Share

Bab 12

Author: Viona
Lyra sudah kembali ke Istana Langit Emas, sementara Kaisar masih berada di ruang belajar selatan untuk menangani urusan negara.

Seluruh istana terasa sunyi dalam kabut tebal yang belum menghilang, seperti sebuah makam yang indah dan dingin. Para kasim serta pengawal berdiri tegak seperti mayat hidup yang kaku tersebar di sekitar makam.

Di koridor timur istana, beberapa dayang yang mempelajari etiket dari Lyra sedang mengelilingi Damian. Mereka bertanya kepadanya mengapa dia belum memutuskan dayang yang terpilih.

"Ngapain buru-buru? Kalau itu memang milikmu, dia nggak akan ke mana-mana. Kalau bukan milikmu, kamu nggak akan pernah mendapatkannya." Damian terbiasa bermain tebak-tebakan. "Lyra belum pergi. Kita juga belum tahu apakah Dona yang sakit-sakitan itu bisa sembuh atau nggak. Hanya sisa sehari lagi, besok pagi baru diputuskan."

Para dayang itu berkata, "Kami nggak harus terpilih, tapi cuma minta kepastian saja. Menunggu hasilnya sangat menyiksa."

"Iya, lalu apa yang terjadi dengan Lyra? Apa maksudmu? Damian, tolong katakan pada kami!"

"Aku sendiri saja nggak tahu, mau beri tahu kalian apa?"

Kemudian, Damian melihat sosok Lyra dari sudut matanya. Dia segera menyingkirkan para dayang itu dan pergi mendekatinya, lalu bertanya dengan senyum palsu, "Lyra, kenapa kamu makannya lama sekali? Kalau kamu nggak juga kembali, aku berencana mencarimu ke dapur."

Para dayang tidak yakin apakah Lyra sudah mendengar pembicaraan mereka tadi atau tidak, jadi mereka semua membungkuk untuk memberi hormat padanya.

Lyra berjalan melewati mereka tanpa suara.

Damian mengejarnya dengan wajah tak tahu malu dan berkata, "Lyra, jangan pergi, ayo kita bahas sesuatu."

Tapi Lyra tetap mengabaikannya dan mempercepat langkahnya.

Damian lalu berlari dan menghadangnya di tempat sepi, dan berkata, "Aku serius! Aku sudah mendengar tentang situasi keluargamu. Kamu itu hanyalah anak selir, ayahmu nggak menyayangimu. Kalaupun kamu pulang, nggak akan ada yang menyambutmu. Bagaimana kalau ibu tirimu marah dan menjodohkanmu dengan lelaki tua dan dijadikan sebagai selir? Kamu pasti akan menderita."

Lyra berhenti dan menatapnya dengan perasaan jijik.

Damian tertawa dan berkata, "Coba lihat Yang Mulia. Dia sangat tampan dan gagah. Dia adalah penguasa dunia. Pria mana di dunia ini yang dapat dibandingkan dengannya? Semua wanita di istana tergila-gila padanya dan berharap untuk disukai olehnya. Sekarang, kesempatan besar ini ada di depanmu. Kalau kamu nggak memanfaatkannya, kamu adalah orang paling bodoh di dunia."

Lyra tidak sanggup mendengarkan lebih lama lagi dan berjalan melewatinya.

Tapi Damian menahannya dengan kedua lengan terangkat. "Lyra, aku melakukan ini demi kebaikanmu sendiri. Aku nggak punya maksud lain atau mau sesuatu darimu. Aku cuma mau membantumu menemukan masa depan yang baik. Di sisi lain, aku juga bisa sekalian buat Yang Mulia senang."

"Asalkan kamu bersedia, dengan penampilanmu dan otakku, kita bisa bekerja sama di istana. Waktu kamu jadi selir nanti, aku akan jadi pendukung nomor satumu. Nanti, kamu hanya perlu merekomendasikan pada Yang Mulia untuk mengangkatku jadi Kepala Kasim. Setelah itu, kita bisa menguasai seluruh istana. Bagaimana?"

Dia menjadi semakin bersemangat saat berbicara, bahkan mulutnya sampai berbusa. Matanya yang sipit bersinar, seolah-olah kekayaan dan kemuliaan sedang memanggilnya.

Tepat saat dia berbicara dengan penuh semangat, dia tiba-tiba mendengar ejekan dari arah belakang, "Ambisi Wakil Kepala Kasim Damian ternyata besar sekali ya!"

