Malam Tanpa Noda
Part 1Airi melamun melihat punggung suaminya-- Faisal melewatinya ketika sang istri meminta nafkah kepadanya. Baju lingerie berwarna merah. Warna kesukaan Faisal menempel di tubuh indahnya. Matanya mengeluarkan embun. "Maaf Ai, Abang lelah," tolak Faisal langsung merebahkan tubuhnya di kasur. Lelaki itu tak menghiraukan tubuh istrinya yang mematung. Untuk kesekian kalinya suaminya menolak.Airi menghampiri Faisal yang telah terlelap lebih dulu. Sejak malam pertama mereka, Faisal tak menemukan selaput dara pada istrinya. Sikap suaminya berubah drastis.
Kala itu setelah acara resepsi pernikahan, mereka masuk ke kamar yang telah dihiasi kelopak bunga mawar di atas ranjang. Rasa bahagia menyelimuti hati mereka. Setelah, beberapa bulan berpacaran. Mereka memutuskan untuk menikah.
Airi masuk ke kamar mandi membersihan diri dan memakai baju transparan. Untuk pertama kalinya Airi membuka penutup kepalanya di depan Faisal. Ia memberi polesan tipis di wajahnya dan parfum keseluruh tubuh.
Jantungnya berdegup kencang, menarik napas dan membuka pintu kamar mandi perlahan.
Faisal menatap Airi dengan balutan lingerie hitam. Rambutnya panjang, kulitnya putih dan bersih. Faisal tak berkedip sedikitpun.
"Istri Abang cantik sekali," puji Faisal. Ia menghampiri Airi dan menyentuh dagu wanita yang baru beberapa jam menjadi istrinya.
Faisal menyentuh bibir merah milik Airi. Airi memejamkan mata, Faisal menciumnya dengan lembut.
Tubuh Airi bergetar ketika Faisal menyentuh bagian depannya. Lelaki itu membawa istrinya ke atas ranjang pengantin yang sudah ditaburi bunga mawar.
Perlahan dan pasti, Faisal membaringkannya dan membuka perlahan pakaian mereka.
Tanpa menunggu lama mereka melakukan ibadah sebagai suami istri yang sah. Airi hanya memejamkan mata menikmati semua perlakuan suaminya. Tubuhnya sudah pasrah.
Selama berpacaran Faisal tak pernah menyentuh Airi. Bagi Faisal wanita yang dicintainya harus di jaga dan tak boleh ternoda.
Faisal bangkit dari tubuh istrinya. Ia menatap Airi yang penuh dengan pilu. Faisal menunduk ke bawah mencari sesuatu.
Lelaki yang telah menjadi suami Airi, menatap kecewa. Ketika tak ada noda darah dalam ranjang panas mereka.
Matanya menatap Airi, wajahnya memerah, dan rahangnya mengeras, wanita itu pun heran dan bingung. Airi hanya menundukkan kepala. Tak ada ucapan di bibirnya.
"Airi ... mengapa tak ada darahnya? Apa kamu sudah tak ...," ucapan Faisal terpotong. Hatinya terlanjur sakit. Ia keluar kamar setelah memadu kasih dengan istrinya tanpa meneruskan ucapannya.
Setelah malam itu, Faisal tak pernah menyentuhnya lagi. Sebagai wanita normal Airi mendambakan anak dalam rahimnya dan sentuhan lembut Faisal.
Airi gadis yang baik dan juga tak melakukan pergaulan bebas, hanya saja selaput dara itu tak keluar pada saat malam pertama mereka.
Setahun sudah Faisal tak memenuhi nafkah batin Airi. Berbagai cara ia telah lakukan untuk membangkitkan gairah sang suami. Namun, semua usahanya sia-sia.
Sejak menikah gadis itu tak pernah datang lagi ke perusahaan suamiya. Faisal adalah pemilik perusahaan travelling. Faisal meneruskan usaha papinya.
Baju gamis berwarna coklat senada dengan kerudungnya melekat di tubuh ramping Airi. Polesan make up tipis dan sederhana membuat Airi terlihat cantik. Setiap lelaki yang melihatnya akan jatuh hati.
Rantang yang berisi makan siang kesukaan suaminya ia masak dengan penuh cinta. Semur daging, sambal goreng, dan cah buncis.
Ketika masuk ke dalam tak ada karyawan yang menjaga. Wanita itu melirik jam tangannya."Sudah jam dua belas, mereka pasti sedang di kantin," ucapnya lirih.
Airi langsung menuju ke ruangan suaminya. Tubuhnya bergeming ketika mendengar suara perempuan di dalam. Ia mendekatkan telinganya ke arah pintu, membuka perlahan gagang pintu dengan hati yang berdegup kencang.
Sepasang manusia sedang memadu kasih di atas meja kerja Faisal. Suaminya telah melakukan hubungan badan yang tak pernah ia dapatkan. Suara desahan mereka terdengar jelas. Bagi mereka desahan itu puncak percintaan mereka namun, bagi Airi sangat menyakitkan.
Rantang berisi makanan terjatuh berhamburan. Airi menutup mulutnya dengan ke dua tangan.
