Share

3. Setelah Itu

Jika bukan karena bunyi alarm yang berdering cukup kencang melalui ponselnya, mungkin sampai saat ini Luna masih terlelap dalam mimpi. Matanya terbuka perlahan seiringan dengan pancaran sinar matahari yang sudah berada di atas sana. 

Rasanya Luna masih ingin memejamkan matanya lagi terutama ketika dia merasa jika badannya cukup lelah. Rupanya perempuan itu masih belum sadar dan mengingat tentang apa yang baru saja terjadi tadi malam terhadap dirinya sendiri. Ditambah lagi hanya ada dirinya yang ada di atas kasur berukuran besar. 

Hingga akhirnya ketika Luna baru saja ingin kembali memejamkan matanya, dia tidak sengaja mendengar suara air yang diguyur dari dalam kamar mandi. Ya, kamar ini menyatu dengan kamar mandi. Awalnya Luna masih diam sampai akhirnya secara tiba-tiba ingatannya langsung tertuju pada malam tadi.

Semua hal yang dia lewati seakan terekam dan kini diputar kembali dalam bayangannya. Dia teringat dengan seorang laki-laki yang menolongnya, lalu mereka masuk ke dalam kamar dan...

Detik itu juga Luna benar-benar tersadar jika sedari tadi tubuhnya hanya dibalut oleh selimut tebal yang disediakan oleh kamar ini. Dia tidak memakai apapun. Matanya terbelalak seketika. 

"I-itu berarti tadi malam..." gumam Luna sambil meraba bibirnya dengan jari telunjuknya.

Disaat yang bersamaan, pintu kamar mandi itu terbuka. Menampilkan seorang laki-laki yang baru saja keluar dari dalamnya. Dia menggunakan sebuah kaus berlengan pendek berwarna navy dan celana panjang berwarna hitam. Rambutnya yang masih basah itu dia keringkan dengan handuk yang ada di tangannya.

Lagi-lagi Luna dibuat terkejut ketika dia melihat siapa laki-laki itu. Sementara laki-laki itu hanya menatap Luna sebentar saja lalu kembali fokus mengeringkan rambutnya dengan handuk. 

"Gavriel?" panggil Luna.

Laki-laki itu menoleh, "kenapa?"

Ternyata benar. Batin Luna.

Gavriel pun berjalan mendekati Luna dan memberikan sebuah kain yang dilipat kepada perempuan itu.

"Lo bisa pakai kemeja gue dulu untuk sementara. Dress lo sobek bagian bawahnya dan itu cukup besar. Ini kemeja tadi malam sih, tapi masih bersih," ujar Gavriel sembari memberikan kemeja miliknya yang berwarna hitam.

"Anyway soal dress lo itu, nanti gue ganti. Lo kirim saja alamat rumah lo. Atau kalau lo yang mau beli sendiri, kirim saja nomor rekeningnya. Nanti gue transfer," lanjutnya. Laki-laki itu membalikkan badannya ketika Luna sudah menerima kemeja yang diberikan. 

Luna masih bergeming. Matanya menatap sekitar. Dia baru sadar jika kamar ini sedikit berantakan. Dan yang lebih menyebalkan lagi adalah ketika dia melihat pakaian dalamnya berada di lantai yang jaraknya tidak jauh dari tempat Gavriel berdiri. Matanya langsung membelalak dengan bulat. 

Sampai akhirnya Luna pun memakai itu semua kembali. Menutupi tubuhnya dengan kemeja milik Gavriel yang tentu cukup kebesaran. Padahal laki-laki ini tubuhnya cukup proposional. Namun mungkin karena tubuh Luna yang kecil, jadi membuat kemeja itu seakan menenggelamkan tubuhnya. 

Saat Luna baru saja turun dari kasur dan hendak pergi ke kamar mandi, dia mengaduh karena merasakan rasa perih ketika melangkah.

"Aw..." lirihnya.

Jika tidak berpegangan dengan ujung ranjang, mungkin Luna sudah terjatuh. Hal itu membuat Gavriel menoleh dan langsung menghampiri Luna yang kala itu sedang meringis.

"Lo gapapa?" tanya Gavriel sambil membantu Luna untuk membetulkan posisinya.

Luna menggelengkan kepalanya, "engga, cuma gue merasa perih."

Gavriel tertegun. 

"Lo mau kemana?" tanya Gavriel lagi.

