Nayra membuka matanya ketika dering ponsel terdengar. Dengan intensitas cahaya yang memenuhi ruangan itu membuat mata Nayra refleks memicing. Dengan mata setengah terbuka ia mencari letak ponselnya hingga pendengarannya menangkap pergerakan dari suara itu. Membelakangi cahaya, Nayra membuka matanya lebar-lebar dan tertegun ketika ia menemukan seseorang berbaring tepat di sampingnya. Namun, keterkejutan itu tak bertahan lama ketika ia mengingat semua hal gila yang terjadi semalam.
Nayra bangkit, menarik selimut hingga menutupi bagian dadanya karena baik dirinya dan Damian masih dalam keadaan yang sama dengan semalam. Nayra hendak mengambil ponselnya, tapi Damian justru menjauhkan tangannya. "Itu punya saya," ujar Nayra dengan dingin. Tersenyum kecil, Damian lantas menyerahkan ponsel itu pada sang pemilik. Sementara wajah Nayra terlihat frustasi ketika ia menemukan nama Julian sebagai sang pemanggil di layar ponselnya. "Jangan dijawab, dia mungkin sudah ada di depan rumah kamu," ujar Damian. Tatapan tajam Nayra langsung tertuju pada Damian. Nayra tak menemukannya, penyesalan dalam wajah arogan pria itu. Jadi di sana hanya dialah yang berdosa karena sudah merayu calon kakak iparnya. Damian menyingkap selimut, hampir membuat jantung Nayra copot karena Nayra mengira Damian tak mengenakan apapun. Nyatanya Damian hanya bertelanjang dada dan mengenakan celana pendek. Nayra memalingkan wajahnya, tak ingin melihat bahu lebar yang sudah menjebaknya semalaman. Mengabaikan Damian, Nayra mulai mencari pakaiannya. Tapi ia tak menemukan pakaian miliknya sepanjang mata memandang hingga perhatiannya teralihkan ketika Damian menghampirinya dan menaruh bathrobe berwarna gelap di tepi ranjang. "Saya hanya punya ini, atau perlu saya pinjamkan baju saya?" Ucapan yang sangat sopan, seandainya Nayra tak melihat wajah arogan pria sinting itu. "Dia nyuruh aku keluar hotel pakai baju itu?" gumam Nayra dalam hati, merasa Damian hanya ingin mempersulit hidupnya. Pertama, Nayra tidak membawa mobil. Kedua, akan menjadi masalah jika ia keluar dengan mengenakan bathrobe hotel dan memanggil taksi. Jika ada orang yang mengenalinya, ia bisa tamat. Belum selesai dengan pikiran buruknya, perhatian Nayra kembali tertuju pada Damian ketika laki-laki itu menaruh kunci mobil di atas bathrobe. "Ternyata masih punya otak," cibir Nayra dalam hati. "Saya mau baju saya sendiri." "Kamu mau pulang dengan baju sobek?" Nayra membuang muka dan menghela napas pelan. "Baju kamu ada di kamar mandi. Silakan ambil sendiri jika masih butuh.' Setelah mengatakan hal itu, dengan tak tahu dirinya Damian justru masuk ke kamar mandi dan membuat Nayra melongo. "Psycopath!" gumam Nayra. Lima menit berlalu, Damian keluar kamar mandi dan Nayra sudah menghilang dari sana. Senyuman tipis itu kembali ke wajah pria arogan itu. "Dia bisa menjadi mainan baru," gumam pria itu. Sementara itu Nayra tengah berjalan dengan terburu-buru dan panik di area parkir bawah tanah. Ia berjalan sembari satu tangannya menutupi wajah, tak ingin sampai ada orang yang melihat wajahnya dan ketika sampai di mobil Damian, ia menggerutu hingga masuk. "Orang sinting! Psikopat! Nggak ada otak! Sekarang itu apa-apa di-viralin, gimana kalau ada orang yang liat aku keluar kayak gini terus langsung di-viralin? Dia bener-bener serius mau ngancurin hidup aku!" Nayra memukul kemudi, tapi ia tak sengaja memandang spion. Menemukan kilas balik semalam tentang apa yang sudah terjadi di dalam mobil itu. Tapi alih-alih malu, Nayra justru berteriak frustasi sembari memukul kemudi. "Damian kurang ajar! Orang itu! Aku nggak mau lagi ketemu sama orang gila itu!" Nayra langsung tancap gas meninggalkan hotel. Selama perjalanan Julian beberapa kali sempat menghubunginya. Namun, Nayra memutuskan untuk mengabaikan Julian karena ia