Beranda / Romansa / Malam yang panas / Bab 30 - Malam yang Penuh Kejujuran

Share

Bab 30 - Malam yang Penuh Kejujuran

Penulis: Purple
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-20 18:00:35

Udara malam menyusup masuk dari celah jendela yang dibiarkan terbuka, membawa hawa dingin yang kontras dengan panasnya suasana di dalam kamar. Nadia duduk di pinggir ranjang, kedua tangannya menggenggam erat gelas berisi cokelat hangat yang tak lagi mengepul. Matanya tak lepas dari sosok Reza yang berdiri di dekat rak buku, seolah mencari sesuatu untuk dikatakan, padahal ia tahu kata-kata bukanlah solusi malam ini.

"Kenapa kamu diam saja?" tanya Nadia lirih, suaranya pecah oleh ragu. "Kamu yang minta aku datang, Reza."

Reza menoleh pelan, menatap wajah yang tak pernah benar-benar bisa ia lupakan. Ada luka di sana, luka yang ia buat, yang belum pernah ia jahit dengan benar. Ia menarik napas panjang, menahan banyak hal yang mendesak keluar dari dadanya.

"Aku rindu," jawabnya akhirnya. Satu kata yang sederhana, namun terasa berat. "Dan aku sadar… selama ini aku terlalu banyak berlari dari apa yang seharusnya aku perjuangkan."

Nadia menunduk. Kata itu
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Malam yang panas   Bab 86 - Saat Semua Menjadi Rumah

    Pagi itu, hujan turun pelan-pelan. Bukan hujan deras yang menakutkan, tapi rintik lembut yang menenangkan. Nadia menyeduh teh hangat di dapur, sementara Reza mengganti popok Aluna yang sedang tertawa-tawa di ranjang kecilnya."Dia makin pintar," ujar Reza sambil menoleh ke Nadia yang berdiri di ambang pintu, membawa secangkir teh untuknya."Dan makin cerewet. Tapi lucunya nggak hilang-hilang," balas Nadia.Setelah sarapan, mereka duduk di ruang tamu, memandangi jendela yang dihiasi embun. Di pelukan mereka, Aluna tertidur setelah kenyang bermain."Aku selalu suka suasana pagi kayak gini," kata Reza."Karena damai?""Karena kamu ada di sini. Karena kita ada di sini. Nggak peduli hujan, badai, atau apa pun, asalkan kita bertiga di tempat yang sama, semua terasa aman."Nadia tersenyum, menatap wajah Reza dengan rasa cinta yang masih sama seperti dulu, tapi kini lebih dalam. Cinta yang telah diuji waktu, jarak, konflik, bahkan tangis bayi di tengah malam.Hari-hari mereka dipenuhi tawa ke

  • Malam yang panas   Bab 85 - Di Antara Sunyi dan Rindu

    Aluna tumbuh cepat. Seperti waktu yang tak pernah menunggu. Baru kemarin mereka belajar mengganti popok, kini Aluna sudah bisa berjalan tertatih-tatih sambil tertawa, mengejar bayangannya sendiri di teras rumah."Jangan terlalu cepat besar, sayang," bisik Nadia suatu pagi sambil menyuapi bubur ke mulut kecil itu.Reza datang dari belakang, mengecup bahu Nadia, lalu mengelus kepala Aluna. "Tapi setiap langkah kecilnya, Nad, adalah bukti bahwa kita berhasil sejauh ini."Hari-hari berlalu, tapi tak semuanya mudah. Tantangan datang dalam bentuk yang berbeda. Reza mulai sibuk lagi dengan proyek seni, persiapannya untuk pameran di luar negeri membuatnya sering pulang malam. Nadia mulai merasa ada jarak yang perlahan tumbuh—bukan karena cinta berkurang, tapi karena fokus mereka terbagi.Malam itu, saat Aluna tertidur, Nadia duduk sendirian di ruang keluarga. Reza baru pulang, membawa laptop dan setumpuk berkas."Kamu belum makan?" tanya Reza sambil duduk di sampingnya.Nadia hanya menggeleng

