Share

Malam di Asrama Mahasiswa: Rahasia yang Tak Terucap
Malam di Asrama Mahasiswa: Rahasia yang Tak Terucap
Author: Fifi

Bab 1

Author: Fifi
Namaku Dian Ardana, seorang wanita dewasa yang kesepian di usia awal empat puluhan.

Di usia seperti ini, seharusnya aku bisa menikmati hidup dengan penuh gairah, tapi suamiku telah meninggal dunia sejak lama.

Dulu, aku tidak terlalu merasakannya, tapi seiring bertambahnya usia, terutama setelah melewati usia tiga puluhan, aku mulai merasakan kehampaan yang tiba-tiba muncul. Tidak peduli bagaimanapun aku mencoba, rasanya tidak pernah bisa terisi.

Apalagi sejak anakku masuk kuliah, setiap malam aku sendirian di rumah, kesepian yang terus menghantui membuatku tergila-gila pada mainan kecil. Sehari saja tidak menggunakannya, seluruh tubuhku langsung terasa gatal seperti ada semut yang merayap, sampai aku tidak bisa tidur.

Apa aku harus mencari seorang pria untuk memuaskanku?

Selesai mandi, aku mengoleskan losion ke tubuh sambil menatap cermin, aku tidak kuasa menahan desahan panjang.

Mungkin karena melahirkan di usia muda dan tidak sempat dinikmati sepenuhnya oleh suamiku, kulitku di usia empat puluh ini masih kencang dan mulus.

Tubuhku berlekuk dengan sempurna, tanpa sedikit pun lemak berlebih. Pinggangku ramping bak ranting dedalu, payudaraku putih montok, dan pantatku bulat bak buah persik yang ranum.

Di balik pesona wanita dewasa, masih tersimpan sedikit keluguan khas seorang gadis muda, pesona yang membuat setiap pria ingin menaklukkannya dengan kasar.

Tubuh yang sempurna seperti ini seharusnya tidak dibiarkan menganggur di rumah. Tubuh ini pantas untuk dinikmati dan dipuaskan.

Saat aku tengah mempertimbangkan untuk ikut kencan buta, tiba-tiba anakku menelepon, mengajakku berkunjung ke tempatnya.

"Bu, akhir pekan ini, aku berencana mendaki gunung bersama teman-teman sekamar. Ayo ikut."

Kampus anakku berada di kota sebelah, tidak terlalu jauh dari tempatku tinggal. Saat dulu mengantarnya masuk kuliah, aku sempat mentraktir teman-teman sekamarnya beberapa kali, jadi kami sudah saling kenal. Aku merasa senang dan langsung menyanggupi ajakannya.

"Oke, kebetulan Ibu juga lagi nggak ada kegiatan. Ibu pesan kamar sekarang, ya."

"Nggak usah pesan, salah satu teman sekamar lagi ada urusan akhir pekan ini. Nanti Ibu tidur di tempat tidurnya saja."

Hah? Aku disuruh tidur di asrama pria...?

Apa... apa ini tidak masalah?

"Nggak masalah kok, Bu. Sampai ketemu malam nanti."

Sebelum aku sempat bicara lebih jauh, anakku sudah menutup telepon.

Sambil masih ragu, aku mulai membereskan barang-barang. Beberapa jam kemudian, aku tiba di kampus anakku.

Saat aku tiba, hari sudah menjelang sore. Anakku menjemputku bersama dua teman sekamarnya, Ivan Sadana dan Juan Maulana.

Aku mengajak mereka makan di sekitar kampus. Ketika kembali ke asrama, hari sudah gelap.

Saat terakhir kali mengantar anakku ke kampus, itu masih siang hari. Waktu itu semua orang baru datang dan sibuk dengan urusannya masing-masing.

Namun, kali ini, suasananya benar-benar berbeda.

Sekarang, cuaca cukup panas, para pemuda yang energik ini tidak ingin mengenakan pakaian terlalu banyak. Hampir tidak ada yang memakai atasan, semuanya hanya mengenakan celana pendek dan berjalan mondar-mandir di lorong. Bahkan ada beberapa yang telanjang bulat.

Pemandangan itu membuatku merasa sangat tidak nyaman, wajahku memerah dan napasku mulai tidak teratur.

Namun, selain aku, tidak ada yang menganggap ini aneh. Sepertinya hanya aku yang terlalu terkejut.

Sejak suamiku meninggal, aku sudah lama tidak melihat tubuh pria tanpa sehelai kain pun. Tidak kusangka, kali ini aku langsung melihat sebanyak ini.

Anakku kuliah di jurusan olahraga dan seluruh penghuni asrama juga pria-pria bertubuh kekar dari jurusan yang sama. Semuanya tinggi besar dan berotot. Mereka benar-benar seperti sekumpulan anak banteng yang mondar-mandir di sekitarku.