tak bisa menjelaskan apapun untuk situasinya saat ini. Tiba di rumah, Nayra langsung mandi dan setelah selesai ia bergegas meninggalkan rumah untuk mengembalikan mobil milik Damian. Ketika mobil yang ia kemudikan meninggalkan kediamannya, Nayra tak sadar jika ia berpapasan dengan mobil Julian. Tapi tidak untuk Julian, ia sempat memperhatikan mobil yang baru berpapasan dengannya. Sekilas tampak tak asing, tapi sayangnya Julian tak ingin ambil pusing dan bersikap acuh tak acuh. Julian turun dari mobil dan kala itu asisten rumah tangga di kediaman Nayra baru saja kembali. "Bu, dari mana?" tegur Julian. "Ini, Den. Dari pasar," jawab wanita paruh baya itu. "Den Julian baru datang. "Iya, Nayra masih di rumah?" "Kalau Non Nayra saya belum lihat, Den. Tapi kalau nyonya udah pergi dari tadi." Julian mengangguk. "Ya udah, Bu. Saya temui Nayra dulu." Julian meninggalkan wanita itu dan bergegas memasuki rumah Nayra seolah-olah itu adalah rumahnya sendiri. Ia langsung menuju kamar Nayra. Segaris senyum melukis wajah Julian ketika ia membuka pintu. Namun, senyuman itu langsung menghilang kala ia tak mendapati siapapun di kamar itu. Berpikir jika Nayra ada di kamar mandi, Julian bergegas masuk untuk mengecek kamar mandi. "Dia udah pergi?" gumam Julian, menyadari jejak yang ditinggalkan Nayra di kamar mandi. "Tapi tadi mobilnya masih ada di depan." Julian keluar, pada saat itu Julian melihat bathrobe yang menyampir di kursi di depan meja rias. Karena merasa tak asing, ia pun mengambilnya. "Golden Sands Hotel?" gumam Julian, membaca tulisan kecil yang tersemat pada pakaian itu. "Dia menginap di sana?"Julian menyusuri jalan setapak yang menurun sembari sesekali memeriksa keadaan di belakangnya. Ia berniat menghubungi seseorang, tapi karena tidak berhati-hati ponselnya justru terjatuh di tumpukan dedaunan kering yang kemudian menyembunyikan benda pipih itu."Sial! Ada-ada aja sih!" gerutu Julian. Ia pun bergegas mencari ponselnya.Tak butuh waktu lama bagi Julian untuk mendapatkan kembali ponselnya. Namun, ketika ia bangkit, ia tak sengaja menangkap bayangan seseorang yang berdiri di atas melalui layar ponselnya. Perlahan Julian menoleh. Netranya membulat begitu ia melihat Damian tengah menodongkan senapan ke arahnya."Bajingan," gumam Julian.Dorr!Satu tembakan memekakkan telinga dan langsung menarik perhatian Haedar serta Nayra yang sebelumnya kembali memeriksa rumah."Haedar!" Nayra bergegas menghampiri Haedar."Kita susul Damian sekarang, bayi saya nggak ada di sini."Keduanya segera berlari memasuki hutan. Julian refleks menunduk sembari melindungi kepalanya. Tapi alih-alih l
Dua minggu setelah Julian menghilang. Damian kembali mendatangi rumah Julian yang kini sudah kosong. Damian memasuki paviliun di mana Nayra terkurung selama satu tahun terakhir. Sungguh, ia merasa sangat bodoh. Selama satu tahun ia habiskan untuk mencurigai Julian tanpa berusaha untuk mengungkap kejahatan Julian dengan serius.Kasus penculikan Julian sedang diselidiki pihak kepolisian, mereka juga turut membantu pencarian Julian yang kini membawa bayi Nayra."Damian." Nayra datang dengan langkah terburu-buru."Julian barusan telepon aku," ujar Nayra setengah panik."Dia mengatakan sesuatu?"Nayra mengangguk. "Dia minta kita mencabut laporan. Anak kita ada sama dia sekarang.""Itu tidak akan merubah keadaan," gumam Damian."Julian nggak akan berbuat nekad, kan?"Damian kemudian menggandeng tangan Nayra. "Dia tidak akan melakukan hal yang pada akhirnya akan merugikan dirinya sendiri."Damian lantas membawa Nayra pergi. Setelah pemakaman Veronica, Julian langsung kabur dengan membawa an