Damian sangat terkejut, dia menoleh dan melihat bahwa itu adalah Toni. Dia pun menepuk-nepuk dadanya dengan perasaan takut dan berkata, "Lyra, kamu jahat sekali. Kenapa kamu nggak kasih tahu aku?"

"Kasih tahu kamu tentang apa?" Toni lanjut memarahinya, "Bukannya kamu yang sudah menggertaknya karena dia nggak bisa ngomong dan marah? Jadi, kalau aku beri tahu Yang Mulia tentang ucapanmu barusan, coba tebak apa kamu masih bisa selamat?"

"Jangan...jangan, Toni, tolong ampuni aku!" Damian membungkuk dan tersenyum. "Kamu pasti paham banget pada aku. Aku cuma asal bicara saja, nggak ada maksud apa-apa. Tapi, bukannya kamu sedang melayani Yang Mulia? Kenapa kamu bisa ada di sini?"

"Kamu masih berani bertanya." Toni lanjut berkata, "Aku memintamu berjaga di istana, tapi kamu malah berlarian ke mana-mana. Yang Mulia sudah kembali dari tadi, tapi belum minum teh hangat secangkir pun. Bagaimana caramu memimpin dan mengatur bawahanmu sih?"

Damian mengubah raut wajahnya saat mendengar hal itu dan berkata, "Pasti dayang-dayang kecil itu kabur dari tugas mereka. Aku akan pergi dan mematahkan kaki mereka."

Setelah mengatakan itu, dia pergi melarikan diri.

Toni mengutuknya, menoleh ke arah Lyra dan berkata, "Jangan dengarkan omong kosongnya. Selama Yang Mulia tak menghalangi, kamu pasti bisa keluar. Dengan karaktermu, kamu pasti bisa punya kehidupan yang baik."

Lyra tersenyum pahit.

Dia bilang, selama Kaisar tidak menghalangi, tetapi bagaimana jika Kaisar menjadi gila dan ingin menghalangi?

Toni tampaknya mengerti apa yang dipikirkannya, dia lalu menghela napas dan berkata, "Jangan terlalu banyak berpikir, lakukan saja selangkah demi selangkah. Meskipun aku nggak punya banyak kekuatan, tapi aku pasti akan selalu membantumu."

Lyra pun membungkuk dalam-dalam padanya sebagai rasa terima kasih.

Toni menahan gerakan itu dan berkata, "Aku akan pergi untuk menyiapkan makan siang Yang Mulia, kamu juga harus siapkan ruangan ini!"

Lyra mengangguk, membungkuk dan pergi.

Ketika pergi ke kamar tidur Kaisar untuk merapikan ranjang, beberapa dayang istana datang dan meminta maaf kepada Lyra dengan gugup, "Lyra, kami tadi bertanya begitu ke Wakil Kepala Kasim bukan karena takut kamu nggak jadi pergi, tapi kami hanya ingin jawaban yang pasti."

Lyra menghentikan apa yang sedang dilakukannya, menatap wajah-wajah muda mereka yang masih tampak kekanak-kanakan. Dia tersenyum lembut kepada mereka untuk pertama kalinya, dan mengeluarkan surat izin dari tangannya dan menunjukkannya kepada mereka.

Dia lalu mengeluarkan buku catatan kecil yang dibawanya dan menulis kalimat, [Jangan khawatir, aku sudah menyelesaikan semua prosedur dan akan pergi besok pagi. Kalian semua gadis baik, pasti akan memiliki masa depan yang cerah.]

Setelah menulis itu, dia hendak menyerahkannya kepada gadis-gadis itu, tetapi mereka malah berlutut dengan wajah pucat.

Tubuh Lyra sontak menegang dan keringat dingin muncul di punggungnya.

Sebuah tangan yang ramping dan kuat terulur diam-diam dari belakang dan mengambil buku catatan kecilnya. Lengan jubah kuning terang itu membawa aroma khas.

Lyra menelan ludah, berbalik, lalu mundur dua langkah dan berlutut di lantai.

Kaisar memegang buku catatan kecil di tangannya, dengan mata elangnya yang menyipit, membaca tulisan tangan yang indah itu.

Dalam suasana mencekam, dia berbicara perlahan dengan suara sedingin salju, "Sudah kubilang jangan malas, kenapa kamu masih punya waktu untuk lakukan serah terima? Apa kamu nggak mau mendengar kata-kataku lagi?"

