Share

Mama Untuk Aliza
Mama Untuk Aliza
Author: Pratiwi

Bab 01. Permohonan Aliza

Sepulang dari rumah Sinta, kini Retha duduk termenung sendirian di kamarnya. Dia memikirkan nasib putranya di masa depan. Akankah Donny bisa melewati semuanya, sedangkan wanita paruh baya itu tahu bawa anaknya benar-benar cinta mati dengan istrinya. Retha menarik napas panjang dan menghubungi suaminya via telepon lalu mengabarkan bahwa anaknya mulai terketuk hati untuk menggendong bayinya.

“Halo, Ma. Ada apa?” tanya Hendra di seberang sana.

“Ada kabar baik, Pa.”

“Kabar baik apa?”

“Donny sekarang sudah bisa mengikhlaskan kepergian Aisyah dan mulai menerima keberadaan anaknya, Pa.”

“Alhamdulillah, syukurlah kalau begitu, Ma.”

Lalu pasangan yang sudah menikah hampir 27 tahun itu mengobrol sebentar sebelum akhirnya panggilan telepon dimatikan oleh Retha. Wanita itu paham bahwa suaminya sedang bekerja di kantor.

****

Semakin lama kehidupan keluarga Donny berubah, mereka masih tetap mengingat Aisyah sebagai gadis kesayangan. Namun mereka sudah bisa mengikhlaskan kepergian gadis cantik berambut panjang itu. Donny sendiri ketika setelah empat puluh hari istrinya meninggal. Pemuda itu memboyong anaknya untuk tinggal di rumahnya sendiri bersama Mama dan Papanya.

“Nanti kalau Mama rindu dengan Aliza gimana, Don?” tanya Sinta yang seolah tak rela jika Donny dan anaknya meninggalkan rumah. Sebenarnya Sinta dan Surya tak mengapa andai Donny selamanya akan tinggal dengan mereka. Namun Donny tak ingin terus menerus membebani mertuanya. Apalagi sekarang memang statusnya adalah duda. Duda dari anak yang mereka banggakan.

“Nanti Mama bisa minta antar Papa untuk ke rumah. Atau nanti kalau aku libur kerja pasti aku akan ajak Aliza main ke sini. Biar bisa ketemu sama Oma dan Opanya,” jawab Donny.

“Benar ya, Don.”

“Iya, Ma. Benar.”

Lalu Donny berpamitan pada Sinta, Surya, Yoga dan juga Feby. Mereka mengantar Donny sampai di depan rumah dan melajukan mobilnya menuju rumah orang tuanya. Donny ditemani oleh satu pengasuh yang nantinya akan membantu dia dan Mamanya dalam menjaga Aliza.

****

Lima tahun kemudian.

Aliza Florensia, putri dari Donny Wijaya dan Aisya Fatmasari kini tumbuh jadi gadis cantik dan menggemaskan. Bahkan sifat manja dan suka merajuk dari ibunya pun turun ke putrinya. 

Feby yang menjalani hidup sebagai istri Yoga sampai sekarang belum di karuniai keturunan. Dan sampai sekarang pula Yoga dan Feby tinggal di rumah Dimas. Hingga Sinta yang awalnya menyukai Feby namun beberapa bulan terakhir ini jadi tak menyukai menantunya itu. Dikarenakan Feby memang belum bisa mempunyai anak. Sinta semakin kesepian karena Aliza sudah jarang mampir ke rumahnya. Karena pekerjaan Donny memang tak bisa ditinggal.

Feby yang memang tak pandai memasak membuat dirinya tak pernah memasak makanan untuk keluarganya. Terlihat Sinta keluar dari kamarnya dan berjalan menuju ruang makan. Feby menoleh ke arah Mama mertuanya dan menyunggingkan senyum tipis.

“Pagi, Ma,” sapa Feby.

“Dimas mana?” Tanpa menjawab sapaan dari Feby kini wanita paruh baya itu malah menanyakan hal lain.

“Sudah berangkat, Ma,” balas Feby.

"Ini masakan siapa?” Sinta.

 "Masakan Bibi.”

"Kamu itu jadi perempuan harus bisa masak. ingat, kamu itu tidak bisa punya anak. Setidaknya kamu bisa lebih berguna di rumah ini,” kata Sinta pedas.

"Iya, Ma.”

"Jangan iya saja, buktikan! Jangan, sok ratu dan tidak sah sok manja!” bentak Sinta dan meninggalkan gadis itu. Feby menunduk menitikkan air mata lalu menatap perut datarnya yang sampai sekarang tak ada janin di dalam rahimnya.

Gadis itu pun sudah tak berselera melanjutkan makan kembali. Dia menaruh sendok di atas piring lalu berdiri dan meninggalkan ruang makan. Rasa lapar yang sejak tadi mendera tiba-tiba langsung hilang begitu saja. Pedas kata dari sang mertua membuat dirinya tak bertenaga. Feby memang belum mendapatkan keturunan. Entah karena faktor apa padahal dia sehat-sehat saja selama ini.

