Beranda / Romansa / Malam yang panas / Bab 8 - Rasa yang tak bernama

Share

Bab 8 - Rasa yang tak bernama

Penulis: Purple
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-01 18:00:23

Hujan turun lagi malam itu. Tidak deras, hanya rintik-rintik yang lembut, seperti nada latar untuk hati yang sedang rapuh. Nadia berdiri di depan jendela, menatap lampu jalan yang berpendar oleh air.

Sudah dua hari sejak pertemuannya dengan Reza dan Faris. Dua hari yang tenang di luar, tapi penuh pergolakan di dalam. Ia pikir ia bisa menenangkan pikirannya, menjernihkan segalanya. Tapi hati bukan sekadar logika.

Di dalam dadanya, ada dua suara: satu yang terus memanggil nama Reza—dengan rindu, dengan kenangan, dengan luka yang tak bisa ia benci; dan satu lagi yang mulai berbisik tentang kemungkinan baru, tentang seseorang yang hadir tanpa menyentuh masa lalu—Faris.

Dan malam ini, tanpa ia rencanakan, Reza datang lagi.

Ketukan di pintu apartemennya pelan. Tidak mendesak. Tapi cukup untuk membuat jantungnya berdetak lebih cepat.

Nadia membuka pintu. Reza berdiri di sana, dengan jaket kulit basah oleh hujan, rambutnya sedikit acak, dan mata
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Malam yang panas   Bab 9 - Malam yang membakar

    Malam telah larut. Jam di dinding berdetak pelan, seakan tahu bahwa waktu yang berjalan malam ini bukan sekadar menit dan detik—tapi langkah-langkah menuju sesuatu yang lebih dalam. Nadia berdiri di depan jendela, memandangi bias lampu kota yang membias di permukaan kaca. Rambutnya tergerai, dan gaun tipis yang ia kenakan hanya sampai lutut. Reza mendekat perlahan, langkahnya nyaris tanpa suara. Tatapannya tak lepas dari siluet perempuan itu—sosok yang dulu ia miliki, lalu ia kehilangan, dan kini berdiri di hadapannya lagi, dalam damai dan keraguan yang membaur jadi satu. “Kamu masih ingat malam itu?” tanya Nadia pelan, tanpa menoleh. Reza berhenti di belakangnya. “Malam yang mana?” “Malam pertama kamu bilang kamu ingin aku, bukan hanya tubuhku. Tapi hidupku.” Reza mendekat, menempelkan dadanya ke punggung Nadia. Ia melingkarkan kedua lengannya ke pinggang perempuan itu, memeluknya tanpa kata. Hangat. Teguh.

    Terakhir Diperbarui : 2025-05-02
  • Malam yang panas   Bab 10 - Luka yang belum sembuh

    Pagi itu, sinar matahari masuk lewat celah tirai, memecah kehangatan kamar yang masih diselimuti sisa-sisa malam. Nadia terbangun lebih dulu. Ia duduk di tepi ranjang, menyelimuti tubuhnya dengan selimut tipis, menatap ke luar jendela dengan perasaan campur aduk. Tubuhnya masih hangat oleh pelukan Reza semalam, tapi pikirannya sudah melayang ke dunia luar—tempat masalah tak bisa diabaikan. Reza masih tertidur, napasnya teratur. Wajahnya tenang, seolah malam tadi telah membawa kedamaian yang ia cari selama ini. Nadia memandangi pria itu lama, membiarkan dirinya merasa tenang sejenak sebelum kenyataan mengetuk kembali. Ponsel Nadia bergetar di atas meja. Ia melirik—“Mama”. Hatinya mengecil. Ia ragu beberapa detik, lalu mengangkatnya. “Halo, Ma?” “Di mana kamu?” suara ibunya tajam, tidak menunggu sapaan balik. “Kamu enggak pulang semalam. Ini sudah pagi, Nadia.” Nadia menarik napas dalam. “Aku di tempat teman, M

    Terakhir Diperbarui : 2025-05-03
  • Malam yang panas   Bab 11 - Bayang-bayang masa lalu

