Share

Bab 2

Author: Viona
Lyra gemetar, keputusasaan membanjiri dirinya seperti air pasang.

Dia telah bertahan di istana ini selama lima tahun, dan rasa sakit serta kepahitan yang dialaminya sungguh tak terlukiskan. Satu-satunya keyakinan yang membuatnya bertahan adalah bahwa dia dapat meninggalkan istana saat berusia dua puluh tahun.

Sekarang, penantian itu hanya tersisa tiga hari lagi. Jika dia tidak dapat meninggalkan istana karena menjadi wanitanya Kaisar, itu akan lebih menyakitkan daripada kematian.

Jika itu orang lain, dia dapat menendangnya, mencakarnya, menggigitnya, atau bahkan membunuhnya dan mati bersamanya.

Tetapi dia adalah seorang Kaisar.

Penguasa dunia, penguasa tertinggi.

Dia tidak akan mampu menanggung konsekuensi pemberontakan terhadap Kaisar.

Dia pun memejamkan mata, air mata diam-diam mengalir dari sudut matanya.

Pada saat itu, suara melengking kasim istana tiba-tiba terdengar dari luar, "Selir Sienna, Anda dilarang masuk."

"Cepat minggir! Dasar pelayan nggak berguna!"

Dengan omelan itu, akhirnya pintu istana didorong terbuka, dan suara langkah kaki tergesa-gesa terdengar masuk ke bagian dalam istana.

Kaisar Alvaren sedikit mengernyit, dia lalu bangkit dan turun dari ranjang.

Lyra pun turun dari tempat tidur Kaisar dengan panik, dan sebelum dia bisa membereskan penampilannya, Selir Sienna Malak, yang mengenakan bulu rubah berwarna seputih salju, sudah berada di hadapannya. Tanpa berkata apa pun, dia langsung mengangkat tangan dan menampar wajahnya.

"Pelayan tak tahu diri! Berani sekali kau merayu Yang Mulia, akan kuhancurkan wajahmu!"

Tubuh Lyra terhuyung setelah dipukul, dia lalu berlutut dengan penampilan acak-acakan.

Wajahnya terasa sakit, tetapi dia merasakan kelegaan di dalam hatinya.

Bagaimanapun, dia akhirnya bisa melepaskan diri.

Tidak peduli seberapa berengsek si Kaisar, pria itu tetap tidak akan bisa memaksanya di hadapan Selir Sienna.

Ayah Selir Sienna tewas secara heroik di medan perang untuk melindungi Kaisar.

Kaisar merasa berterima kasih atas jasanya yang telah menyelamatkan hidupnya dengan selalu memanjakan Selir Sienna.

Selama Selir Sienna tidak bersaing dengannya untuk memperebutkan tahta, dia tidak akan menyalahkannya bahkan jika dia menghancurkan langit sekalipun.

Selir Sienna menatap Lyra yang masih berlutut di lantai. Dia merasakan amarah membuncah saat melihat kulit putih tubuhnya yang terbuka lebar dan bibirnya yang bengkak. Dia kemudian menendang dadanya.

"Dasar penggoda, makhluk rendahan, beraninya bermimpi tidur dengan Kaisar pakai tubuhmu itu, hah! Apa kau nggak sadar diri?!"

Melihat tendangan itu akan mengenai Lyra, Kaisar segera meraih Selir Sienna dan memeluknya.

"Sudah cukup, hentikan. Kalau kamu pikir dia menyebalkan, suruh saja dia pergi. Ini sudah larut malam, kalau kamu marah, nanti malah nggak bisa tidur."

Selir Sienna bersandar di pelukan Kaisar, wajahnya yang cerah dan flamboyan dipenuhi dengan kesombongan. Dia berkata, "Pergi kau! Demi Yang Mulia, aku akan memaafkanmu kali ini. Kalau kau berani merayu Yang Mulia lagi, kubuat kau menderita!"

