Share

Rezeki Nomplok

Malam harinya, usai makan malam Rania memilih untuk istirahat di kamar. Tiba-tiba ia teringat kado dari para sahabatnya saat menikah. Ia belum sempat membukanya karena menurut Rania itu tidak penting.

"Aku buka nggak ya," ucap Rania seraya melihat tumpukan kado yang tertata di lemari. Rania memang membawa semua kado tersebut ke rumah Reza.

"Aku penasaran isi kado dari Lina," gumamnya. Setelah itu Rania mengambil kado yang dari Lina.

"Awas aja kalau isinya barang aneh." Rania mulai membuka kertas yang membungkus kado tersebut. Setelah terbuka, Rania terkejut saat melihat isinya.

"Astagfirullah, Lina benar-benar ya. Untuk apa sih dia ngasih kaya ginian, kurang .... "

"Kurang banyak ngasihnya, tenang saja nanti aku belikan lagi." Suara yang tidak asing bagi Rania, membuat wanita itu menoleh.

"Reza, apaan sih." Rania melempar kado yang Lina berikan. Sebuah benda yang biasa digunakan oleh pasangan suami istri.

"Kok dibuang sih, mubazir tahu." Reza menjatuhkan bobotnya di sebelah istrinya.

"Itu kado dari siapa?" tanya Reza.

"Dari Lina," jawab Rania.

"Udah aku nyesel buka kado dari dia, isinya barang lucknut semua." Rania menutup bungkus kado tersebut, ia tidak habis pikir. Untuk apa Lina memberikan kado seperti itu.

"Coba buka yang lain, siapa tahu .... "

"Nggak mau, paling isinya nggak beda jauh sama punya Lina." Rania kembali menyimpan kado-kado tersebut, sementara Reza hanya menggelengkan kepala lalu merebahkan tubuhnya di ranjang.

"Kok tidur di sini sih, kamu di bawah sana, atau di sofa," ujar Rania saat melihat Reza sudah berbaring di atas tempat tidur.

"Aku nggak bisa tidur di sofa, apa lagi di lantai. Badan aku bisa sakit semua," sahut Reza.

"Udah tinggal tidur doang kok ribet, lagian kita kan udah nikah, udah sah. Mau ngapain aja nggak masalah, pahala tahu," ungkap Reza. Seketika Rania terdiam mendengar hal tersebut, memang salah jika terus menunda hak yang seharusnya menjadi milik Reza.

"Awas kalau kamu berani macem-macem, nanti aku laporin ke polisi," ancamnya. Sementara Reza tersenyum mendengar ancaman dari istrinya itu.

"Aku nggak suka yang macem-macem, aku sukanya yang satu macem," sahut Reza sembari mengedipkan sebelah matanya.

"Ish, nyebelin banget sih punya laki kaya Reza," batin Rania. Dengan sangat hati-hati Rania merebahkan tubuhnya di sebelah Reza. Bahkan untuk berjaga-jaga Rania meletakkan bantal guling di tengah sebagai pembatas.

***

"Rania bangun, Rania." Reza menepuk pelan pipi Rania agar terbangun. Pasalnya sudah hampir jam enam Rania belum juga bangun.

"Rania bangun." Reza kembali membangunkan istrinya itu.

Samar-samar Rania mendengar bisikan di telinganya, bukan itu saja. Rania juga merasakan ada benda kenyal yang menempel di bibirnya. Sontak Rania membuka mata, sedetik kemudian ia terkejut saat melihat wajah Reza sudah ada di depan mata.

Buk, Rania menonjok hidung Reza hingga pria itu mundur seraya memegangi hidungnya yang terasa sakit. "Dasar perempuan jadi-jadian, sakit tahu."

"Salah kamu sendiri main nyosor aja, kamu pikir aku nggak tahu apa yang kamu lakukan," ujar Rania seraya bangkit dan terduduk.

Reza tersenyum. "Memangnya kamu tahu, aku tadi habis ngapain."

Sontak Rania salah tingkah, bahkan wanita itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sedetik kemudian Reza tertawa melihat ekspresi wajah Rania. Rania yang melihat Reza tertawa tiba-tiba memukulnya dengan bantal, sungguh sangat menyebalkan.

"Buruan bangun, setelah itu mandi, sarapan. Katanya hari ini mau mulai kerja lagi," titah Reza.

"Sepuluh menit lagi." Rania kembali merebahkan tubuhnya.

"Mau mandi sendiri atau aku mandiin," kata Reza. Detik itu juga Rania melotot mendengar hal tersebut.

"Iya, iya, bawel banget sih kayak emak-emak KBM." Rania bangkit dari tempat tidur, lalu bergegas masuk ke dalam kamar mandi.

Tepat pukul tujuh Rania serta Reza sudah dalam perjalanan menuju ke tempat kerja. Sebelum Reza pergi ke kantor ia akan mengantar Rania terlebih dahulu ke toko di mana istrinya itu bekerja.