    Pagi itu, Nadia terbangun lebih dulu. Sinar matahari menyelinap lembut melalui tirai kamarnya, tapi hatinya justru terasa berat. Ia menatap Reza yang masih terlelap di sebelahnya—tenang, nyaris polos. Tapi di balik ketenangan itu, Nadia tahu ada badai yang belum reda.Ia bangkit pelan, mencoba tidak membangunkan Reza, lalu menuju dapur dan mulai membuat kopi. Saat aroma pahit itu memenuhi udara, ponselnya berbunyi. Satu pesan baru masuk, tanpa nama pengirim.> "Kalau kau tahu apa yang pernah dia lakukan padaku, kau pasti tak akan mempercayainya lagi."Jantung Nadia berdetak lebih cepat. Ia menatap layar, menimbang apakah ini hanya ancaman kosong—atau sesuatu yang lebih gelap.Reza muncul di ambang pintu, matanya masih berat. "Kamu bangun pagi.""Ada yang harus aku pikirkan," jawab Nadia pelan, lalu menyodorkan ponselnya.Reza membaca pesan itu. Napasnya tertahan."Dia mulai menyerang kamu juga," katanya perlaha

    Terakhir Diperbarui : 2025-05-04
  • Malam yang panas   Bab 12 - Tumbal Cinta

    Desas-desus mulai beredar di dunia yang pernah mereka hindari—media sosial, forum komunitas sastra, bahkan lingkungan tempat kerja Nadia. Semuanya berawal dari satu unggahan anonim: tangkapan layar pesan suara, beberapa potongan email, dan kutipan dari blog pribadi Rani yang dipelintir menjadi narasi murahan.> “Penulis ternama itu menyimpan masa lalu kelam bersama mantan kekasih yang diduga hamil lalu ditinggalkan. Sekarang, ia kembali menjalin hubungan dengan perempuan yang dulu pernah ia campakkan.”Nama Reza tak disebut langsung. Tapi bagi siapa pun yang cukup mengenal sejarah mereka, pesan itu terang-benderang.Nadia menerima telepon dari kantornya pagi itu."Untuk sementara, kami minta kamu istirahat dulu dari proyek utama," kata atasannya dengan suara datar. "Ini bukan soal kamu secara pribadi, tapi kami nggak bisa menanggung citra negatif dari berita yang sedang beredar."Nadia menggigit bibir. "Padahal belum ada bukti k

    Terakhir Diperbarui : 2025-05-05
  • Malam yang panas   Bab 13 - Luka yang Terbuka

    Langit mendung menggantung rendah ketika Nadia duduk di sebuah kafe kecil di sudut Jakarta, menggenggam secangkir kopi hitam yang sudah dingin. Di hadapannya tergeletak laptop yang belum sempat dibuka, padahal ia datang dengan niat menulis kelanjutan dari kisah yang kini mulai menyebar luas. Namanya mulai diperbincangkan. Bukan sebagai editor atau penulis yang berbakat, tapi sebagai wanita dari masa lalu Reza—perempuan yang “diperebutkan,” “dimanfaatkan,” atau “dibutakan oleh cinta”, tergantung dari siapa yang bicara. Namun hari ini bukan tentang publik. Hari ini tentang satu pesan yang baru saja ia terima. > “Aku ingin bicara. Sendirian. Sore ini. – Rani” Nadia menutup matanya. Ia tahu pertemuan ini tak bisa dihindari selamanya. — Di tempat lain, Reza duduk di ruang kerjanya, memandangi naskah yang belum ia sentuh sejak kemarin. Wawancara itu telah

    Terakhir Diperbarui : 2025-05-06
  • Malam yang panas   Bab 14 - Sorotan

    Sudah dua minggu sejak malam itu—malam ketika Nadia dan Reza memutuskan untuk memulai dari awal. Hari-hari mereka kini terasa lebih ringan, tapi tidak sepenuhnya tenang. Luka masih ada, namun kini tidak lagi menjadi jurang pemisah.Pagi itu, Nadia sedang menulis di ruang kerja kecil di apartemen mereka. Jari-jarinya menari di atas keyboard, menyusun cerita dari kepingan kenyataan yang selama ini ia simpan dalam hati. Naskah barunya bukan fiksi. Ini kisah tentang seorang perempuan yang hampir kehilangan dirinya karena cinta—dan bagaimana ia perlahan menemukannya kembali.“Ini jujur banget, Nad,” komentar Reza ketika membaca draft pertama. “Berani sekali kamu nulis ini.”“Aku harus jujur. Bahkan kalau orang menilainya sebagai kelemahan,” jawab Nadia pelan.Namun keputusan untuk jujur membawa gelombang baru. Setelah naskah itu dikirimkan ke penerbit, respon datang lebih cepat dari yang mereka duga. Seorang editor senior dari salah satu penerbit terna