Lyra bersujud dengan hormat, meraih jubah luarnya yang robek dengan satu tangan, dan perlahan keluar dari sana.

Tatapan mata Kaisar mengikutinya, dan gelombang gelap melonjak di matanya yang dalam.

"Yang Mulia, kenapa Anda masih menatapnya? Aku kan sudah ada di depanmu!"

Selir Sienna menarik tangan Kaisar dan meletakkan di dadanya seraya berkata, "Aku sangat marah sampai dadaku terasa sesak. Yang Mulia, cepat bantu aku mengusapnya."

Lyra sudah sampai pintu ketika mendengar Kaisar tertawa pelan di belakangnya. Tidak tahu apa yang dia katakan, tetapi itu bisa membuat Selir Sienna tertawa cekikikan.

Lyra pun menghela napas panjang dan lega, tubuhnya yang tegang perlahan menjadi tenang. Dia melangkah melewati ambang pintu dengan langkah gontai.

Di luar pintu, Kepala Kasim Toni dan beberapa kasim sedang menunggu di koridor. Mereka agak canggung saat melihatnya keluar dengan pakaian acak-acakan.

Saat itu musim dingin dan angin malam berhembus kencang. Toni tidak tega melihatnya seperti itu, jadi dia melepas mantelnya dan memakaikan di pundaknya.

"Udara malam ini sangat dingin. Kamu cepat kembali, rendam kakimu dalam seember air panas, dan tidurlah dengan nyenyak. Matahari akan terbit besok, dan akan menjadi hari yang baru."

Lyra tidak menolak kebaikannya. Dia meraih mantel itu dengan kedua tangan, membungkuk dalam-dalam kepadanya, lalu menegakkan punggungnya dan berjalan menembus dinginnya malam.

Dia sengaja berjalan sangat lambat dan kembali ke tempat para dayang istana tinggal. Saat itu semua lampu di kamar sudah dimatikan.

Dengan begitu, tidak seorang pun akan melihat penampilannya.

Dia mengencangkan mantel dan berjalan ke kamarnya dalam kegelapan.

Saat melewati sebuah pintu, dia mendengar seseorang berbicara di dalam dan menyebut namanya.

"Memangnya siapa itu Dayang Lyra? Bagaimana mungkin orang bisu bisa bekerja di Istana Langit Emas?"

"Kamu nggak tahu? Dia itu putri ketiga Keluarga Bangsawan Serena."

"Nggak mungkin, bagaimana bisa seorang putri bangsawan menjadi dayang istana?"

"Ceritanya panjang. Waktu Yang Mulia masih menjadi Pangeran Keempat, Keluarga Bangsawan Serena masih menjabat sebagai Adipati. Saat itu Yang Mulia dan putri sulung mereka, Rania Serena saling jatuh cinta."

"Adipati Andrian Serena, ayahnya Lyra berpikir bahwa Yang Mulia saat itu nggak punya masa depan, jadi dia pisahkan mereka secara paksa dan menikahkan putri sulung itu dengan Pangeran Ketiga yang memiliki harapan paling besar untuk naik tahta."

"Tapi kemudian, Yang Mulia malah membalikkan keadaan. Saat berhasil jadi Kaisar, Adipati Andrian adalah orang pertama yang dihukum olehnya. Dia diturunkan pangkatnya dari Adipati menjadi Bangsawan."

"Karena putus asa, Andrian mengirim putri ketiganya yang lahir dari seorang selir ke istana. Di depan umum, dia kelihatan seperti pelayan yang bertugas melayani Yang Mulia, tapi kenyataannya, dia hanya dijadikan sebagai pelampiasan Yang Mulia saja."

"Oh, ternyata begitu. Apa dia terlahir bisu?"

"Nggak, dia baik-baik saja saat masuk ke sini. Kemudian, karena menyinggung Selir Sienna, dia diberikan semangkuk obat, sejak saat itu dia nggak bisa bicara."