Air mata berjatuhan beriringan dengan deru nafas mereka dan gerakan pinggul mereka.Di depan matanya suami yang ia cintai melakukan hal yang tak senonoh di ruangan kerjanya.
Faisal menoleh ke arah pintu, ketika mendengar suara benda yang jatuh.
Lelaki itu menatap istrinya yang berdiri di ambang pintu.Melepaskan tubuhnya dan memakai pakaiannya dengan cepat. Mengejar Airi, namun lengannya dicekal oleh wanita yang berada di dekatnya.
Faisal menatap manik wanita itu. Wanita itu menggeleng. Faisal menghembuskan napas panjang dan memilih tak mengejar Airi istri sahnya.
Malam Tanpa Noda Perut Lily semakin membesar. Mereka sudah melakukan syukuran tujuh bulan dan kini menunggu kehadiran sang buah hati. Fian selalu Siaga. Begitu juga Airi dan Putra. Tak ingin cucu pertamanya mengalami hal buruk. Lily dan Fian kembali ke rumah Mahendra. "Aduh!" teriak Lily melepaskan ponsel hingga membentur lantai keramik putih. Fian menghampiri istrinya dan menutup panggilan begitu saja. "Drian, kita harus pulang!" pinta Prily. "Tidak bisa. Kita baru sehari di sini?" "Kamu tak dengar kalau Lily teriak kesakitan." "Belum waktunya ia lahiran masih satu bulan lagi." "Tapi, aku khawatir sekali!" "Kita hubungi adik kembar. Mereka pasti tahu." Jemari kekar Drian menekan kontak Afisah dan menunggu panggilan terangkat. Dua kali berdering baru diangkat oleh gadis manis yang beranjak dewasa.
Malam Tanpa NodaDua orang sejoli berada di sebuah hotel bintang lima. Sang lelaki berada di atas tubuh wanita. Meliuk-liuk bagaikan ular.Suara mereka bagaikan nyanyian kerinduan. Rindu setelah semua terjadi. Rindu setelah kehampaan menyelimuti. Pikiran negatif selalu menghantui. Kecemburuan membuat Drian tak berpikir jernih.Drian melepaskan diri dan terbaring di samping wanita tanpa sehelai kain. Wanita berwajah boneka bibir manis istri Drian.Prily selamat dari aksi penembakan itu. Walaupun, dirinya koma untuk beberapa hari.Seluruh keluarga Mahendra berdoa kepada sang pencipta agar Prily diselamatkan dari maut.Airi melakukan amal secara besar-besaran meminta doa kepada anak-anak yatim piatu.Prily meletakkan kepala di dada bidang Drian. Memainkan jemari lentik memutar-mutar. Membentuk nama dirinya dan juga lelaki yang dicintainya.“Aku lapar,” rengek Prily.&n
Malam Tanpa NodaTubuh Prily dibawa dengan mobil ambulance. Selama perjalanan tangan Drian tak lepas dari wanita berwajah boneka.Pengorbanan untuk orang tuanya sangat besar. Rela mengorbankan nyawa demi belahan jiwanya."Prily, bertahanlah!"Air mata menetes di pipi lelaki itu. Para medis menawarkan diri untuk mengobati luka Drian."Tidak usah! Selamatkan saja istri saya."Tubuh Prily terkujur kaku bagian perut mengalir noda merah. Tangan petugas menekan bagian itu agar tak kehilangan banyak darah.Semua setok darah sudah dipersiapkan untuk Prily sesuai golongan darahnya. Golongan darah Prily mudah dicari, memudahkan para medis melakukan operasi.--Drian menunggu Prily di ruang tunggu operasi. Gelisah dan takut kehilangan wanita itu. Tak peduli Prily telah mengkhiantinya. Bermain api dengan Johan dan berakhir di tempat tidur.Melihat tubuh
Malam Tanpa NodaSemua serangan Drian tak dapat menyentuh kulit Johan sedikitpun. "Kamu tak akan bisa melawanku." Johan menyeringai. Setiap serangan selalu ditangkis.Kaki kekar Drian menendang ke arah perut Johan hingga lelaki perusak itu terjerembab di lantai, tawa terdengar di bibir Johan.Johan segera bangkit dan memiringkan kepala, Drian hendak menghampiri Johan namun, lawannya mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya.Senyum menyeringai menghampiri Airi. Wajah tampan milik Johan menatap ibu dari anak-anak Mahendra. Menarik wanita itu kasar, Prily hendak menghalanginya namun kalah cepat."Drian!" panggil Airi.Johan menodongkan senjata dengan pelatuk menempel di jarinya. Tersenyum menyeringai, sekali tekan sejata api itu akan meledak dan masuk ke dalam kepala Airi dan napas akan terhenti dalam hitungan detik."Kamu mendekat aku pecahkan kepalanya. Mundur!" Membulatkan