Lyra sangat menyesalinya, dia mengutuk dirinya sendiri karena seharusnya dia tidak lengah dan kehilangan kewaspadaannya.

Toni baru saja pergi untuk menyiapkan makanan, jadi dia benar-benar tidak menyangka Kaisar akan kembali saat ini.

Buku catatannya bukanlah hal yang terpenting, yang lebih utama adalah surat izin keluar itu, yang masih berada di tangan seorang dayang istana.

Dia hanya berharap Kaisar tidak memperhatikannya.

Begitu pikiran itu muncul, Kaisar sudah mengulurkan tangannya ke dayang istana dan berkata, "Apa yang ada di tanganmu? Berikan!"

Jantung Lyra tiba-tiba berdebar kencang.

Dayang istana merangkak maju dengan gemetar, lalu menyerahkan surat izinnya dengan kedua tangan.

Kaisar mengulurkan dua jari lentik dan putih, mengambil lembaran surat itu.

Jantung Lyra tiba-tiba berdebar kencang, tangannya mengepal, dan matanya terpaku pada jari-jari tangan Kaisar.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 360

    Menyaksikan bibirnya bergerak turun, membakar ke setiap tempat yang disentuhnya.Menyaksikan dia terus turun..."Jangan, jangan lakukan itu..." Lyra gemetar, tubuhnya tertutup keringat sebesar butiran beras.Kaisar mengabaikan semua protesnya, dia sudah bertekad untuk melihat reaksi yang berbeda darinya.Lyra menolak dalam hati, tetapi tubuhnya mulai bereaksi berbeda.Saat air matanya mengalir, batas-batas pertahanannya pun jebol.Seperti banjir yang menghantam bendungan, menghancurkan pertahanan yang tadinya tak tertembus..."Bunuh aku, bunuh saja aku..." Dia menangis dengan rasa penuh kehinaan.Pria yang menyalakan api itu memiliki hati terdingin di dunia.Dia tidak akan membunuhnya.Lelaki itu tidak ingin dia mati, dia hanya ingin dirinya menderita sampai mati."Lyra, apa kau sudah melihatnya dengan jelas?"Bahkan saat itu, nadanya tetap dingin."Apa kau sudah melihat dengan jelas?""Apakah hatimu yang berbohong atau mulutmu?""Jawab aku."Kaisar memaksanya menjawab. Dia menggeleng

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 359

    Lyra menatap wadah obat itu dengan kaget, jantungnya berdebar kencang. Dia tak percaya Kaisar akan mengabulkan keinginannya dengan begitu mudah.Kaisar baru saja mengatakan ingin memiliki seorang putra darinya, tetapi dia justru sudah menyiapkan obat kontrasepsi untuknya malam ini?Apakah itu benar-benar obat kontrasepsi?Lyra ragu, dia berdiri diam di tempat, tak bergerak."Kenapa? Apa kau nggak percaya?"Kaisar mengangkat sebelah alis, nadanya dingin dan kasar. "Sudah kubilang, aku akan membiarkanmu minum sebanyak yang kau mau. Wanita tak berperasaan sepertimu hanya akan melahirkan anak-anak yang juga tak berperasaan. Aku nggak butuh."Kata-kata kasar seperti itu terasa tajam dan menyakitkan, meskipun Lyra memang benar tidak ingin punya anak dengan Kaisar. Dia menoleh dan menatapnya sekilas."Kenapa? Nggak mau minum?" Kaisar membalas tatapannya dan mencibirnya. "Jangan-jangan kau menganggap serius omonganku tadi pagi, ya?""Bukan, hamba hanya nggak menyangka kalau Yang Mulia begitu p

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 358

    "Tuan Roni hari ini sudah menghukum mati beberapa pedagang licik di kota yang sengaja menggelembungkan harga obat-obatan. Membuat semua apotek dan pedagang obat langsung diam tak berkutik. Kalau seperti itu, sepertinya Yang Mulia memang lebih cocok membawa Tuan Roni ke sini daripada Guru. "Lyra terkejut.Tadi saat dia menyambut mereka di luar gerbang, baik Kaisar maupun Roni tampak biasa-biasa saja.Saat Lyra bertanya tentang wabah di kota, Roni juga menjawabnya dengan acuh tak acuh.Ternyata mereka baru saja membunuh orang.Kaisar membenci pejabat dan pedagang yang mengambil untung dari bencana nasional. Dulu, ketika terjadi banjir di selatan, Kaisar membunuh lebih dari selusin pejabat sekaligus, tetapi masih belum puas. Dia begitu marah hingga menolak makan, dan menolak mendengarkan nasihat siapa pun.Kemudian, Toni membujuknya untuk mencoba menemuinya. Lyra tahu bahwa orang yang sudah kelaparan tidak bisa makan sesuatu yang terlalu berminyak, jadi dia membuat semangkuk mi polos den