"Ya Tuhan, Selir Sienna kejam sekali…"

Suara napas terengah-engah terdengar di ruangan itu.

"Tapi dia sudah bisu, kenapa Yang Mulia masih menahannya di istana? Apa jangan-jangan Yang Mulia beneran suka padanya?"

"Mana mungkin? Yang Mulia sangat membencinya dan memperlakukannya sebagai pelampiasan. Yang Mulia selalu menghinanya setiap hari."

"Berarti, nasibnya sangat menyedihkan. Untungnya dia mampu bertahan dan akan segera meninggalkan istana ini."

"Kurasa nggak akan semudah itu. Kalau dia pergi, amarah Yang Mulia mau lampiaskan ke mana lagi? Dia bisa pergi atau nggak, itu tergantung pada kemauan Yang Mulia."

Lyra mendengarkan obrolan mereka cukup lama tanpa reaksi apa pun, tetapi kalimat terakhir itu terasa seperti belati yang menusuk hatinya.

Apa Kaisar benar-benar tidak akan membiarkannya pergi?

Jika dia tidak melepaskannya, bukankah penderitaannya selama ini akan sia-sia?

Tidak bisa.

Dia tidak bisa tinggal lebih lama lagi di istana ini. Dia harus mencari jalan keluar apa pun yang terjadi.

Tetapi jalan keluar seperti apa?

Siapa lagi orang di istana ini yang bisa membuat Kaisar berubah pikiran?

Dia kembali ke kamarnya dengan perasaan linglung, duduk dalam kegelapan dan berpikir lama, sampai tubuhnya membeku dalam kedinginan. Lalu, dia meringkuk dan tertidur dalam kegelapan.

Keesokan paginya, saat fajar menyingsing, dia keluar dari selimut yang tidak hangat sama sekali sepanjang malam, lalu mengambil seember air yang hampir beku di sudut kamar untuk mencuci wajah dan menyisir rambutnya.

Awalnya, dia memiliki dua dayang yang berada di bawah perintahnya, mereka sangat rajin mengambilkan air dan makanan untuknya setiap hari.

Namun, ketika mereka mendengar bahwa dia akan meninggalkan istana, keduanya ingin mengambil alih pekerjaannya, jadi mereka saling menjegal secara diam-diam. Akibatnya, mereka secara tidak sengaja tertangkap oleh Kepala Kasim Toni yang mengirim mereka ke Pengadilan Istana saat itu juga. Sehingga menyebabkan dia tidak memiliki seorang pun untuk melayaninya dan dia jadi kerepotan untuk melakukan apa pun sendiri.

Untungnya, dia akan meninggalkan istana dalam tiga hari. Setelah kembali ke rumah, tidak peduli sebenci apa pun ayahnya padanya, ayahnya pasti akan tetap menugaskan beberapa pelayan untuk melayaninya.

Sambil berpikir, dia mengenakan pakaiannya dan pergi ke istana untuk melaksanakan tugasnya di tengah hembusan angin pagi yang dingin.

Kaisar bangun pukul lima untuk menghadiri rapat pagi, dan tugasnya sekarang adalah merapikan tempat tidur yang telah ditiduri Kaisar.

Setelah apa yang terjadi tadi malam, dia tidak berani lagi bertemu dengan Kaisar. Jadi, dia memperkirakan waktu dan sengaja datang sedikit terlambat.

Dia berpikir Kaisar pasti telah pergi, tetapi ketika memasuki pintu, dia malah bertemu dengan Kaisar yang memasang wajah dingin.

Jantung Lyra berdebar kencang, dan dia berlutut untuk memberi hormat pada Kaisar.

Dia bisu dan tidak bisa mengucapkan apa pun, jadi dia hanya bisa menundukkan kepalanya dalam-dalam dan mengungkapkan rasa hormatnya dengan tindakan yang sangat rendah hati.