    Terakhir Diperbarui : 2025-05-07
  • Malam yang panas   Bab 15 - Bayangan Lama

    Pagi itu mendung menggantung di atas kota. Langit kelabu seolah mewakili perasaan Reza yang sejak semalam terus didera keresahan. Ia duduk di studio kecilnya, menatap naskah yang belum ia sentuh sejak seminggu lalu. Jari-jarinya kaku di atas keyboard, pikirannya kacau.Di sisi lain, Nadia justru terlihat lebih kuat dari sebelumnya. Naskahnya sudah masuk tahap akhir penyuntingan, dan promosi awal sudah mulai digerakkan oleh penerbit. Wajahnya mulai muncul di beberapa artikel media, bahkan foto-fotonya sempat viral di Twitter karena dinilai “kuat dan elegan”—dua kata yang justru terasa asing baginya beberapa bulan lalu.Namun keberhasilan itu seperti pisau bermata dua.Reza semakin merasa kecil.Saat Nadia sedang berada di luar untuk wawancara radio, ponsel Reza berdering. Sebuah nomor lama muncul di layar. Awalnya ia ragu untuk menjawab, tapi rasa penasaran dan dorongan tak sadar membuat jempolnya menekan tombol hijau.“Reza,” suara itu me

    Terakhir Diperbarui : 2025-05-08
  • Malam yang panas   Bab 1 Malam yang Tak Terlupakan

    Langit kota masih menyisakan rona jingga ketika Nadia melangkahkan kakinya keluar dari kantor. Hawa malam yang masih hangat menyentuh kulitnya, memberikan sedikit kelegaan setelah seharian terperangkap dalam ruangan ber-AC. Ia merapikan gaun hitam selutut yang dikenakannya, lalu menghela napas panjang.Seharusnya ia langsung pulang ke apartemennya. Hari ini melelahkan, penuh dengan rapat dan tuntutan pekerjaan yang tak ada habisnya. Tapi ada sesuatu di dalam dirinya yang menolak pulang. Ada perasaan gelisah yang tak bisa ia jelaskan—sebuah keinginan untuk melepaskan diri dari rutinitas yang membosankan.Tanpa berpikir panjang, ia mengarahkan langkah ke sebuah lounge yang sering ia datangi. Velvet Bar—tempat yang cukup eksklusif, di mana orang-orang datang bukan hanya untuk minum, tetapi juga untuk melupakan kenyataan sejenak. Musik jazz lembut mengalun ketika ia memasuki ruangan dengan pencahayaan temaram, dinding-dindingnya dihiasi ornamen emas yang memberikan kesan mewah.Nadia memi

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-13

Bab terbaru

  • Malam yang panas   Bab 15 - Bayangan Lama

    Pagi itu mendung menggantung di atas kota. Langit kelabu seolah mewakili perasaan Reza yang sejak semalam terus didera keresahan. Ia duduk di studio kecilnya, menatap naskah yang belum ia sentuh sejak seminggu lalu. Jari-jarinya kaku di atas keyboard, pikirannya kacau.Di sisi lain, Nadia justru terlihat lebih kuat dari sebelumnya. Naskahnya sudah masuk tahap akhir penyuntingan, dan promosi awal sudah mulai digerakkan oleh penerbit. Wajahnya mulai muncul di beberapa artikel media, bahkan foto-fotonya sempat viral di Twitter karena dinilai “kuat dan elegan”—dua kata yang justru terasa asing baginya beberapa bulan lalu.Namun keberhasilan itu seperti pisau bermata dua.Reza semakin merasa kecil.Saat Nadia sedang berada di luar untuk wawancara radio, ponsel Reza berdering. Sebuah nomor lama muncul di layar. Awalnya ia ragu untuk menjawab, tapi rasa penasaran dan dorongan tak sadar membuat jempolnya menekan tombol hijau.“Reza,” suara itu me

  • Malam yang panas   Bab 14 - Sorotan

    Sudah dua minggu sejak malam itu—malam ketika Nadia dan Reza memutuskan untuk memulai dari awal. Hari-hari mereka kini terasa lebih ringan, tapi tidak sepenuhnya tenang. Luka masih ada, namun kini tidak lagi menjadi jurang pemisah.Pagi itu, Nadia sedang menulis di ruang kerja kecil di apartemen mereka. Jari-jarinya menari di atas keyboard, menyusun cerita dari kepingan kenyataan yang selama ini ia simpan dalam hati. Naskah barunya bukan fiksi. Ini kisah tentang seorang perempuan yang hampir kehilangan dirinya karena cinta—dan bagaimana ia perlahan menemukannya kembali.“Ini jujur banget, Nad,” komentar Reza ketika membaca draft pertama. “Berani sekali kamu nulis ini.”“Aku harus jujur. Bahkan kalau orang menilainya sebagai kelemahan,” jawab Nadia pelan.Namun keputusan untuk jujur membawa gelombang baru. Setelah naskah itu dikirimkan ke penerbit, respon datang lebih cepat dari yang mereka duga. Seorang editor senior dari salah satu penerbit terna

