisyaratkan permohonan. Sorot yang entah kenapa membuat Bima terpaksa melunak. Karenanya ia membuka pintu dan turun duluan.

Meski takut setengah mati, Azalea mengikuti. Ketika Johan hendak menarik tangan Azalea, Bima menyela di antara mereka. Dengan tubuh setinggi itu, Johan tampak ciut.

"Minggir, brengsek!"

Johan mendorong perut Bima, tapi Bima menepisnya kasar.

"Beraninya kau membawa kabur istriku!"

Bima tersenyum miring. "Saya menyenangkannya sebentar sebab kau tak mampu."

Ego Johan langsung tercerai-berai berkat sindiran itu.

"Jangan halangi aku!" ancam Johan.

Bima mundur, membuka kesempatan Johan menyeret leher Azalea dengan cengkeraman erat.

"Jalang sialan, kau coba kabur dariku!"

"Sakit, Johan!" Azalea mengaduh.

Mulanya Azalea pikir Johan akan membawanya kembali ke kamar, tapi ia salah.

Johan berbelok menuju halaman belakang. Di sana, hanya ada sebuah gudang berdiri.

"Ahh!!"

Azalea dilempar sampai tersungkur pada lantai berdebu.

Johan menyingkap lengan kemeja, lalu mulai mengobrak-abrik kardus yang ada seperti sedang kesetanan.

"Johan...."

Kengerian menyelimuti diri Azalea ketika Johan menarik sebuah pecut dari salah satu kardus. Seringai lelaki itu mengerikan.

Selama satu jam berikutnya, hanya raungan Azalea menggema ke seluruh gudang. Tak hanya itu, suara pecut yang menampar Azalea menambah suasana kengerian dan bercampur dengan teriakan penuh rasa sakit itu.

Azalea berlutut dengan setengah badan menelungkup di pinggir kursi. Di belakangnya, Johan duduk sambil terus mengayunkan pecut hitam ke punggung dan paha belakang Azalea tanpa ampun.

“Ahh!!”

Azalea menjerit sakit sekaligus putus asa. Rasa sakit menjilat setiap inchi kulitnya. Setiap detik ia tidak bisa menahan semua siksaan itu lagi.

“Ampuni aku, Johan! Tolong berhenti!”

Johan yang sedang duduk dengan amat angkuh di kursi itu mendengus sinis. Tak terlihat sedikitpun belas kasih di matanya. Kemudian pecut itu ia lempar ke lantai. Jika bukan karena bosan, ia pasti terus melakukannya.

Johan bangkit, lantas menarik lengan Azalea. Perempuan tak berdaya itu tak lagi punya tenaga di kedua kakinya, terjatuh ke lantai begitu saja. Johan mencengkeram rahang Azalea, memaksa sang istri melihat matanya.

“Berhenti? Setelah kau mencoba kabur dariku dengan si brengsek itu?”

Sambil terisak, Azalea berusaha membela diri dengan suara serak, “Bima Cuma menepati janjinya untuk mengantarku!”

“Alasan! Mutia dan Toni bilang kalau kau mau bersembunyi dariku!”

“Mereka memberitahumu?”

Johan menghempaskan Azalea.

“Ya. Tak usah kaget begitu. Dengan uang, aku bisa memperoleh banyak hal, termasuk kesetiaan mereka,” ujarnya, “Selain itu, kau juga harus berhenti berteman dengan orang-orang miskin, Azalea.”

Azalea berbaring di lantai luar biasa syok. Seumur hidup, Azalea hanya punya satu teman yaitu Mutia. Kecuali ketertarikan Mutia pada para lelaki bermasalah, Mutia adalah sahabat yang baik.

Hanya saja, Azalea tidak memperkirakan kalau Johan juga menganggu Mutia dengan entah apapun tujuannya.

Johan meludah ke samping. “Haahh… Kau tak henti-hentinya membuatku emosi. Tapi aku tahu yang bisa kau lakukan untuk meredakan amarahku.”

“A–Apa?” Azalea mengangkat kepala.

“Lepas bajumu.”

“Aku sedang tidak ingin, Johan.”

“Apa yang kudengar barusan itu penolakan?”

“Ya?”

Johan menarik Azalea secara paksa, lalu membantingnya ke sebuah dipan tanpa kasur yang ada di sana.

“Kau tidak berhak.”

“AAAHHH!!”

Tiga jam selanjutnya.

Azalea terisak dalam diam. Segenap rasa muak dan kebencian bergumul dalam perutnya. Mengetahui bahwa jauh dalam rahimnya menyimpan benih dari Johan membuatnya selalu ingin muntah. Azalea berharap ia mandul supaya tidak perlu membawa anak si monster.

“Seandainya aja kamu lebih baik dalam memperlakukanku, aku bakal menikmatinya, Johan,” gumam Azalea.

Johan menoleh. “Ngomong apa kau barusan?”

“Aku menyesal menikah denganmu.”

Azalea mengucapkannya secara jelas dan lantang, lengkap dengan isyarat kebencian dalam suaranya.

Alih-alih tersinggung, Johan malah terbahak-bahak meremehkan. Lelaki itu menekan jari telunjuknya ke kening Azalea.