Sorot mata dingin Kaisar tertuju ke leher putihnya, dan setelah beberapa saat dia berkata dengan lembut, "Setelah hari ini, masih tersisa dua hari lagi. Apa kamu pikir bisa aman melewatinya dengan bersembunyi dariku?"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 130

    Kaisar merasakan tangan kecil di telapak tangannya menegang sejenak, seolah ingin menariknya keluar, tetapi dia terlalu malu untuk benar-benar menariknya keluar.Sepertinya Lyra masih menolaknya.Namun, ini hal yang wajar.Setelah kejadian sebelumnya, dia tidak berharap Lyra akan langsung menerimanya sepenuh hati.Damian berkata bahwa dia harus bersabar.Lagipula, dia punya banyak waktu, jadi dia tidak keberatan menunggu sedikit lebih lama.Memikirkan hal itu, dia berkata dengan lembut, "Aku hanya khawatir kau akan kedinginan, jadi aku memintamu untuk kembali dan beristirahat lebih awal. Jangan khawatir, kita akan tetap tidur terpisah."Lyra benar-benar merasa terkejut. Sejak bertemu Kaisar, dia tidak pernah sebaik ini.Namun, siapa yang peduli? Selama dia tidak dipaksa tidur dengannya, tidak ada masalah.Mari kita lalui malam ini saja dulu.Dia mengikuti Kaisar ke kamar dengan patuh, membantunya mandi dan berganti pakaian, lalu berbaring di tempat tidur Kaisar.Kaisar belum mengantuk

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 129

    Kaisar lanjut berkata, "Kalau ibumu bersedia meninggalkan Keluarga Serena, aku akan mengambil keputusan untuknya. Jika dia nggak mau, aku akan meminta Toni memperingatkan semua orang di keluarga itu untuk nggak menindasnya. Bagaimana kalau begitu? " Lyra sebenarnya ingin membujuknya, tetapi sebelum dia melakukan apa pun, Kaisar malah berinisiatif untuk menenangkannya dan berbicara dengan lembut kepadanya. Sebagai seorang Kaisar, dia tidak bisa meminta lebih banyak untuk seorang selir menteri. Lyra hanya bisa mengangguk dan berterima kasih padanya. Kaisar sangat senang karena dia berperilaku baik dan patuh, dan amarahnya pun mereda. Begitu amarahnya mereda, dia merasa lapar, lalu berteriak ke luar untuk memberi tahu Damian agar menyiapkan makan malam. "Aku belum makan seharian." Dia mengusap perutnya dan berkata, "Kamu pasti juga lapar, tunggu sebentar untuk temani aku makan, lalu tidurlah yang nyenyak. Setelah pertemuan besok pagi, aku akan menyuruh Toni pergi ke rumahmu." Lyra m

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 128

    Lyra menarik napas dalam-dalam, mengatur ekspresinya, dan melangkah maju dengan hormat sambil menundukkan kepala. Dia berlutut dan bersujud tiga langkah darinya.Kaisar tidak menyangka Lyra akan datang. Jantungnya berdebar kencang. Mata elangnya menatap Lyra dari atas ke bawah.Setelah beberapa saat, dia mendengus dan berkata, "Bukannya kau nggak mau berurusan denganku lagi? Kenapa kau ke sini lagi?"Sebelum Lyra bergerak, Damian tersenyum dan mengambil kesempatan, lalu berkata, "Hamba sudah memberi tahu bahwa Yang Mulia sudah menghukum Bangsawan Andrian. Oleh karena itu, Lyra datang untuk berterima kasih kepada Yang Mulia.""Benarkah?" Kaisar sama sekali tidak mempercayainya. Dia mengubah posisinya, menekuk satu kaki, dan meletakkan lengan di atasnya. Jari-jemarinya yang ramping dengan santai memainkan untaian manik-manik cendana merah. Terakhir kali dia memberikan untaian manik doa miliknya kepada Damian, dia lalu menggantinya dengan untaian manik-manik cendana merah dan baru menggu

