Share

Bab 3

Penulis: Viona
Lyra tetap berlutut di lantai, dia bahkan tidak berani bernapas.

Untungnya, Kaisar harus pergi ke aula utama untuk rapat pagi, jadi dia tidak bisa membuang waktu. Dia menatapnya dalam diam sejenak, lalu melangkah melewatinya dan berjalan keluar pintu.

Lyra masih berlutut sampai dia tidak bisa lagi mendengar langkah kakinya, lalu perlahan bangkit dan pergi ke dalam.

Beberapa dayang istana mengikutinya, mengawasinya membuka jendela untuk sirkulasi udara, membersihkan ranjang, melipat selimut, merapikan kamar, dan mengganti aroma terapi yang menenangkan dengan wangi anggrek yang menyegarkan.

Setelah merapikan bagian dalam dan luar, memastikan semuanya sudah bersih, dia lalu membawa pakaian kotor Kaisar untuk dicuci dan dicatat. Setelah itu, mereka baru bisa pergi sarapan.

Setelah sarapan dan menyelesaikan beberapa urusan kecil, saat menjelang tengah hari, mereka mulai mempersiapkan ruangan untuk tidur siang Kaisar.

Mungkin karena ada urusan penting hari ini, Kaisar tidak kembali sampai siang.

Begitu Lyra mendengar bahwa makan siang akan disiapkan, dia memanggil beberapa dayang istana untuk merapikan ranjang Kaisar.

Sebenarnya, ranjang itu sudah dirapikan sejak pagi. Namun demi kehati-hatian, perlu diperiksa kembali dari dalam ke luar untuk mencegah siapa pun mengutak-atik ranjang itu.

Meskipun kemungkinan ini hampir mustahil.

Tetapi nyawa Kaisar sangat berharga, jadi tidak berlebihan untuk memeriksanya berkali-kali.

Lyra menunjukkan dan memberi contoh, dia dengan hati-hati mengajarkan setiap langkah kepada beberapa dayang istana baru.

Pada saat itu, murid dari Kepala Kasim Toni, Kasim Raka, masuk dengan cepat dan berbisik di telinga Lyra, "Lyra, guru bilang, kakakmu sudah buat Yang Mulia marah, jadi dia memintamu segera pergi setelah bersihkan kamar, biar nggak bertemu Yang Mulia."

Lyra terkejut, dia pun mengangguk tanpa suara, dan memberi isyarat terima kasih kepada kasim itu.

Raka lalu pergi dengan tergesa-gesa.

Lyra juga mempercepat gerakannya.

Siapa sangka begitu dia selesai bersihkan ruangan dan melangkah keluar pintu bersama beberapa dayang istana, Kaisar sudah ada di sana dengan ditemani oleh sekelompok orang.

Lyra pun diam-diam mengutuk nasib buruknya, dan dengan cepat mundur ke sisi pintu lalu berlutut bersama para dayang istana lainnya. Mendengar langkah kaki yang mendekat, dia mencoba menundukkan kepalanya lebih dalam lagi.

Kenapa bisa kebetulan sekali sih?

Jika dia tidak tahu bahwa Kaisar membencinya, dia pasti akan curiga Kaisar sengaja menghalanginya.

Kaisar dengan cepat menaiki tangga, berhenti sebentar di pintu, dan mencari sosok Lyra di antara para dayang istana.

Lyra mengerutkan bibirnya, dan setiap bagian tubuhnya menegang.

Setelah beberapa saat, Kaisar menarik kembali pandangannya dan melangkah masuk ke ruangan.

Lyra menghela napas lega, dan tepat saat dia hendak bangkit dan pergi, dia mendengar suara Kaisar bertanya dari dalam, "Siapa yang bereskan ranjang?"

Wajah Toni berubah, dan dia secara intuitif merasa ada yang tidak beres. Dia langsung menatap ke arah Lyra.

Beberapa dayang istana juga menatapnya dengan gemetar.

Lyra tersenyum pahit di dalam hatinya.

Dia sendiri yang merapikan ranjang, dan dia telah merapikan ranjang itu selama lima tahun, jadi tidak mungkin ada yang salah.

Kaisar hanya sedang mencari-cari alasan untuk menindasnya.

Dia melambaikan tangannya dan meminta para dayang lain untuk pergi terlebih dahulu. Dia menarik napas dalam-dalam, menggenggam tangannya di depan dada, dan berjalan masuk dengan berusaha tegar.

