Share

5. MENGHINDAR

Author: mayuunice
last update Last Updated: 2023-08-25 21:33:11

“Mbak, boleh tolong pijat tengkuk leherku sebentar?” pinta Nada pada asisten rumah tangganya.

“Boleh, Nada.”

Dengan sigap Ratna menghampiri Nada dan segera memijit pelan tengkuknya. Kini mereka sudah sampai di Amerika dan sedang berada di apartemennya.

“Mau Mbak belikan obat? Sepertinya kamu masuk angin, Nada.”

Dengan cepat gadis itu menggeleng, “Tidak usah, Mbak. Dipijat sebentar sama dibalur dengan minyak hangat pasti sembuh,” jawabnya.

Ratna mengangguk, walau dalam hati dia merasa sedikit ada yang aneh dari Nada.

Sejak di pesawat Nada memang sering bolak-balik ke toilet. Ratna perhatikan gadis itu sepertinya sedang tidak merasa nyaman dengan perutnya. Namun, jauh dari sebelum itu, beberapa kali Ratna pernah mendengar kalau Nada sering sekali muntah di kamar mandinya.

“Nad, kamu tidak melakukan hal aneh dengan Nicko, kan?”

Tiba-tiba saja Ratna bertanya hal demikian. Instingnya sebagai perempuan begitu kuat.

Nada menoleh sedikit ke arah belakang.

“Hal aneh apa maksud, Mbak?”

Dengan jari yang masih memijit tengkuk dan bahu Nada, Ratna menjilat bibirnya yang kering.

“Kamu sudah dewasa, Nada. Bisa saja hubunganmu dan Nicko itu melewati batas.”

Nada langsung membalikkan badan dan menatap pada Ratna.

“Apaan, sih, Mbak? Nicko bukan laki-laki seperti itu. Kami tidak melakukan apa pun,” sewot Nada.

“Maaf.” Ratna buru-buru meminta maaf pada Nada, “Mbak cuman khawatir saja. Kalau memang kalian tidak melakukan hal aneh, Mbak merasa tenang,” terangnya.

“Mbak jangan seenaknya menilai Nicko, ya. Dia bukan laki-laki seperti itu.” Emosi Nada kini mulai memanas, “ah, sudahlah aku mau istirahat. Mbak bisa istirahat di kamar sebelah.”

Nada secara tidak langsung mengusir ART-nya. Perasaannya mendadak sensitif tatkala diberikan pertanyaan seperti itu.

Saat Nada sedang sendirian di kamar. Pikirannya berkelana, dia tidak henti-hentinya mengusap perutnya yang rata itu.

Sudah tiga hari Nada tinggal di negeri paman sam. Dia masih disibukkan dengan mempersiapkan diri untuk studi berikutnya.

“Huek.”

Nada seketika memuntahkan sarapan pagi buatan Ratna. Perutnya benar-benar merasa tidak enak, saat diisi makan.

“Nada, pakai ini.”

Ratna memberikan sebuah benda yang berbentuk panjang pada Nada.

“Mbak tunggu hasilnya,” imbuh perempuan berumur 32 tahun itu.

Mata Nada menatap Ratna dengan tatapan kesal.

“Maksud Mbak apa?” serang Nada. Dia langsung menepis tangan Ratna yang ada di hadapannya.

Ratna berdecak, lalu dia meraih tangan Nada. Segera ia berikan sebuah alat tes kehamilan yang kemarin baru saja dia beli.

“Pakai ini sekarang juga. Kalau memang tidak terjadi apa-apa, seharusnya kamu tidak perlu takut.”

Nada bergeming dengan mata yang berkaca. Kedua matanya masih terasa perih, akibat dirinya baru saja muntah.

“Cepat. Mbak janji apa pun hasilnya tidak akan berbuat apa pun.”

Ratna mendorong Nada masuk ke dalam kamar mandi. Kemudian menutup rapat pintu tersebut.