Veronica menunggu kedatangan Damian di bandara. Tapi karena hujan, ia berteduh di dalam mobilnya yang terparkir di pinggir jalan. Veronica ingin memastikan jika Damian benar-benar pergi meninggalkan Jakarta hari itu.Setelah menunggu cukup lama pada akhirnya yang ditunggu-tunggu oleh Veronica tiba. Wanita itu baru menyadari keberadaan Damian setelah Damian turun dari mobil."Bajingan itu, seharusnya dia sudah mati sejak dulu," desis Veronica penuh kebencian.Begitu besar kebencian Veronica terhadap Damian hingga ia ingin menyingkirkan Damian saat itu juga. Veronica menyalakan mesin mobil, berniat untuk menabrak Damian. Akan tetapi keberadaan sosok yang berlari menerobos hujan dan melewati mobilnya berhasil menyita perhatian Veronica."Nayra?"Veronica tampak terkejut. Orang yang katanya sudah menghilang tiba-tiba muncul. Sudut bibir wanita itu tersungging."Bagus dia di sini, kalian bisa mati bersama."Tanpa pikir panjang, Veronica langsung menginjak gas. Mengemudi dengan kecepatan ya
Hari itu Julian pulang lebih awal dengan senyum yang membuat wajahnya terlihat lebih bahagia. Seperti hari-hari sebelumnya, ia akan langsung mengunjungi Nayra saat pulang. Dan saat ia tiba di paviliun, Nayra tengah merajut. Menjadi tahanan selama satu tahun bukan berarti Nayra tak pernah berusaha untuk melarikan diri. Nayra kerap mencoba untuk kabur, tapi dari semua usahanya tak membuahkan hasil apapun dan kini ia tak berkutik setelah Julian membawa kelemahannya."Mana bayi aku?" tegur Nayra dengan dingin.Dengan senyumnya, Julian duduk di hadapan Nayra. Memang ada bayi di rumah Julian dan itu adalah bayi Nayra yang lahir beberapa bulan yang lalu dan itulah alasan kenapa Nayra tak bisa melarikan diri. Alih-alih melakukan persalinan di rumah sakit, Julian membiarkan Nayra melakukan persalinan di paviliun sehingga bayi yang dilahirkan Nayra belum terdaftar dan bahkan Nayra sendiri tak bisa memberikan nama untuk bayinya. Julian tak mengizinkan Nayra untuk merawat bayinya. Sesekali Juli
Zizan memasuki sebuah pusat perbelanjaan dengan mengenakan topi untuk menyamarkan wajahnya. Ia mengikuti Julian yang memasuki swalayan. Menuruti perintah Damian, Zizan berusaha memastikan apa saja yang dibeli oleh Julian. Zizan berusaha untuk terlihat sibuk ketika Julian tampak tengah memilah barang. Tapi yang membuat Zizan heran adalah ketika ia melihat barang-barang yang berjajar di rak di hadapan Julian."Susu bayi? Tuh orang ngapain beli susu bayi? Emangnya punya bayi?" batin Zizan bertanya-tanya dalam hati.Dan benar saja Julian hanya membeli susu formula untuk bayi. Dari sana, Julian naik ke lantai atas dan Zizan terus mengikuti Julian hingga pria itu memasuki sebuah restoran yang berada di gedung pusat perbelanjaan itu.Kala itu Julian mendatangi seorang wanita yang tengah duduk sendirian. Zizan pun segera mencari tempat duduk terdekat tapi tetap aman."Mama udah lama?" tegur Julian seraya duduk.Veronica tersenyum tipis, tampak prihatin dengan keadaan putranya saat ini."Mama
Malam itu Julian memasuki sebuah restoran ternama karena undangan dari Suganda. Namun, langkah pincang Julian terhenti ketika ia menemukan bahwa bukan hanya Suganda yang ada di sana, melainkan juga Damian."Julian, kamu sudah datang," tegur Suganda.Julian mendekat dan langsung melayangkan protes. "Papa nggak bilang kalau Papa ngundang orang lain.""Kamu duduk dulu.""Perjalanan dari sini ke area parkir cukup jauh, jangan sia-siakan perjuangan kaki cacat kamu untuk bisa sampai di sini," sarkas Damian dengan tenang.Julian menatap tajam, tapi Suganda segera menengahi."Kalian di sini untuk makan malam, papa tidak ingin ada pertengkaran. Julian, kamu duduk."Dengan wajah terpaksa, Julian pun pada akhirnya duduk berhadapan dengan Damian. Meski Damian terus menatapnya, ia enggan untuk membalas dan lebih memilih untuk berpaling."Papa ngapain ngajak makan malam, aku udah biasa makan sendirian," ujar Julian."Damian yang meminta papa mengundang kamu."Dengan begitu pandangan keduanya kembal