"Kalau begitu. Jauhkan dia dan jangan ganggu wanita itu. Kamu tak ingat berapa umurnya?""Tentu Sayang. Sekarang kita selesaikan semua dan setelah itu kita bersenang-senang."Johan kembali menatap penerus Mahendra."Bawa semuanya ke mari dan habiskan mereka sekarang juga!"Teriakkan Johan menyadarkan Airi. Wanita itu membuka mata perlahan. Makian Drian membuat dirinya sadar sesuatu telah terjadi."Prily ...."Johan menoleh ke arah Airi. "Selamat datang Bunda. Bagaimana tidurmu?"Airi ingin bergerak namun, tubuhnya terikat."Lepaskan aku.""Lepas? Tidak!" Johan menyeringai."Prily, tolong ...."Wajah Prily berubah pucat. Ia tak tega melihat wanita yang telah mencurahkan kasih sayang untuknya.Johan melirik Drian sinis. "Lepaskan wanita ini!"Tali yang mengikat Airi terlepas satu persatu. Airi menyent
Malam Tanpa NodaJohan sangat bergairah melihat hal ini. "Sangat cantik dan memesona," puji Johan. Drian berteriak memaki Lelaki itu dengan segala macam nama binatang. "Jangan sentuh dia!" teriak Drian. Rahangnya mengeras dan wajah memerah. Johan tak peduli tetap berjalan menuju wanita itu. Wanita cantik bagaikan bidadari. "Hentikan Johan! Kamu menyentuhnya akan aku bunuh!" ancam Drian. Wajahnya memerah urat leher terlihat membesar. Napasnya terputus-putus. Satu pukulan menimpa punggung Drian. Lelaki itu tetap bertahan. Johan menghentikan langkahnya, berbalik arah dan menghampiri Drian. Tersenyum menyeringai. Tubuhnya menjongkong menarik rambut belakang hingga rontok."Kamu ancam aku. Padahal, umurmu tak lama lagi. Ha ... ha ...." Menjambak rambut Drian lebih keras."Cuih!"Johan mengusap wajahnya dengan tangan kiri.Anak buah Johan menendang tubuh Drian berkali-k
Malam Tanpa NodaKedua tangan Fian terikat ke belakang, Fian tak sadarkan diri sejak beberapa jam lalu. Johan menatap lelaki gagah dan tampan dihadapannya."Bang ... bangun ...." Drian menatap kakak kandungnya yang belum sadarkan diri sejak beberapa jam. Memastikan keadaan lelaki itu baik-baik saja.Putra juga berada bersama mereka. Tiga lelaki terikat dengan lutut bertekuk di hadapan Johan.Putra juga diculik ketika mengantar kedua anak kembarnya ke sekolah. Fian tak menyadari kalau sang ayah telah diculik oleh mereka."Jangan sakiti anakku, Johan!" ancam Putra menatap tajam lelaki yang telah dianggap keponakan olehnya."Tenang saja Om. Rasa sakitnya hanya sekilas." Tawa mengema di pabrik tua itu."Mengapa kamu lakukan ini, Johan?""Om tak ingat?" Menaikkan satu alis ke atas. "Papaku meninggal karena Om." Kebencian terlihat jelas di mata Johan."Itu buk
Malam Tanpa NodaHari penembusan Lily telah tiba, Fian di temani Faisal menuju pabrik kosong pada malam hari."Om, yakin ini tempatnya?""Tentu saja.""Sepi sekali!""Pabrik ini sudah tak digunakan bertahun-tahun tentu saja tak berpenghuni."Fian mendesah panjang. Kedua tangannya membawa dua tas besar hitam kaluar dari mobil."Om, tunggu di sini," ucap Faisal."Baik, aku akan mencari mereka." Fian berjalan ke arah pintu masuk pabrik.Bulu leher Fian bergidik ngeri. Pasalnya, tempat yang sudah lama tak berpenghuni banyak sekali makhluk halus. Fian membuang pikiran negatif. Tujuannya saat ini adalah menjemput Lily."Tega sekali mereka kalau Lily berada di tempat ini."Fian berjalan hingga berada di pintu masuk pabrik. Pintu itu telah rusak dan tak terbentuk lagi.Suara dering telepon Fian memecahkan pikirannya saat ini. Fia
Malam Tanpa Noda"Sakit!" rintih Lily menyentuh perutnya."Kita ke bidan kemarin. Kamu tahan dulu." Prily menyalakan mesin mobil dan meninggalkan kediaman Johan."Aku gak mau, Prily. Aku ingin Fian." Lily meringis berkali-kali. Mengapa nasibnya seperti ini.Kehamilan pertama adalah hal yang ditunggu-tunggu. Seharusnya, Lily dimanja dan disayang Fian. Namun, ia jadi tahanan."Please! Kamu bersabar dulu. Kita gak mungkin melawan Johan. Keselamatan bayi dan dirimu bisa bahaya.""Aku ingin Fian. Aku ingin pulang," rengeknya bagaikan anak kecil."Sudah, jangan pikirkan hal itu. Lebih baik kita periksa kandunganmu. Bersabarlah!""Aku kangen suamiku. Apa aku salah jika merindukannya. Prily, tolong bebaskan aku!""Tidak bisa. Ini bisa berbahaya. Johan itu nekad."Prily membawa Lily ke bidan. Wajah istri mantan kekasihnya itu pucat dan merintih berkali-kal