  • Malam yang panas   Bab 13 - Luka yang Terbuka

    Langit mendung menggantung rendah ketika Nadia duduk di sebuah kafe kecil di sudut Jakarta, menggenggam secangkir kopi hitam yang sudah dingin. Di hadapannya tergeletak laptop yang belum sempat dibuka, padahal ia datang dengan niat menulis kelanjutan dari kisah yang kini mulai menyebar luas. Namanya mulai diperbincangkan. Bukan sebagai editor atau penulis yang berbakat, tapi sebagai wanita dari masa lalu Reza—perempuan yang “diperebutkan,” “dimanfaatkan,” atau “dibutakan oleh cinta”, tergantung dari siapa yang bicara. Namun hari ini bukan tentang publik. Hari ini tentang satu pesan yang baru saja ia terima. > “Aku ingin bicara. Sendirian. Sore ini. – Rani” Nadia menutup matanya. Ia tahu pertemuan ini tak bisa dihindari selamanya. — Di tempat lain, Reza duduk di ruang kerjanya, memandangi naskah yang belum ia sentuh sejak kemarin. Wawancara itu telah

  • Malam yang panas   Bab 12 - Tumbal Cinta

    Desas-desus mulai beredar di dunia yang pernah mereka hindari—media sosial, forum komunitas sastra, bahkan lingkungan tempat kerja Nadia. Semuanya berawal dari satu unggahan anonim: tangkapan layar pesan suara, beberapa potongan email, dan kutipan dari blog pribadi Rani yang dipelintir menjadi narasi murahan.> “Penulis ternama itu menyimpan masa lalu kelam bersama mantan kekasih yang diduga hamil lalu ditinggalkan. Sekarang, ia kembali menjalin hubungan dengan perempuan yang dulu pernah ia campakkan.”Nama Reza tak disebut langsung. Tapi bagi siapa pun yang cukup mengenal sejarah mereka, pesan itu terang-benderang.Nadia menerima telepon dari kantornya pagi itu."Untuk sementara, kami minta kamu istirahat dulu dari proyek utama," kata atasannya dengan suara datar. "Ini bukan soal kamu secara pribadi, tapi kami nggak bisa menanggung citra negatif dari berita yang sedang beredar."Nadia menggigit bibir. "Padahal belum ada bukti k

  • Malam yang panas   Bab 11 - Bayang-bayang masa lalu

    Pagi itu, Nadia terbangun lebih dulu. Sinar matahari menyelinap lembut melalui tirai kamarnya, tapi hatinya justru terasa berat. Ia menatap Reza yang masih terlelap di sebelahnya—tenang, nyaris polos. Tapi di balik ketenangan itu, Nadia tahu ada badai yang belum reda.Ia bangkit pelan, mencoba tidak membangunkan Reza, lalu menuju dapur dan mulai membuat kopi. Saat aroma pahit itu memenuhi udara, ponselnya berbunyi. Satu pesan baru masuk, tanpa nama pengirim.> "Kalau kau tahu apa yang pernah dia lakukan padaku, kau pasti tak akan mempercayainya lagi."Jantung Nadia berdetak lebih cepat. Ia menatap layar, menimbang apakah ini hanya ancaman kosong—atau sesuatu yang lebih gelap.Reza muncul di ambang pintu, matanya masih berat. "Kamu bangun pagi.""Ada yang harus aku pikirkan," jawab Nadia pelan, lalu menyodorkan ponselnya.Reza membaca pesan itu. Napasnya tertahan."Dia mulai menyerang kamu juga," katanya perlaha