  • Malam yang panas   Bab 85 - Surat untuk Masa Depan

    Musim hujan datang. Hujan deras turun hampir setiap sore, membawa aroma tanah basah dan nostalgia masa-masa awal Reza dan Nadia saling mengenal. Di dalam rumah mereka yang hangat, suasana dipenuhi suara-suara kecil Aluna yang mulai berceloteh. Ia belum bisa berkata-kata jelas, tapi gumamannya seperti musik bagi telinga Reza dan Nadia.Pagi itu, Nadia duduk di ruang kerja Reza sambil menggendong Aluna. Di hadapannya, terbuka sebuah buku kosong."Aku mau nulis surat buat Aluna. Untuk dibaca dia nanti saat usianya tujuh belas," kata Nadia.Reza yang sedang menyusun koleksi foto untuk pameran baru menghentikan pekerjaannya. "Itu ide bagus. Aku juga mau nulis. Kita bikin satu kotak waktu. Kita isi surat, foto, potongan baju bayi, semuanya. Buka bareng nanti."Nadia tersenyum. Ia mulai menulis.Untuk Aluna, saat kamu beranjak menjadi perempuan dewasa,Kamu mungkin sedang jatuh cinta, atau baru saja patah hati. Mungkin kamu sedang berjuang mencari tahu siapa dirimu. Apapun kondisimu, satu ha

  • Malam yang panas   Bab 83 - Rumah yang Bernyawa

    Hari-hari berlalu dengan ritme baru. Tangisan bayi, aroma susu, suara alat sterilisasi, dan malam-malam panjang tanpa tidur menjadi bagian dari keseharian Reza dan Nadia. Tapi di balik semua kelelahan, mereka menemukan jenis kebahagiaan yang belum pernah mereka kenal sebelumnya—kebahagiaan yang datang dari memberi, merawat, dan mencintai tanpa syarat.Pagi hari dimulai lebih awal dari biasanya. Nadia bangun sekitar pukul lima, lalu menyusui Aluna yang mulai merengek. Reza biasanya menyusul beberapa menit kemudian dengan secangkir teh hangat dan handuk kecil di tangan."Kita kayak kru sirkus," kata Nadia suatu pagi sambil tertawa kecil. Rambutnya berantakan, mata sembab, tapi senyumnya tak pernah hilang."Iya. Tapi kita sirkus yang cuma punya satu pemain bintang: Aluna," jawab Reza sambil menggendong putri mereka, lalu mengayunkannya pelan.Aluna mulai menanggapi suara dan wajah orang tuanya. Setiap kali Nadia menyanyi, ia menoleh. Setiap kali Reza

  • Malam yang panas   Bab 82 - Tanda-Tanda Kehidupan Baru

    Pagi itu mendung menggantung di atas Jakarta. Reza baru saja menyeduh teh hangat ketika mendengar panggilan dari kamar. "Reza... kayaknya air ketubanku pecah." Jantung Reza nyaris berhenti berdetak. Ia berlari menuju kamar, menemukan Nadia berdiri sambil memegangi perutnya. Ada tetesan bening di lantai. "Kita harus ke rumah sakit sekarang," katanya cepat sambil meraih jaket dan kunci mobil. Semuanya terasa begitu nyata. Perjalanan ke rumah sakit terasa seperti mimpi. Nadia menggenggam tangan Reza erat di sepanjang jalan, berusaha tenang di tengah kontraksi yang mulai terasa. "Kita udah sampai di hari ini," bisik Nadia, napasnya terengah. "Iya. Hari di mana cinta kita lahir dalam wujud yang baru." Di ruang bersalin, waktu berjalan lambat dan cepat sekaligus. Para perawat dan dokter datang silih berganti. Kontraksi makin kuat. Reza tak pernah meninggalkan sisi Nadia, menggenggam ta

  • Malam yang panas   Bab 81 - Antara Harap dan Degup Waktu

    Memasuki trimester ketiga, Nadia mulai merasakan perubahan besar pada tubuhnya. Ia lebih cepat lelah, emosi mudah bergelombang, dan malam-malamnya sering kali diwarnai gelisah. Namun, dalam setiap peluh dan keletihan itu, ada Reza yang tak pernah beranjak jauh.Suatu malam, ketika angin berdesir lebih dingin dari biasanya, Reza memeluk Nadia dari belakang di tempat tidur. Ia bisa merasakan tubuh Nadia bergetar."Kamu mimpi buruk lagi?" bisiknya.Nadia mengangguk pelan. "Aku mimpi... kamu pergi. Aku panggil-panggil, tapi kamu nggak dengar. Rasanya sesak banget."Reza mengelus pelan perutnya, lalu menarik selimut lebih rapat. "Aku di sini. Dan aku nggak ke mana-mana. Kamu nggak harus kuat sendirian. Aku ada buat kamu."Nadia membalas pelukannya, air mata mengalir tanpa suara. Di balik rasa lelah dan nyeri, hatinya tetap berdebar karena cinta yang tak berubah.Hari-hari berikutnya mereka habiskan dengan lebih pelan. Reza mengambil c

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status