Kaisar berdiri di samping ranjangnya dengan tangan di belakang, alisnya yang seperti pedang sedikit mengernyit. Begitu dia mendengar langkah kaki Lyra, dia langsung menatap ke arah datangnya suara.

Lyra merasa makin gelisah. Tapi dia tetap berusaha tegar, berjalan mendekat dan berhenti sejauh tiga langkah darinya, lalu berlutut untuk memberi hormat, diam menunggunya memberi masalah.

Kaisar tidak mengatakan apa pun, matanya tertuju pada bulu mata Lyra yang terkulai.

Bulu matanya sangat panjang, lentik, dan lebat, seperti sepasang kupu-kupu yang hinggap di tepi danau.

Matanya seperti dua danau.

Begitu bening, murni, dan tenang.

Dia selalu seperti ini, tidak peduli kapan pun, dia selalu tampak pasrah menerima takdirnya.

Tampaknya, takdir apa pun yang diberikan padanya, dia akan menerimanya semua, dan bahkan bersyukur atasnya.

Namun, Kaisar tahu bahwa hatinya tidak seperti itu.

Lyra Serena yang bersembunyi di balik penampilannya yang lembut, tidak pernah berniat untuk pasrah menerima takdirnya.

"Ada sehelai rambut jatuh di ranjang, rambut siapa itu?" tanya Kaisar dingin.

Lyra menatapnya dengan terkejut.

Dia tidak tahu apakah itu benar atau hanya sengaja ingin mempersulitnya.

Kaisar seperti memahami makna tatapannya dan mencibir, "Aku nggak sebosan itu, kamu lihat saja sendiri."

Lyra menuruti perintah itu, bangkit dan berjalan ke ranjang untuk memeriksa.

Ranjang itu sangat besar, dan selimut hari ini disulam dengan pola bunga-bunga berwarna biru safir yang indah. Jadi kalau sehelai rambut jatuh di atasnya, pasti susah ditemukan.

Lyra membungkuk dan mencari dengan saksama.

Kaisar tidak memberikan instruksi apa pun, hanya memperhatikannya dengan dingin.

Dia terlalu kurus dan gerakan membungkuk semakin mengencangkan pakaian di punggungnya, membuat pinggangnya yang ramping terlihat sangat tipis sehingga tampak bisa patah dengan sedikit cubitan.

Dia menundukkan kepalanya, dan tulang belakang lehernya terlihat jelas, garis tipis itu memanjang hingga ke bagian dalam kerah. Sungguh pemandangan yang membuat orang merasa kasihan.

Suasana hati Kaisar seperti sedang disentuh dengan lembut oleh sesuatu. Entah kenapa, dia lalu mengulurkan tangannya, dan jari-jemarinya menyentuh leher wanita itu.

Lyra yang tengah berkonsentrasi mencari rambut itu pun tiba-tiba merasakan sebuah tangan menyentuh belakang lehernya, membuatnya sangat kaget dan ketakutan hingga dia berteriak. Secara naluriah, dia menepis tangan itu dan bersembunyi seperti kelinci yang ketakutan.

Kemudian dia menyadari itu adalah tangan Kaisar, dan wajahnya tiba-tiba menjadi pucat. Lyra menatapnya tanpa daya, bahkan napasnya hampir terhenti.

Kaisar menatapnya dengan dingin, sorot matanya yang gelap seperti jurang, dan seluruh tubuhnya memancarkan aura dingin. Dia lalu berjalan ke arahnya selangkah demi selangkah.

Lyra merasa ketakutan dan putus asa. Dia lalu mundur selangkah demi selangkah saat Kaisar mendekatinya. Dia melihat aura pembunuh berdarah dingin di tatapan mata Kaisar yang dalam.

Kaisar muda itu bukanlah orang baik.

Dalam pertempuran memperebutkan tahta lima tahun lalu, dia dengan tega membunuh tiga dari empat saudara lelakinya. Sedangkan Pangeran Ketiga, yang merupakan saudara kembarnya, dipenjara di Istana Pengasingan seumur hidup.

Kebrutalan pertempuran itu begitu dahsyat hingga tak dapat terlukiskan hanya dengan darah, hujan, angin, tumpukan mayat, dan lautan darah. Mereka yang mengalaminya dan selamat secara kebetulan semuanya mengalami trauma dan selalu terbangun dari mimpi buruk di tengah malam.