Setiap hari, Ratna dihantui perasaan yang aneh. Dia merasa tidak tenang dengan kondisi Nada yang selalu saja mual dan muntah setiap harinya. Belum lagi Nada terlihat sangat lesu dan lemas.

Sementara itu, di dalam toilet, Nada masih mematung dengan benda berbentuk lonjong di tangannya. Bola mata cokelatnya itu menatap nanar benda tersebut.

“Bagaimana ini?” batinnya gusar.

Entah sudah berapa kali Nada menjilat terus bibirnya. Bahkan sekarang kakinya terus mengetuk lantai.

“Nada, sudah keluar hasilnya?” tanya Ratna dari luar sana.

“Hah?” Nada terkesiap, lalu melihat ke arah pintu. Jantungnya kini berdetak dengan cepat.

“Be-belum, Mbak.”

Sikap Nada yang tadi ketus berubah menjadi gugup. Akhirnya tak memiliki pilihan lain, Nada pun segera melakukan tes kehamilan. Kemudian setelah selesai, dia pun keluar dari kamar mandi.

“Mana hasilnya,” pinta Ratna

Dengan wajah yang ragu dan penuh rasa bersalah, Nada memberikan alat tersebut pada Ratna. Dia memejamkan matanya dalam, sambil mengatur napas. Nada sudah tahu betul hasilnya akan seperti apa, karena sebelumnya Nada pun pernah melakukan hal serupa saat masih di rumahnya.

Setelah menerima benda bewarna merah muda dari Nada, mata Ratna menyipit. Akan tetapi, sedetik kemudian kedua kelopak mata itu terbuka lebar.

“Nada?” pekik Ratna yang tidak menyangka dengan hasil yang baru saja dilihatnya.

Dua garis berwarna merah. Ternyata selama ini kecurigaan dan kekhawatiran Ratna pada majikannya itu menjadi nyata.

“Tolong rahasiakan ini, Mbak,” pinta Ratna dengan wajah tertunduk. Gadis itu merasa malu menghadapi Ratn.

“Siapa orangnya, Nada?” tanya Ratna dengan suara yang terdengar gemetar.

Ratna sudah menemani Nada sejak gadis itu berumur empat belas tahun. Sempat Ratna berhenti bekerja dari keluarga Nada, karena dia harus menikah.

Namun, saat Ratna memutuskan kembali karena keadaan, keluarga Nada menerimanya dengan hangat. Bahkan Ratna sangat ingat ekspresi Nada ketika mengetahui dirinya kembali melayani Nada.

Bagi Ratna, Nada bukan sekedar majikannya. Akan tetapi, Nada adalah adik perempuannya.

“Nada, siapa orangnya? Ayo, bilang saja sama Mbak. Mbak janji akan merahasiakannya,” bujuk Ratna.

Bagaimana pun Ratna harus tahu siapa ayah biologis dari anak yang sedang dikandung oleh majikannya ini. Sesuai dugaan Ratna, Nada memilih untuk tetap bungkam.

“Nicko, kan? Benar dia? Karena setahu Mbak, hanya Nicko laki-laki yang dekat denganmu,” tebaknya lagi.

Untuk kali ini Nada merespon dengan sebuah gelengan kepala.

“Terus siapa?”

Air mata Ratna sudah jatuh dari pelupuk mata. Dia paham sekarang, kenapa beberapa bulan lalu Nada mengalami collapse. Dia juga tahu sekarang, alasan utama Nada memilih untuk pergi meninggalkan rumah.

Sungguh hancur hati Ratna, saat mengetahui fakta pahit ini. Dia gagal melindungi Nada yang sudah dia anggap sebagai adiknya sendiri. Dia gagal menepati janjinya pada Clara, untuk bisa menjaga anak semata wayangnya.

“Nada, tolong jawab,” pinta Ratna.

Namun, perhatian mereka tiba-tiba teralihkan. Ponsel milik Ratna berdering nyaring. Sambil menyeka air mata yang sudah membasahi pipi, dia merogoh saku dan mengeluarkan ponselnya. “Mas Adrian?”