  • Malam yang panas   Bab 10 - Luka yang belum sembuh

    Pagi itu, sinar matahari masuk lewat celah tirai, memecah kehangatan kamar yang masih diselimuti sisa-sisa malam. Nadia terbangun lebih dulu. Ia duduk di tepi ranjang, menyelimuti tubuhnya dengan selimut tipis, menatap ke luar jendela dengan perasaan campur aduk. Tubuhnya masih hangat oleh pelukan Reza semalam, tapi pikirannya sudah melayang ke dunia luar—tempat masalah tak bisa diabaikan. Reza masih tertidur, napasnya teratur. Wajahnya tenang, seolah malam tadi telah membawa kedamaian yang ia cari selama ini. Nadia memandangi pria itu lama, membiarkan dirinya merasa tenang sejenak sebelum kenyataan mengetuk kembali. Ponsel Nadia bergetar di atas meja. Ia melirik—“Mama”. Hatinya mengecil. Ia ragu beberapa detik, lalu mengangkatnya. “Halo, Ma?” “Di mana kamu?” suara ibunya tajam, tidak menunggu sapaan balik. “Kamu enggak pulang semalam. Ini sudah pagi, Nadia.” Nadia menarik napas dalam. “Aku di tempat teman, M

  • Malam yang panas   Bab 9 - Malam yang membakar

    Malam telah larut. Jam di dinding berdetak pelan, seakan tahu bahwa waktu yang berjalan malam ini bukan sekadar menit dan detik—tapi langkah-langkah menuju sesuatu yang lebih dalam. Nadia berdiri di depan jendela, memandangi bias lampu kota yang membias di permukaan kaca. Rambutnya tergerai, dan gaun tipis yang ia kenakan hanya sampai lutut. Reza mendekat perlahan, langkahnya nyaris tanpa suara. Tatapannya tak lepas dari siluet perempuan itu—sosok yang dulu ia miliki, lalu ia kehilangan, dan kini berdiri di hadapannya lagi, dalam damai dan keraguan yang membaur jadi satu. “Kamu masih ingat malam itu?” tanya Nadia pelan, tanpa menoleh. Reza berhenti di belakangnya. “Malam yang mana?” “Malam pertama kamu bilang kamu ingin aku, bukan hanya tubuhku. Tapi hidupku.” Reza mendekat, menempelkan dadanya ke punggung Nadia. Ia melingkarkan kedua lengannya ke pinggang perempuan itu, memeluknya tanpa kata. Hangat. Teguh.

  • Malam yang panas   Bab 8 - Rasa yang tak bernama

    Hujan turun lagi malam itu. Tidak deras, hanya rintik-rintik yang lembut, seperti nada latar untuk hati yang sedang rapuh. Nadia berdiri di depan jendela, menatap lampu jalan yang berpendar oleh air.Sudah dua hari sejak pertemuannya dengan Reza dan Faris. Dua hari yang tenang di luar, tapi penuh pergolakan di dalam. Ia pikir ia bisa menenangkan pikirannya, menjernihkan segalanya. Tapi hati bukan sekadar logika.Di dalam dadanya, ada dua suara: satu yang terus memanggil nama Reza—dengan rindu, dengan kenangan, dengan luka yang tak bisa ia benci; dan satu lagi yang mulai berbisik tentang kemungkinan baru, tentang seseorang yang hadir tanpa menyentuh masa lalu—Faris.Dan malam ini, tanpa ia rencanakan, Reza datang lagi.Ketukan di pintu apartemennya pelan. Tidak mendesak. Tapi cukup untuk membuat jantungnya berdetak lebih cepat.Nadia membuka pintu. Reza berdiri di sana, dengan jaket kulit basah oleh hujan, rambutnya sedikit acak, dan mata

  • Malam yang panas   Bab 7 - Bayangan yang tak pergi

    Pagi datang dengan cahaya lembut yang menyelinap melalui tirai jendela. Nadia terbangun perlahan, matanya masih berat, tapi tubuhnya sadar—ia tidak sendiri.Reza duduk di dekat jendela, masih dengan kaus abu-abu dari malam sebelumnya, menatap keluar dengan secangkir kopi di tangan. Ada ketenangan aneh di raut wajahnya, seperti seseorang yang baru saja mengalami mimpi yang hampir ia lupakan begitu terbangun.Nadia bangkit perlahan, membenarkan rambutnya dan duduk di tepi ranjang.“Pagi,” ucapnya pelan.Reza menoleh dan tersenyum kecil. “Pagi.”Untuk beberapa detik, keduanya hanya saling menatap. Tak ada kata yang keluar, tapi semua yang mereka rasakan mengalir bebas di antara sorot mata.“Aku enggak tahu harus bilang apa soal tadi malam,” ujar Nadia, suaranya serak karena tidur.Reza meletakkan cangkirnya di meja. “Enggak usah bilang apa-apa. Aku juga masih belum tahu apa yang sebenarnya terjadi.”“Tapi kamu teta

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status