"Kamar mandi," balas Luna.

Tanpa aba-aba, Gavriel pun langsung menaruh tangan kanannya diantara lipatan kedua lutut Luna. Dan tangan kirinya dia gunakan untuk menompang tubuh bagian atas perempuan ini.

"Eh lo mau ngapain?!" tanya Luna dengan panik.

Bukannya menjawab, Gavriel justru malah terus berjalan sambil menggendong Luna. Laki-laki itu pun masuk ke dalam kamar mandi dan mendudukkan Luna pada kloset duduk yang ada di dalamnya. 

"Nanti kalau sudah selesai, teriak saja," ujar Gavriel.

Kemudian laki-laki itu pun berjalan meninggalkan Luna dan menutup pintu kamar mandi. Dia menunggu di luar. 

Rupanya rasa perih itu makin terasa ketika Luna mengeluarkan air dari miliknya. Dia meringis namun harus bisa menahannya. 

Sementara itu, di luar kamar mandi, Gavriel berdiri dan hanyut dalam pikirannya. Terutama ketika dia melihat dan mendengar Luna yang meringis saat berjalan. Ini semua karena dirinya. Jelas Luna merasakan perih sebab semalam adalah malam dimana Gavriel "merobek" sesuatu milik perempuan itu. 

Tapi sekarang yang dia khawatirkan adalah bagaimana nasib perempuan ini. Hari ini Gavriel tidak bisa berada di sampingnya untuk membantu, lantaran beberapa menit lagi dia harus kembali ke kantor karena ada satu hal penting. Mengingat jabatannya sebagai seorang CEO, dia tetap harus profesional. Semalam waktunya untuk bersenang-senang sudah dia dapatkan dan hari ini dia tetap harus kembali fokus dalam pekerjaannya. 

"Gavriel..."

Panggilan itu membuatnya tersadar dan spontan langsung membuka pintu kamar mandi. Dia berjalan menghampiri perempuan itu dan langsung kembali menggendongnya. Gavriel menjatuhkan Luna di atas kasur dengna hati-hati.

"Rumah lo dimana? Biar gue antar pulang. Sekalian gue mau ke kantor jadi bareng saja," ujar Gavriel.

"Duh gak usah. Gue bisa pulang sendiri. Lo kalau mau pergi kerja, gapapa duluan saja," balas Luna.

"Gak mungkin gue ninggalin lo dalam kondisi lo yang seperti ini," jawab Gavriel.

Belum sempat Luna menjawab, sebuah sambungan telfon masuk pada ponsel Gavriel. Nama sekretarisnya terpajang disana.

"Halo?" sapa Gavriel.

["Selamat siang pak Gavriel. Saya hanya mau sekedar mengingatkan kalau sebentar lagi bapak harus mewawancarai calon karyawan baru. Beberapa dari mereka sudah lolos dari wawancara bersama HRD, Pak"].

"Sebentar lagi saya ke kantor," jawab Gavriel. Dia pun langsung menutup sambungan telfon tersebut.

Luna memperhatikannya.

"Sudah, beneran deh gapapa. Kalau lo harus pergi kerja, duluan saja. Gue bisa pulang sendiri kok. Cuma mungkin lo kasih tahu gue saja nanti kunci kamar ini harus gue kasih ke siapa?" tanya Luna.

Kali ini giliran Gavriel yang bergeming. Laki-laki itu yang sedari tadi hanya berdiri memilih untuk duduk di sebelah Luna. Lalu dia pun kembali mengotak atik ponselnya.

"Sebentar lagi sopir gue sampai. Lo diantar sama dia. Tapi kita turunnya bareng," ujar Gavriel.

"Tapi--"

"Gue gak ada waktu untuk berdebat. Coba cek lagi, barang-barang lo ada yang tertinggal gak?" potong Gavriel.

Setelah Luna merapihkan barang-barangnya, Gavriel langsung kembali menggendong perempuan itu. Kali ini Luna sempat menolak. Lantaran dia merasa malu jika keluar dari kamar harus seperti ini. Ditambah lagi, dia yakin kondisi luar pasti cukup ramai.

"Gila! Lo ngapain gendong gue? Turunin gak?!" tolak Luna.

"Engga. Lo jalan saja masih belum benar," balas Gavriel.

"Kalau lo malu, tutupin wajah lo di leher gue," sambung laki-laki itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status