Semua orang merasa takut pada Kaisar yang kejam ini, tidak terkecuali ayahnya Lyra.

Itulah sebabnya dia mengancam Lyra dengan nyawa ibunya, memaksanya masuk istana untuk melayani Kaisar agar mencegah kemarahan Kaisar dilampiaskan pada kakaknya.

Sementara suami kakaknya, Andre Sora, tepat adalah Pangeran Ketiga yang dipenjara di Istana Pengasingan.

Terkadang Lyra tidak dapat memahami mengapa Kaisar tidak langsung membunuh Pangeran Ketiga. Apa itu karena dia masih peduli dengan kakak kembarnya atau apa dia sengaja ingin menyiksa kakaknya?

Tetapi tidak peduli apapun alasan Kaisar melakukannya, faktanya dia adalah korban yang tidak bersalah.

Melihat pembunuh ini mendekatinya selangkah demi selangkah, pikiran Lyra menjadi kosong dan secara naluriah mengambil langkah mundur saat dia mendekatinya.

Istana Langit Emas terlalu besar, saking besarnya hingga membuatnya takut. Dia tidak tahu harus mundur sampai kapan.

Pada saat itu, suara Toni tiba-tiba terdengar dari luar pintu, "Yang Mulia, Putri Rania pingsan di luar gerbang istana."
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 356

    Kaisar menundukkan kepala, membungkukkan pinggang rampingnya, dan tanpa ragu mencium bibir Lyra yang terkatup rapat karena kesal.Lyra tak bisa menghindar, jadi dia menggertakkan giginya sebagai perlawanan terakhir.Kaisar mengerang pelan, tangan yang menopang dagunya meluncur turun ke lekuk lehernya, lalu menekannya lembut di satu titik.Lyra tanpa sadar menjerit pelan, lidah Kaisar akhirnya memanfaatkan kesempatan itu untuk menembus paksa mulutnya yang setengah terbuka, membangkitkan badai gairah di dalam mulutnya.Lyra membeku, dengan perasaan terhina dan pasrah menanggung badai nafsu yang dibawanya.Meskipun pemandangan musim semi yang semarak, hatinya terasa seperti tertinggal di tengah dinginnya musim dingin.Dia menutup matanya, tak lagi melihat, tak lagi berpikir...Gairah Kaisar yang membara tak terbalas, dia perlahan menghentikan gerakannya. Melihat matanya terpejam rapat, bulu matanya yang gemetar basah oleh air mata, dia tertegun. Hasrat membara di hatinya terasa seperti d

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 355

    Kaisar melihat keseriusan Lyra dan berasumsi bahwa apa pun yang akan dia katakan bukanlah sesuatu yang menyenangkan hati.Namun, dia menatapnya tajam, bayangan dirinya terpantul di matanya yang jernih bak danau itu.Setidaknya saat ini, di mata wanita itu hanya ada dirinya."Sungguh, katakan saja. Aku janji nggak akan marah," dia meyakinkannya, nadanya luar biasa lembut, seperti awan yang perlahan melayang di langit yang biru.Lyra menatapnya sejenak, mengingat tatapannya yang mematikan saat terakhir kali dia meminta obat kontrasepsi. Pikirannya berkecamuk, dan pada akhirnya, dia tetap masih tak berani bicara.Namun, Kaisar menatapnya, masih menunggunya bicara. Jika dia mengalihkan pembicaraan begitu saja, Kaisar pasti tak akan membiarkannya.Dia berpikir sejenak, lalu berkata dengan hati-hati, "Yang Mulia sudah berjanji akan memberi hamba surat pernyataan tadi malam. Kapan kira-kira Anda akan membuatnya?"Alis Kaisar sedikit berkerut, wajahnya tampak murung.Jantung Lyra berdebar kenc

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 354

    Tadi malam, dia begitu khawatir hingga tak memperhatikan apa pun. Hari ini, begitu melangkah keluar kamar, dia melihat dua pohon pir tua di halaman, dengan bunga seputih salju.Angin sepoi-sepoi bertiup, memenuhi halaman dengan aroma lembut bunga pir.Di bawah pohon itu berdiri sebuah kursi goyang anyaman, kosong dan dipenuhi kelopak bunga yang berserakan di atasnya.Lyra sangat menikmatinya. Dia berjalan mengelilingi pohon beberapa kali, merasa lelah, lalu membersihkan kelopak bunga, dan berbaring di kursi untuk beristirahat.Kursi itu bergoyang pelan, menimbulkan suara berderit halus.Kelopak bunga terus berjatuhan seperti kepingan salju yang segera menutupi tubuhnya.Dia memejamkan mata, dalam keadaan setengah tertidur, di tengah suara samar para petapa membaca doa dan ketukan kayu, dia berpikir bahwa menjadi petapa sama sekali tidak buruk.Mencukur rambut, kenakan jubah, menjauh dari kekhawatiran hiruk-pikuk duniawi, sendirian dalam kedamaian dan kebebasan.Celakanya, takdirnya mem