BERSAMBUNG ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Malam Terlarang Bersama Paman   99. JANJI

    Sebelum masuk ke dalam ruang persalinan, Adrian diharuskan untuk membersihkan diri terlebih dahulu. Setelah itu dia segera masuk dan mendapati istrinya sedang merintih kesakitan.“Sayang!” seru Adrian segera menghampiri sang istri.Peluh sudah membasahi wajah Nada. Bahkan rambutnya pun terlihat basah oleh keringat yang sudah membanjiri tubuhnya. Adrian langsung menggenggam tangan Nada, yang sebelumnya ditemani oleh seorang perwat.Matanya menatap Nada yang nampak sedang berjuang menahan rasa sakit. Hatinya merasa tak tega, melihat istrinya begitu berjuang dengan susah payah untuk melahirkan nyawa baru yang akan menjadi warna tersendiri dalam kehidupan mereka.“Sayang, kamu bisa. Aku ada di sini,” bisik Adrian.Mendapatkan motivasi seperti itu, Nada merasa senang. Namun, dia tidak bisa menunjukkan dengan ekspresi wajahnya.“Ibu, sedikit lagi. Ini kepalanya sudah keluar,” kata sang dokter.Adrian melihat ke arah sang dokter yang membimbing persalinan istrinya.“Ayok, Bu. Sepertinya keda

  • Malam Terlarang Bersama Paman   98. PERSALINAN

    Nada sudah diizinkan untuk pulang. Kondisi kehamilannya sangat amat baik, janinnya pun terlihat sehat dan sudah diketahui jenis kelaminnya. Hanya saja Nada masih merahasiakan hal ini pada suaminya.“Sudah semua, Mbak?” tanya Nada.“Sudah.” Ratna baru saja mengunci pintu apartemen yang menjadi tempat singgah mereka selama di negara ini.“Baik, ayo kita berangkat. Aku sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Deven,” kata Nada.Ratna mengangguk, lalu tersenyum. Hari ini mereka akan pulang ke Indonesia. Sayangnya Adrian tidak bisa menjemputnya, karena ada agenda bisnis yang tidak bisa dia hindari.Selama beberapa jam perjalanan, akhirnya mereka pulang dan disambut hangat oleh Deven dan Eva yang sudah menunggu mereka. Terlihat nenek dari Nada itu sudah menanti kedatangan cucunya.“Kamu sehat, Nada?” tanya Eva, yang masih terlihat segar, walau kondisinya harus selalu duduk di kursi roda. Usianya yang sudah senja, membuat kesehatannya menurun.“Sehat, Nek. Nenek bagiamana?” tanya Nada sambil m

  • Malam Terlarang Bersama Paman   97. GAGAL MENJADI SUAMI

    Sekarang mereka sedang berada disebuah restoran mewah. Mereka hendak makan malam bersama, menikmati makanan khas dari negeri gingseng. Namun, belum juga makanan tiba, Nada sudah izin untuk ke toilet.“Mamamu kenapa, Dev? Apa dia sakit?” tanya Adrian.Deven menggeleng, “Tidak tahu, Pa. Padahal biasanya tidak apa-apa.”Adrian menyipitkan matanya, tiba-tiba saja dia merasa sedikit ada yang janggal dengan istrinya. Sampai akhirnya Nada kembali dari toilet, dan Adrian tak lepas memandang Mitha. Bahkan saat makanan tiba dan mereka makan malam pun, Adrian terus memandang Nada.“Sudah selesai?” tanya Adrian, saat makana di hadapan mereka sudah habis.Nada dan Deven mengangguk. Adrian pun mengangkat tangannya, tak lama kemudian seorang pelayan perempuan mendatangi Adrian. Dia pun meminta tagihan atas makannya.“Silakan, Pak,” kata pelayan itu dengan bahasa Korea.Adrian menerima sebuah bill holder berwarna hitam. Namun, ada yang aneh dari barang itu, karena terlihat ada yang mengganjal. Hanya