“Tandanya kau memang bodoh. Ada banyak wanita antri demi bisa jadi the next Nyonya Besar Laksmana. Apa-apaan dengan sikap tak berterimakasih darimu itu?”

“Aku berharap kamu lebih lembut padaku, Johan, kamu membuatku tersiksa!”

“Omong kosong. Kau berkata begitu karena masih perawan saat pertama aku menjebolmu. Kalau kita sering melakukannya juga akan terbiasa.”

Mata Azalea melebar. Ucapan Johan begitu vulgar hingga mampu merobek hati Azalea menjadi berkeping-keping. Azalea berbalik memunggungi Johan, memendam semuanya.

“Okelah. Aku adalah suami sempurna, jadi aku akan mengabulkan permintaanmu,” tambah Johan. “Semua yang perlu kau lakukan hanyalah menurut padaku. Segampang itu, ‘kan?”

Setelah berkata begitu, Johan keluar gudang. Meninggalkan Azalea bersama luka-luka di kulitnya. Aroma anyir darah menguar menuju indera penciuman perempuan itu. Azalea berbaring di kubangan darahnya sendiri, dipaksa menahan rasa sakit tanpa mampu bergerak.

Kesadaran Azalea menuntunnya mengambil sebuah kayu di dekat dipan. Lalu ia gunakan untuk mengetuk-ngetuk dinding gudang.

"Tolong... Tolong...."

Air mata Azalea meleleh. Tak ada yang mendengar. Di luar terlihat gelap dan gudang ini hanya punya lampu 5 Watt sebagai penerangan. Ketika Azalea hendak memukul lebih keras, kayu itu jatuh dari pegangannya.

Bantuan tidak akan datang.

"Seseorang...."

Seluruh tubuh Azalea sakit. Tenaganya habis. Ia ingin teriak minta tolong, tapi tak ada suara keluar dari tenggorokannya.

Lama kelamaan, kedua kaki dan tangannya menjadi dingin. Napas Azalea mulai memendek.

Di hadapannya muncul sebuah sinar terang, Azalea mengulurkan tangan untuk mencapai sinar itu.

"Azalea!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Malam Pertama dengan Kakak Suamiku   Kejutan Tambahan

    “Selamat ulang tahun, Bima," bisik Azalea sekali lagi.Barulah Bima bisa membuka matanya lebar-lebar. Dengan segera Bima tidak bisa mempercayai apa yang terhampar di hadapannya. Seluruh area atap gym diubah menjadi negeri ajaib yang mempesona. Lampu tumblr lembut berkelap-kelip di tiang seolah memancarkan cahaya magis bernuansa romansa.Hanya ada meja di sana, lengkap dihiasi lilin dan bunga-bunga cerah... Serta sebuah kue blackforest dengan beberapa buah cherry di atasnya.Bima terpaku di tempat, bibirnya seakan kelu. Ini seperti rekayasa makan malam yang pernah ia siapkan, kecuali yang ini lebih bagus dan meriah.Bima menoleh penuh pertanyaan, yang dibalas oleh tawa renyah Azalea."Aku mempersiapkan ini semua. Ah, sekaligus buat menebus batalnya makan malam yang harusnya aku datangi setelah ujian baking waktu itu," jelas Azalea, mengusap pipi Bima sayang.“Ayo, duduk.” “Tunggu,” sela Bima, mendahului Azalea untuk menarik kursi untuknya lebih dulu.Terharu, Azalea pun duduk. Disusu

  • Malam Pertama dengan Kakak Suamiku   Kejutan

    "Coba bilang lagi, besok hari apa?"Azalea menjatuhkan stylus pen, terkejut dengan apa yang baru saja Anna katakan ketika dirinya tengah tenggelam dalam pekerjaan. Asistennya itu masuk ke ruang kerja membawakan secangkir teh hangat dan sepiring sandwich telur dalam ukuran kecil, tapi Anna mengatakan sesuatu tentang Bima dan Azalea pikir ia salah dengar."Ulang tahunnya Tuan Bima, Nyonya. Saya kira malah Nyonya tahu,” ulang Anna, balas memandang sang Nyonya dengan bingung.Azalea menjatuhkan dirinya di sofa dekat jendela, mengerang sambil mengusap wajahnya. "Nggak kepikiran sama sekali malah. Bodohnya aku. Apakah dulu ulang tahun Bima sering dirayakan?""Iya, sih. Tapi biasanya Tuan Bima langsung pergi gitu aja, kelihatan nggak nyaman,” jelas Anna seraya mengingat-ingat.Azalea terdiam. Iya, sih. Ketika masih remaja, Bima pasti menjadi anak emas dengan segala kebutuhan terpenuhi tanpa harus meminta. Ulang tahun hanyalah salah satu dari sekian kemewahan yang dilimpahkan padanya."Mungki

  • Malam Pertama dengan Kakak Suamiku   Maukah?