"Nanti pulang jam berapa?" tanya Reza.

"Biasanya jam lima, memangnya kenapa." Rania balik bertanya.

"Nanti aku jemput," jawab Reza.

"Terserah kalau nggak ngerepotin," sahut Rania, pengen nolak tapi Reza pasti akan memaksa.

"Tumben langsung setuju, biasanya pakai acara protes dulu," sindirnya. Memang biasanya Rania akan protes jika Reza melakukan sesuatu yang tidak ia sukai.

"Lagi males, lagian kamu kan tukang paksa. Percuma juga protes," sahut Rania, hal tersebut membuat Reza tersenyum.

"Gitu dong, kalau nurut kan enak." Reza mengacak rambut panjang Rania. Seketika bibir Rania mengerucut lantaran rambutnya berantakan.

Tidak butuh waktu lama, kini mobil Reza sudah berhenti di depan toko tempat Rania bekerja. Sejujurnya Reza ingin melarang istrinya itu untuk bekerja, tetapi Rania menolak dengan alasan akan bosan jika berada di rumah terus.

"Salim dulu." Reza mengulurkan tangannya.

"Memang harus ya?" tanya Rania.

"Iya lah, wajib malahan," sahut Reza, dengan sedikit terpaksa Rania mencium punggung tangan Reza.

Setelah berpamitan, Rania bergegas turun dari mobil, lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam toko. Baru saja menginjakkan kaki, tiba-tiba Lina serta teman kerja yang lain heboh. Mereka berjalan menghampiri Rania yang baru saja datang.

"Cie, cie pengantin baru, gimana malam pertamanya, pasti seru dong," kata Lina seraya mengedipkan sebelah matanya.

"Ish apaan sih, bisa nggak sih nanyain yang lain aja," sahut Rania yang kesal akan pertanyaan temannya itu.

"Nggak seru dong kalau nanya yang lain. Iya nggak, Lin." Nila menimpali.

"Betul banget itu," sahut Lina.

"Terserah deh, aku ke sini mau kerja bukan untuk ngeladenin pertanyaan nggak penting dari kalian." Rania berjalan menuju meja kasir. Sementara kedua temannya itu tertawa melihat ekspresi wajah Rania.

***

Waktu berjalan begitu cepat, tepat pukul lima sore Rania keluar dari tempat kerjanya. Setibanya di luar, Reza sudah menunggunya, gegas Rania berjalan menuju mobil lalu masuk ke dalam.

"Langsung pulang ya, sepertinya akan hujan udah mendung banget," ujar Reza, lalu menyalakan mesin mobilnya.

"Iya, aku juga udah capek banget, pengen istirahat," sahut Rania. Perlahan mobil melaju meninggalkan pelataran toko.

Dalam perjalanan Rania memilih untuk diam, ia masih kesal dengan berbagai pertanyaan yang Lina serta teman lainnya lontarkan selama di tempat kerja. Sementara itu, Reza memilih untuk fokus menyetir.

Tiba-tiba saja, di tengah jalan mobil berhenti, Reza berusaha untuk menyalakan mesin mobilnya kembali, tetapi tidak bisa. Jujur, Rania merasa khawatir dan juga panik. Tempat sepi, di tambah hujan deras, hal itu membuat pikiran Rania travelling.

"Mobilnya kenapa, Za?" tanya Rania.

"Sepertinya mogok, soalnya udah lama banget nggak aku servis," jawab Reza.

"Ish, percuma mobil bagus, tapi nggak dirawat," sahut Rania.

"Sepertinya kita akan terjebak di sini," ujar Reza, hal tersebut membuat Rania semakin khawatir.

"Jangan bercanda deh, kamu cek ke luar sana," pinta Rania.

"Nggak mau, hujan gede banget dingin tahu." Reza menolak perintah Rania.

"Ran, kayaknya enak nih, hujan-hujan gini. Jadi anget," ujar Reza, detik itu juga Rania memukul lengan lelaki di sampingnya itu.

"Kok mukul sih, emang aku salah apaan," ujar Reza.

"Dasar otak mesum, nggak ingat tadi habis ngomong apa," sahut Rania. Detik itu juga Reza tertawa.

"Yang otak mesum itu aku atau kamu, aku lagi bayangin kalau makan bakso hujan-hujan kaya gini, enak. Badan jadi anget, sekarang yang pikirannya mesum siapa." Reza menjelaskan, seketika Rania salah tingkah.

"Reza nyebelin banget sih, ampun deh punya suami kaya dia," batin Rania. Tiba-tiba saja terdengar petir menyambar, sontak Rania menjerit.

"Aaa, Mama." Rania menjerit, lalu menghambur ke pelukan Reza.

Reza sedikit tersentak, sementara Rania terkejut hingga matanya melotot saat menyadari jika kedua benda kenyal mereka menempel. Bagi Reza adalah sebuah anugerah, tetapi bagi Rania itu adalah bencana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status