Kaisar benar-benar semaunya sendiri. Demi Lyra, dia sama sekali mengabaikan protes rakyat dan para pejabatnya.Tetapi, apa yang bisa dilakukan?Dia adalah Kaisar, dan semuanya ini adalah miliknya. Dia punya hak untuk bersikap sesukanya.Bahkan para pejabat istana yang pernah mendakwa Lyra sebagai pembawa sial bagi bangsa pun menggelengkan kepala dan mendesah tak berdaya.Lupakan saja, dia hanyalah seorang wanita. Selama Kaisar jujur dan tekun dalam urusan negara, mereka akan menutup mata terhadap yang lainnya!Apa lagi yang bisa dilakukan?Para pejabat istana mungkin berpikiran terbuka, tetapi para selir di istana tidak semudah itu.Entah saat mereka secara kompak membantu Lyra meninggalkan istana atau saat mencoba membunuhnya, itu karena mereka tahu posisinya di hati Kaisar sangat besar. Mereka takut dia akan memonopoli kasih sayang Kaisar dan mengganggu keseimbangan yang susah payah mereka pertahankan. Hari ini, setelah semua upaya mereka, Lyra bukannya mati atau berhasil melarikan
Kereta kuda Kaisar dibuat dengan mewah, bagian dalamnya dilapisi karpet bulu Persia yang tebal. Kursi dan sudutnya dilapisi katun lembut, dan bagian luarnya dibalut sutra halus. Bahkan dalam kecepatan tinggi sekalipun, guncangannya tidak akan terlalu terasa.Namun, meskipun kereta itu luas, Kaisar bersikeras memangku Lyra, seolah takut dia akan melompat keluar jika melepaskannya.Lyra yang merasa tidak nyaman, mencoba bernegosiasi, "Yang Mulia, izinkan hamba duduk sendiri. Hamba berjanji nggak akan melompat keluar, lagian hamba juga nggak berniat bunuh diri.""Memangnya kau bisa dipercaya?" tanya Kaisar dingin. "Apa karena kau dengar kalau Mario sudah kembali, jadi apa pun yang terjadi, kau mau melihatnya?"Jantung Lyra berdebar kencang, dia mencoba menutupi kepanikan itu dengan nada kesal. "Yang Mulia terus menyebut-nyebut nama Mario. Apa Anda takut hamba nggak akan melupakannya, ya?""Apa kau bisa melupakannya kalau aku tak menyebut namanya?" Kaisar bertanya, tatapannya tajam menusuk
Lyra ikut tersentuh oleh kata-katanya, dan tak kuasa menahan tangis. "Jangan menangis lagi, ini bukan salahmu. Kalau kau tak membawaku ke sini, aku mungkin sudah mati, dan jasadku akan dibawa ke luar kota untuk dibakar!"Lyra pikir ‘Mungkin ini sudah takdirnya, dia sudah ditakdirkan untuk menghadapi ujian ini, maka tak satu pun musibah dapat dihindari.’"Nyonya, apa Anda sudah siap? Kali ini, kita mungkin nggak akan pernah bisa keluar dari Kompleks Istana," seru Kirana.Lyra menangis dalam diam. "Siap untuk apa? Kita jalani saja selangkah demi selangkah. Kalau aku nggak bisa pergi hidup-hidup, maka aku akan keluar sebagai arwah."Kirana menangis semakin keras mendengar kata-katanya.Meskipun mereka selalu bersembunyi selama pelarian ini, mereka telah bepergian ke banyak tempat dan melihat banyak hal yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.Kompleks Istana memang megah, tetapi terasa hampa dari hiruk pikuk kehidupan.Hidup di luar memang keras, tetapi seperti kata Lyra, angin di luar
Lyra tak tahu apa yang salah dengan pria itu, dia kembali memanggil "Yang Mulia" dalam pelukannya."Tidurlah, aku lelah," kata Kaisar dingin.Lyra terdiam dan kembali memejamkan mata.Kaisar masih melingkarkan satu lengan di lehernya dan tangan lain di pinggangnya, dan dalam pelukan dingin namun mesra ini, dia tertidur bersamanya.Selama beberapa hari berikutnya, dia berhenti berbicara dengannya dan melarangnya pergi ke kota. Dia menangani wabah di siang hari dan tidur di kamarnya saat malam hari, tetapi dia tidak memaksakan diri seperti sebelumnya.Lyra tidak tahu mengapa Kaisar bersikap seperti itu, tetapi seiring waktu, dia menjadi terbiasa dengan cara hidup berdampingan yang dingin dan penuh hormat ini.Mengetahui Kaisar akan datang malam itu, dia menyiapkan dua bantal dan bahkan menyisakan ruang di sisi tempat tidur untuknya.Selama Kaisar tidak mempermalukannya seperti waktu itu, dia tak masalah dengan apa pun. Ketika wabah di kota mulai terkendali secara efektif dan upaya penge
Seindah apa pun capung, dia hanya menyukai kupu-kupu.Jadi, kebaikan yang ditunjukkannya hanyalah apa yang menurutnya baik, bukan kebaikan yang diinginkannya.Yang dia inginkan hanyalah Mario.Suara langkah kaki terdengar di belakangnya, tetapi Kaisar tetap berdiri diam.Jubah abu-abu putih disampirkan lembut di bahunya.Kaisar menoleh dan bertemu pandang dengan tatapan yang sama seperti dirinya di balik topeng besi hitam.Dia tidak berbicara, begitu pula Pangeran Andre. Kedua bersaudara itu duduk diam di tengah malam, hanya terdengar gemerisik bunga pir.Entah sudah berapa lama, suara Kaisar yang agak lelah memecah keheningan, "Kau mau apa ke sini?"Pangeran Andre tidak melantunkan doa atau pun menyebut dirinya sebagai petapa. Dia hanya sedang menjadi seorang kakak, lalu berkata dengan tenang, "Kau sudah di sini selama beberapa hari, tapi kita belum sempat bicara dengan baik."Kaisar mendengus, "Nggak ada yang perlu kita bicarakan."Sorot mata Pangeran Andre tetap tenang, dia mengabai
Semua orang di rombongan berdiri di sana, memperhatikan gadis kecil yang menangis dalam diam.Ibu gadis kecil itu terlambat menyadari ada yang tidak beres. Meskipun dia tidak mengenali Kaisar, dia mengenali seragam resmi yang dikenakan oleh pejabat lokal. Dia ketakutan, lalu segera menarik anaknya yang menangis untuk berlutut dan bersujud berulang kali.Dia bahkan tidak tahu hukum apa yang telah dia langgar dengan memukuli anaknya sendiri, selain bersujud, dia tidak tahu bagaimana cara mengakui kesalahannya.Pejabat lokal itu pun sama bingungnya dengan dirinya. Melihat Kaisar berdiri diam, dia pun tidak berani bergerak.Dalam keheningan yang mencekam, Roni berjalan masuk ke toko itu.Sesaat kemudian, dia muncul kembali dengan hiasan rambut berbentuk kupu-kupu dan membungkuk untuk menyerahkannya kepada gadis kecil yang tampak ketakutan itu.Gadis kecil itu tidak berani mengambilnya, menatapnya dengan takut-takut dan mata berkaca-kaca. Roni membungkuk lebih rendah lagi dan secara pribad