Celana pendek saja tidak cukup menahan aura maskulin mereka yang hampir meluap, apalagi mereka yang berjalan tanpa sehelai kain pun.

Aku menunduk sambil terus berjalan, tapi mataku tidak bisa menahan diri untuk melirik mereka diam-diam.

Luar biasa, mereka semua tampak begitu perkasa.

Kalau aku ingin mencari pria lagi, harus yang seperti mereka.

Rasanya, keinginanku sekarang terlalu kuat. Pria berusia empat puluhan kebanyakan sudah menurun tenaganya. Entah apakah mereka masih sanggup memuaskanku atau tidak.

Mungkinkah aku memang harus mencari yang lebih muda?

Saat aku sedang tenggelam dalam pikiran-pikiran itu, tiba-tiba seorang mahasiswa yang lewat di dekatku bersiul keras ke arahku.

"Arya, pacar baru, ya?"

Aku terkejut dan menoleh. Ternyata yang bicara itu juga tidak mengenakan apa pun di bawah, punyanya berdiri tegak di depanku. Aku langsung menoleh ke arah lain karena malu, telingaku terasa panas.

Arya Ganendra adalah nama anakku. Melihat wajahku yang memerah, dia menepuk orang itu dengan kesal. "Dasar gila, dia ibuku!"

"Ibumu? Nggak mungkin," balas orang itu sambil mendekat, matanya menyusuri tubuhku dari atas ke bawah. Dia berdecak dan berkata, "Wah, dasar bocah, sekarang main peran juga, ya?"

Wajahku makin memerah, tanganku mencengkeram ujung bajuku, aku tidak tahu harus berbuat apa. "Tan... Tante benaran ibunya.”

"Ah!" Orang itu tampak terkejut, lalu buru-buru menutupi tubuhnya. "Maaf, Tante... Anda kelihatan muda sekali."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Malam di Asrama Mahasiswa: Rahasia yang Tak Terucap   Bab 6

    Wajahku memerah hingga ke leher. "Tante baik-baik saja sekarang, lepaskan tangan Tante, Tante bisa jalan sendiri."Namun, Juan hanya menyeringai dan malah memelukku lebih erat. "Jangan pura-pura kuat. Kalau Tante terus meronta, aku akan menggendong Tante!"Sorot matanya membara saat menatapku, seolah benar-benar ingin menggendongku. Mana mungkin aku biarkannya! Membayangkannya saja sudah membuatku malu setengah mati, aku pun makin berusaha keras untuk melepaskan diri.Siapa sangka, saat itu kami sedang berjalan menuruni lereng. Karena terlalu fokus meronta, aku tidak memperhatikan pijakanku. Aku terpeleset dan langsung terjatuh dengan tubuh miring."Ah!" teriakku kaget.Juan juga berteriak, lalu tanpa ragu langsung melompat ke arahku dan memelukku erat.Kami pun terguling bersama. Dalam pelukannya, aku hanya merasakan dunia berputar-putar, sementara telingaku dipenuhi teriakan anakku dan Ivan.Aku tidak tahu sudah berapa lama kami berguling sebelum akhirnya berhenti. Karena ketakutan,

  • Malam di Asrama Mahasiswa: Rahasia yang Tak Terucap   Bab 5

    Segumpal kain kecil kusut diletakkan di atas wastafel. Aku memegang salah satu ujungnya dan mengibaskannya, terlihat jelas noda mencolok yang terbungkus di dalamnya.Ah, dasar bajingan! Rupanya tadi malam Juan lama di kamar mandi karena memakai celana dalamku.Aku merasa malu sampai wajahku memerah. Tepat saat itu, Juan masuk ke dalam dan memandangku dengan sedikit canggung. "Kemarin sudah larut malam dan aku mengantuk, jadi nggak sempat mencucinya. Sekarang akan kucuci."Dia mengulurkan tangan hendak mengambil celana itu, tapi aku segera menariknya erat-erat. "Aku... aku sendiri yang akan mencucinya."Tanpa rasa sungkan, Juan berjalan melewatiku dengan tubuh hampir menempelku, lalu berdiri di dekat kloset dan membuka celananya untuk buang air kecil.Aku terkejut melihat itunya dan langsung berbalik badan.Aku... aku masih di dalam! Bagaimana bisa dia langsung membuka celananya di depanku?Namun, begitu teringat kejadian kemarin, apalagi yang muncul tanpa sehelai kain pun, aku refleks