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 357

    Pangeran Andre skeptis dengan kata-katanya dan merenung, "Kondisi fisik Anda saat ini memang nggak cocok untuk hamil, tapi apa Anda sudah bertanya kepada Yang Mulia tentang hal ini?"Lyra menggelengkan kepalanya, "Belum."Pangeran Andre mengamati ekspresinya, dan mungkin bisa menebak kekhawatirannya. Dia dengan canggung melantunkan pujian pada Tuhan, "Aku ini petapa dan nggak boleh membunuh. Aku nggak bisa meresepkan obat ini. Sebaiknya Anda tanyakan dulu pada Yang Mulia. Kalau beliau setuju, aku akan meminta tabib istana meresepkannya untukmu."Lyra tidak menyangka bahwa mencegah kehamilan juga bisa dianggap sebagai pembunuhan. Mendengarnya mengatakan hal itu, dia tentu saja tidak bisa memaksanya. "Ya sudah, kalau begitu aku akan pikirkan lagi. Tolong jangan beri tahu Yang Mulia dulu."Pangeran Andre tersenyum kecut, "Beliau bahkan nggak mau melihatku, jadi bagaimana mungkin dia akan mendengarkanku? Jangan khawatir, aku nggak akan memberi tahu siapa pun."Lyra mengangguk dan hendak pe

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 356

    Kaisar menundukkan kepala, membungkukkan pinggang rampingnya, dan tanpa ragu mencium bibir Lyra yang terkatup rapat karena kesal.Lyra tak bisa menghindar, jadi dia menggertakkan giginya sebagai perlawanan terakhir.Kaisar mengerang pelan, tangan yang menopang dagunya meluncur turun ke lekuk lehernya, lalu menekannya lembut di satu titik.Lyra tanpa sadar menjerit pelan, lidah Kaisar akhirnya memanfaatkan kesempatan itu untuk menembus paksa mulutnya yang setengah terbuka, membangkitkan badai gairah di dalam mulutnya.Lyra membeku, dengan perasaan terhina dan pasrah menanggung badai nafsu yang dibawanya.Meskipun pemandangan musim semi yang semarak, hatinya terasa seperti tertinggal di tengah dinginnya musim dingin.Dia menutup matanya, tak lagi melihat, tak lagi berpikir...Gairah Kaisar yang membara tak terbalas, dia perlahan menghentikan gerakannya. Melihat matanya terpejam rapat, bulu matanya yang gemetar basah oleh air mata, dia tertegun. Hasrat membara di hatinya terasa seperti d

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 355

    Kaisar melihat keseriusan Lyra dan berasumsi bahwa apa pun yang akan dia katakan bukanlah sesuatu yang menyenangkan hati.Namun, dia menatapnya tajam, bayangan dirinya terpantul di matanya yang jernih bak danau itu.Setidaknya saat ini, di mata wanita itu hanya ada dirinya."Sungguh, katakan saja. Aku janji nggak akan marah," dia meyakinkannya, nadanya luar biasa lembut, seperti awan yang perlahan melayang di langit yang biru.Lyra menatapnya sejenak, mengingat tatapannya yang mematikan saat terakhir kali dia meminta obat kontrasepsi. Pikirannya berkecamuk, dan pada akhirnya, dia tetap masih tak berani bicara.Namun, Kaisar menatapnya, masih menunggunya bicara. Jika dia mengalihkan pembicaraan begitu saja, Kaisar pasti tak akan membiarkannya.Dia berpikir sejenak, lalu berkata dengan hati-hati, "Yang Mulia sudah berjanji akan memberi hamba surat pernyataan tadi malam. Kapan kira-kira Anda akan membuatnya?"Alis Kaisar sedikit berkerut, wajahnya tampak murung.Jantung Lyra berdebar kenc

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status