  • Malam Terlarang Bersama Paman   96. HOLIDAY

    “Mama! Sepatu boots aku di mana?” teriak Deven pada sang ibunda.“Sudah Mama masukkan ke dalam koper, Sayang. Kamu pakai sepatu cats aja, ya,” timpal Nada, yang sedang menarik kopernya keluar dari kamarnya.Adrian terlihat mengekor Nada dari belakang, “Ini jaket tebal dan syal tidak sekalian masuk ke koper, Ma?” tanya Adrian, yang menenteng sebuah tas kecil yang berisi barang yang dikatakannya.“Tidak usah. Sampai Korea pasti kita butuh pakaian hangat. Di sana sedang musim dingin,” jawab Nada.Ya, keluarga bahagia ini hendak menuju negeri gingseng. Semenjak menikah, mereka belum sempat berbulan madu. Karena Adrian masih disibukkan dengan urusan pekerjaan.Di akhir tahun ini, Adrian memang sudah merencanakan untuk berlibur ke negara Korea Selatan bersama dengan orang yang dicintainya.“Nada, sudah tidak ada yang tertinggal, bukan?” Eva muncul dengan kursi rodanya. Mengingatkan pada Nada tentang barang yang dia bawa.Nada menoleh dan langsung tersenyum pada neneknya, “Tidak ada, Nek sem

  • Malam Terlarang Bersama Paman   95. ADIK UNTUK DEVEN

    Wajah Adrian dan Nada kini merah seperti kepiting rebus. Bagaimana bisa, mereka sedang bermesraan dan ketahuan oleh anak yang masih di bawah umur.“Ah … itu,” ucap Nada gelagapan. Dia melirik ke arah Adrian, memberikan isyarat untuk menjelaskan apa yang barusan kita lakukan tadi.“Mama jangan malu begitu. Ini bukan pertama kali aku melihat kalian seperti itu, kok,” aku Deven.Anak itu berjalan menghampiri ayah dan ibunya, yang sebentar lagi akan menikah secara sah.Mendengar pengakuan Deven, tentu membuat mata Nada membulat maksimal. Rasa malu kini mulai menjalar di sekujur tubuhnya.“Bukan pertama kali? Berarti sebelumnya pernah?” tanya Nada.Deven mengangguk, lalu masing-masing tangannya memegang tangan Nada dan Adrian.“Aku senang kalian bisa menikah. Aku senang, karena nanti aku punya papa asli!” ucapnya dengan wajah yang berbinar. Menatap Nada dan Adrian secara bergantian.“Akhirnya Mama tidak sendiri lagi nanti. Mama dan Papa akan sama-sama membesarkan aku. Walau kemarin aku sem

  • Malam Terlarang Bersama Paman   94. WEDDING DRESS

    Nada membelalakan mata, tatkala Adrian berkata demikian di depan publik. Dia ingat, kalau Adrian memang berniat untuk menikahinya. Namun, Nada tidak berekspektasi akan secepat ini. Apalagi ditambah cara dia melamar Nada di depan banyak orang. Tentu saja respon para audiens terlihat senang. Mata mereka nampak berbinar, lampu flash pada kamera juga tak henti-hentinya menyala. Tangan mereka sibuk dengan papan ketik pada keyboard-nya masing-masing. “Bagaimana, Nada?” tanya Adrian, yang menunggu jawaban dari wanita yang saat ini ada di hadapannya, “mau kah kamu menikah denganku?” Sekali lagi, Adrian memperjelas ucapannya. Khawatir Nada lupa dengan apa yang dikatakannya. Karena hampir lima menit Nada melongo, menatap Adrian. Seketika Nada mengerejap, lalu dia melirik ke arah audiens. Nampaknya mereka sama penasaran seperti Adrian. Bibir Nada mendadak terasa kering, dia pun menjilatnya. Irama detak jantungnya pun sudah mulai cepat. Seperti musik dengan irama cepat dan menggambarkan musik

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status