  • Malam di Asrama Mahasiswa: Rahasia yang Tak Terucap   Bab 4

    "Benar-benar wanita jalang nggak tahu diri."Juan meremas pantatku begitu keras seolah ingin menghancurkannya, lalu menamparnya dengan suara yang nyaring.Sensasi ditaklukkan dan diperlakukan dengan begitu dominan membuatku nyaris gila karena terlalu bergairah. Aku pun mengulurkan tangan ke belakang, menarik celana dalam tali yang sejak tadi sudah tidak sanggup menahannya dan langsung melepasnya.Napas berat di belakangku terdengar seperti dengusan banteng. Tidak lama kemudian, sepasang tangan besar mencengkeram pinggangku erat-erat seperti penjepit besi, lalu pria di belakang menghentakkan pinggulnya kuat-kuat ke arahku.Saat itu, pikiranku benar-benar kosong. Akal sehatku sudah lenyap tanpa jejak, hanya menyisakan hasrat paling primitif yang membara dan menguasai tubuhku sepenuhnya.Apa itu asrama putra? Apa itu teman sekamar anakku? Aku sudah tidak peduli dengan semua itu. Saat ini, aku sudah terbakar oleh hasrat hingga kehilangan kendali.Tubuhku yang lama tertekan dan tidak pernah

  • Malam di Asrama Mahasiswa: Rahasia yang Tak Terucap   Bab 3

    Juan terkekeh pelan padaku, lalu meniupkan napas hangat ke telingaku sambil berkata, "Tante, rupanya Tante suka melihat ini. Aku juga suka."Tangannya meraih payudaraku yang putih mulus, meremasnya beberapa kali sebelum menyelusup ke dalam selimut dan meraih tanganku. Dalam sekejap, benda di tanganku sudah berada di tangannya."Tante benar-benar jalang. Aku bisa mendengar dengungannya dari tempat tidurku."Apa! Apa sekeras itu?Seluruh tubuhku menegang dan pikiranku kosong. Tertangkap basah sedang melakukan hal seperti itu di tengah malam oleh teman sekamar anakku, rasanya aku ingin menghilang saja.Dalam keadaan panik, aku merasakan keringat dingin mengucur di punggungku dan darah di seluruh tubuhku seolah terus bergolak."Tenang saja, aku nggak akan memberitahukannya pada siapa pun, tapi..."Juan sengaja memanjangkan nada bicaranya, lalu mengangkat tubuhnya dan tiba-tiba menunduk untuk mencium leherku. Hembusan napasnya yang panas dan lembap perlahan menyebar, membuatku tanpa sadar g

  • Malam di Asrama Mahasiswa: Rahasia yang Tak Terucap   Bab 2

    Anakku menepuk keras pantat orang itu hingga terdengar bunyi yang nyaring. "Sudah, sudah. Cepat pergi, jangan berjalan sambil telanjang di depan ibuku."Begitu sampai di kamar asrama anakku, jantungku masih berdebar kencang.Apakah teman-teman sekamarnya juga tidur dalam keadaan telanjang? Kalau aku bangun tengah malam untuk ke kamar mandi dan tidak sengaja bertemu mereka, bukankah itu akan sangat canggung...Belum sempat aku menyelesaikan pikiran itu, salah satu teman sekamarnya, Ivan, menerima telepon. Sudut bibirnya langsung tertarik ke atas. "Sayang mau main ke sini malam ini? Oke, aku jemput kamu."Setelah menutup telepon, dia menggarukkan kepala sambil menatapku dengan sedikit rasa tidak enak. "Tante, nanti pacarku mau menginap di sini.""Oh." Aku mengangguk. "Apa dia bakal tidur sama Tante? Nggak apa-apa. Kalau kurang nyaman, Tante bisa menginap di hotel.""Nggak, nggak." Ivan buru-buru menggeleng. "Dia tidur sama aku, tapi kami mungkin agak berisik nanti malam. Tante nggak kebe

  • Malam di Asrama Mahasiswa: Rahasia yang Tak Terucap   Bab 1

    Namaku Dian Ardana, seorang wanita dewasa yang kesepian di usia awal empat puluhan.Di usia seperti ini, seharusnya aku bisa menikmati hidup dengan penuh gairah, tapi suamiku telah meninggal dunia sejak lama.Dulu, aku tidak terlalu merasakannya, tapi seiring bertambahnya usia, terutama setelah melewati usia tiga puluhan, aku mulai merasakan kehampaan yang tiba-tiba muncul. Tidak peduli bagaimanapun aku mencoba, rasanya tidak pernah bisa terisi.Apalagi sejak anakku masuk kuliah, setiap malam aku sendirian di rumah, kesepian yang terus menghantui membuatku tergila-gila pada mainan kecil. Sehari saja tidak menggunakannya, seluruh tubuhku langsung terasa gatal seperti ada semut yang merayap, sampai aku tidak bisa tidur.Apa aku harus mencari seorang pria untuk memuaskanku?Selesai mandi, aku mengoleskan losion ke tubuh sambil menatap cermin, aku tidak kuasa menahan desahan panjang.Mungkin karena melahirkan di usia muda dan tidak sempat dinikmati sepenuhnya oleh suamiku, kulitku di usia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status