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 127

    Lyra sedikit terkejut, lalu mencibirnya.Dia berkata tidak akan masalah membunuhnya, tetapi pada akhirnya dia hanya dilucuti gelarnya.Meskipun pencabutan gelarnya memang merupakan hukuman yang sangat berat bagi Bangsawan Andrian, apa itu bisa menebus penderitaan ibunya?Gelarnya dicabut, tetapi dia tetap bisa hidup mewah, tetapi ibunya sudah kehilangan satu jarinya.Ibunya telah menunggu putrinya kembali selama lima tahun ini, tetapi sekarang dia malah mengalami penderitaan seperti itu.Bagaimana dengan rasa sakit di hati ibunya?Ibunya yang malang pasti sedang menangis saat ini, ‘kan?Mungkin Bangsawan Andrian marah dan terhina karena pencabutan gelarnya, dan dia akan kembali melampiaskan amarahnya kepada ibunya lagi.Sedangkan, istri pertama dan para selir lainnya dalam keluarga, entah bagaimana mereka akan mempermalukan dan menyiksa ibunya.Kaisar memperlakukan Bangsawan Andrian dengan begitu santai, seharusnya itu karena dia masih berguna baginya, dan mustahil baginya untuk membun

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 126

    Ternyata Fiona yang masuk membawa nampan berisi teh dan camilan."Lyra, Kaisar khawatir kamu akan lapar, jadi memintaku membawakan teh dan camilan untukmu." Sambil berbicara, dia meletakkan nampan di meja kecil di samping tempat tidur.Lyra tidak berkata apa-apa, menatapnya dengan mata merah.Fiona melirik ke luar dan berkata dengan keras, "Cepat makan, jangan sampai kamu lapar."Setelah itu, dia segera menarik tangan Lyra dan memasukkan bola kertas kecil ke tangannya.Lyra tertegun, dan sebelum dia sempat bertanya lebih lanjut, Fiona sudah melangkah pergi, "Lyra, cepat makan, aku akan datang lagi untuk membersihkannya nanti."Ucapnya sambil menutup pintu dan pergi.Lyra menggenggam bola kertas itu erat-erat, jantungnya berdebar kencang, dia berlari ke balik pintu, menyandarkan punggungnya ke pintu, dan membuka bola kertas itu dengan tangan gemetar.Hanya ada empat huruf dengan goresan tegas dan penuh semangat, [Hatiku setegar batu karang!] Tenggorokan Lyra tercekat, dan air matanya p

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 125

    Bangsawan Andrian akhirnya menyadari bahwa dia bukan hanya gagal mendapat untung, tetapi juga sudah membuat Kaisar marah. Dia segera bangkit dan bersujud memohon belas kasihan, "Yang Mulia, mohon ampuni hamba. Hamba bingung dan salah memahami kehendak Yang Mulia. Hamba bersalah. Mohon maafkan hamba, Yang Mulia!""Memaafkanmu?" Kaisar mencibir, "Kalau aku memaafkanmu, bukannya itu berarti aku membiarkanmu berbuat sewenang-wenang? Melindungi kejahatanmu? Apa menurutmu ini adil untuk Lyra dan ibunya?"Bangsawan Andrian tertegun dan berkata dengan was-was, "Ibunya hanyalah seorang selir, dan dia juga...""Kau masih berani berdalih?" Kaisar berkata dengan marah, "Sepertinya kau nggak menyesal sama sekali dan nggak sadar sama kesalahanmu. Pengakuanmu ini jelas tak tulus!""Nggak, bukan begitu Yang Mulia. Hamba benar-benar menyesal dari lubuk hati. Hamba sadar kalau hamba salah. Mohon maafkan hamba, Yang Mulia." Bangsawan Andrian berulang kali meminta maaf dan menoleh memanggil Lyra, "Anak b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status