    "Sebentar... Kayaknya aku pernah lihat jalanan ini. Bukannya kalau belok di depan sana dan lurus terus bakal sampai ke kampusnya Bima?" Dari dalam mobil, Azalea menoleh dan memperhatikan jalanan sekitar. Pohon-pohon berdiri tegak dalam susunan yang rapi. Pedagang kaki lima memenuhi sisi kedua trotoar. Palang bertuliskan kos-kosan terlihat hampir di setiap rumah. Puluhan remaja memakai almamater hijau lembut mengerumuni pedagang--- mencari makan siang. Ini bukan jalanan yang biasa Azalea lewati, hanya tak sengaja lewat ketika pulang dari kegiatan sosialita ibu mertuanya. Mobil yang dilajukan Dimas perlu melambat karena ramainya orang-orang di kedua sisi. Anna memeriksa map di ponsel. "Kalau dilihat-lihat, iya benar, Nyonya. Hebat banget Anda bisa ingat." "Bima yang sekarang jadi lebih terbuka." Azalea senyum-senyum. "Dimas, tahu 'kan harus apa?" "Siap, Nyonya." Perlu sepuluh menit hingga mobil berhenti di depan gerbang universitas itu. Azalea meraih tasnya dan memperbaiki bebera

  • Malam Pertama dengan Kakak Suamiku   Inikah yang Kamu Inginkan?

    "Malam ini?" Di ruang kerja Nyonya Sekar, Azalea menggigit bibir bawahnya dan cengkeraman di ponsel menguat. Walau sebelumnya mengira kalau Bima tak akan menghubunginya secepat ini, ia cukup lega. Suara Bima yang begitu ia rindukan menyapu perasaannya seperti angin lembut. I juga lega ibu mertuanya tidak ada di sana karena ada tamu yang harus ia sambut. "Aku nggak bisa, Bima. Tapi tolong jangan tutup teleponnya. Akan aku coba bilang ke Ibu buat izinin aku keluar," Azalea menambahkan. "Oke. Apa ketemu di gym sudah cukup?" tanya Bima. Azalea mencari-cari kekecewaan dalam balasan itu, tapi jadi tak yakin. Maka ia menjawab pendek, "Ya, makasih...." Ada jeda panjang berisi keheningan selama lima menit. Hanya deru napas masing-masing yang terdengar. Keduanya sama-sama tidak tahu harus menambahkan apa, tapi mengetahui bahwa mereka bisa mengobrol lagi tentunya membuat mereka enggan untuk memutuskan telepon. Setelah berjuang melawan perasaan masing-masing, Azalea pun yang menekan tombol

  • Malam Pertama dengan Kakak Suamiku   Jangan Merajuk Seperti Anak Kecil

    "Tuh, 'kan bener yang saya curigai.""Huh?" Lamunan lelah Azalea pecah saat Anna meletakkan segelas jus sambil menggerutu."Tuan Bima tidak menjawab telepon anda sejak kemarin 'kan?" tebak Anna jengkel.Sudah sejak kemarin ada yang tidak beres dari gelagat sang Nyonya. Semuanya dimulai ketika Azalea menjadi asisten Nyonya Sekar. Apalagi suasana hati Azalea kelihatan sekali tambah buruk karena berulang kali memeriksa ponsel dengan tatapan putus asa yang menyedihkan."Waktu itu saya hubungi juga beliau tidak mengangkatnya." Anna menggeleng. "Tidak bisa dibiarkan. Ini apalagi namanya kalau bukan mengabaikan anda?"Azalea mendongak. Keningnya berkerut, menambah jelas ekspresi lelah yang menggantung di matanya."Kamu menghubungi Bima buat apa?" tanya Azalea heran. Dari suaranya, energinya sudah menguap entah kemana."Tolong jangan salah paham dulu. Saya sering bertukar kabar dengan Tuan Bima untuk—"Anna berhenti mendadak. Spontan menutup mulut dan dikuasai perasaan serba salah. "Aduh...

  • Malam Pertama dengan Kakak Suamiku   Terabaikan

    Dua Minggu kemudian."Kapan ada hari senggang?" Nyonya Sekar bertanya segera setelah tiba di ruang kerja. Baru saja kembali dari kumpul-kumpul sosialita yang untungnya Azalea tidak perlu ikut hadir.Azalea, yang akhir-akhir ini tidak cukup tidur karena harus menyesuaikan segalanya dengan aktivitas sang ibu mertua, memijit pangkal hidungnya dengan satu tangan. Satu tangannya lain memeriksa agenda."Sabtu ini, Bu. Hanya ada satu acara sore di jadwal," jawab Azalea. Pandangannya sedikit mengabur, pening menyerang kepala, dan dadanya terasa sesak.Namun Azalea tetap teguh mengerjakan semua yang diperintahkan, meski Nyonya Sekar sendiri memiliki Sekretaris pribadi, tapi karena jelas wanita itu mau menekan Azalea maka semua tugas dilimpahkan padanya.Terdengar tidak adil, Azalea tetap memenuhi itu demi calon kebebasannya sendiri. "Bagus. Kau dan Ibu butuh beberapa set dress baru. Orang-orang tidak boleh melihat kita mengenakan pakaian yang sama dua kali."Nyonya Sekar mendengus melihat wa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status