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 353

    Lyra takut dia akan berulah lagi, jadi berkata lirih, "Hamba bukannya nggak mau, tapi hamba takut akan menularkan penyakit pada Yang Mulia. Tubuh Anda sangat berharga, dan tak boleh sedikit pun terluka.""Aku nggak takut. Kita juga sudah melakukannya, kalau memang tertular, sudah sejak tadi tertularnya."Kaisar bersikap tegas. Dia langsung melepas sepatu dan mantelnya, mengangkat selimut, dan tanpa sungkan masuk ke dalamnya, lalu menarik Lyra ke dalam pelukannya.Tempat tidur kecil itu tiba-tiba terasa sesak, membuat Lyra tak punya tempat untuk bersembunyi. Dia memiringkan kepala dan mendesah pelan.Tangan Kaisar menyelinap di bawah lehernya, memaksa kepalanya berputar dan menekannya ke leher Kaisar.Kaisar tahu Lyra enggan.Terus memangnya kenapa?Seberapa pun enggannya, dia kini berada dalam pelukan Kaisar.Dia memejamkan mata, merasakan napas hangat Lyra menerpa telinganya, perasaan tenang dan puas menyelimuti hatinya, dia merasakan kedamaian dan ketenangan, seolah akhirnya semuanya

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 352

    Lyra melihat ekspresi Kaisar dan tahu bahwa kesabarannya sudah habis. Dia sebenarnya juga mengerti bahwa Kaisar sudah melangkah sejauh ini untuknya, itu saja sudah sulit baginya.Namun, dia tidak punya cara lain untuk menyelamatkan Roni, jadi dia terpaksa memanfaatkan rasa bersalah Kaisar saat ini dan bersikap keras demi bertahan."Aku mau dua-duanya. Kau harus buat surat pernyataannya sekarang, dan setelah kembali ke ibu kota, kau harus memberinya Lencana Emas Pengampunan."Kaisar sangat marah dan tak bisa berkata-kata lagi.Dia benar-benar tahu cara memanfaatkan orang lain.Dia bahkan menginginkan keduanya.Mengapa dia tidak sekalian saja meminta Roni sebagai hadiah untuknya?Apakah dia menyadari bahwa dirinya sekarang adalah seorang buronan dan bahwa Kaisar memimpin pasukan ke sini untuk menangkapnya?Apa haknya sebagai seorang buronan untuk bernegosiasi dengannya?Dia sudah keterlaluan!Kaisar memelototinya dengan penuh amarah, tatapannya perlahan berubah dingin dan mengancam.Lyra

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 351

    Setelah Kaisar memberi instruksi kepada Pangeran Andre, dia memintanya untuk pergi keluar dan membuatkan obat untuk Lyra.Karena khawatir Pangeran Andre mungkin tak bisa dipercaya, Kaisar mengancamnya, "Rania sangat merindukanmu di ibu kota."Ekspresi Pangeran Andre sedikit berubah, lalu dia tersenyum kecut. "Jangan khawatir, aku sekarang sudah melepaskan diri dari urusan duniawi. Kalau nggak, aku pasti sudah bertindak sejak hari pertama bertemu Lyra.""Aku lebih suka menghabiskan hidupku di sini dengan pelita dan kitab suci. Satu-satunya harapanku adalah Rania bisa hidup dengan tenang. Kau menahannya bukannya agar bisa terus mengendalikanku, kan? Jadi, tolong jangan mempersulit hidupnya.""Itu tergantung pada sikapmu," kata Kaisar acuh tak acuh. "Kalau kau baik, dia baik. Kalau kau macam-macam, dia akan mati!"Pangeran Andre menggenggam manik-manik doanya dan menatapnya dalam diam. "Ternyata kau memang lebih cocok menjadi Kaisar."Kaisar mencibir, bibirnya melengkung mengejek. "Setela

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status