Feby duduk di sofa yang berada di dalam kamarnya. Tangannya terjulur untuk mengambil foto orang tuanya yang ada di atas nakas. Tanpa sadar air matanya pun turun dengan derasnya. Selama ini dia hidup berkecukupan dan tak pernah mendapatkan kata kasar dari orang tuanya. Dia rela ikut dan tinggal di rumah mertuanya karena kecintaannya terhadap Yoga, suaminya.

Di lain rumah, Aliza sedang merajuk dan tak mau sarapan dan hanya diam menunggu Ayahnya keluar dari kamar. 

“Aliza, sarapannya kenapa tidak dimakan, Nak. Ini sudah Oma buatkan roti selai rasa coklat loh,” ucap Retha membujuk cucu satu-satunya.

“Aliza tidak lapar, Oma,” balas Aliza yang hanya diam dan menatap makanan di piring.

“Kalau Aliza tidak makan nanti di sekolah lapar bagaimana?” ucap Retha tetap membujuk cucunya. Tak berapa lama kemudian, Donny melangkah menuruni anak tangga dan berjalan menghampiri anak dan Mamanya.

“Selamat pagi semua,” sapa Donny dan langsung mencium pucuk kepala anak semata wayangnya.

“Ada apa ini? Kok pagi-pagi putri ayah sudah cemberut begini?” tanya Donny lalu duduk di samping Aliza.

“Hmmm... Biasalah, merajuk dia,” sahut Retha.

“Ayah,” rengek Aliza dengan nada manja.

“Iya, apa sayang?” jawab Donny sambil memakan rotinya.

“Aliza boleh minta sesuatu tidak?” tanya Aliza sambil memainkan jemarinya.

“Iya, katakan saja, Nak,” jawab Donny menganggukkan kepala.

“Aliza ingin punya Mama kalau ulang tahun,” pinta gadis kecil itu.

Uhuk... Uhuk... Donny yang sedang makan pun tersedak.

“Minum dulu,” ucap Retha sembari memberikan segelas susu pada Donny.

“Aliza... kok bicara seperti itu, siapa yang ajarkan?” tanya Donny pada anaknya yang terdiam. Sedangkan pemuda itu langsung melirik Mamanya karena memang selama ini Retha selalu meminta Donny untuk mencari istri kembali. Agar kehidupan anak dan cucunya juga ada yang memperhatikan.

“Kenapa? Bukan Mama yang mengajarkan,” sahut Retha membela diri saat tahu dipandang oleh Donny.

“Nak, mencari Mama itu tidak mudah seperti membeli boneka untuk Aliza,” ucap Donny.

“Tapi Ayah, semua teman Aliza di sekolah punya Mama. Hanya Aliza yang tidak punya Mama, Aliza hanya ingin punya Mama, Ayah,” ucap gadis kecil itu dengan menundukkan kepala yang membuat Donny seketika menarik napas panjang.

“Kan ada Oma.”

“Oma ya Oma, Mama ya Mama. Beda, Ayah,” balas Aliza bernada kesal.

“Ya sudah, nanti Ayah pikirkan lagi untuk permintaan Aliza ya. Mendingan sekarang kita berangkat sekolah, jangan lupa nanti undang semua teman-teman untuk merayakan ulang tahun Aliza minggu depan ya. Ayah sama Oma dan Opa sudah mempersiapkan semuanya untuk anak ayah yang paling cantik ini,” bujuk Donny agar anaknya melupakan keinginan untuk meminta Mama baru.

“Ah, ayah tidak keren dan tidak asyik,” keluh Aliza dengan cemberut lalu bangkit berdiri lalu menggendong tas sekolahnya dia.

Donny hanya menghela napas panjang dan menggelengkan kepala memikirkan keinginan anaknya. Retha hanya terdiam karena memang dia tidak mengajarkan Aliza untuk berucap demikian. Namun sebagai seorang Ibu pasti ingin anaknya berumah tangga kembali.

“Ma, tolong siapkan bekal saja buat Aliza. Takutnya nanti dia lapar di sekolah,” pinta Donny lalu meminum susu dan berlalu menyusul putrinya. Retha hanya menganggukkan kepala dan mulai menyiapkan bekal untuk cucu semata wayangnya ke sekolah.

****

Donny segera meraih tas yang ada di meja makan dan juga memakai jasnya. Pemuda itu berjalan ke luar rumah menyusul anaknya yang tadi ngambek. Donny hanya tersenyum dan memang sudah memahami karakter anak perempuannya. Terlihat Aliza sudah duduk di dalam mobil ayahnya namun dengan wajah yang ditekuk dan ekspresinya cemberut khas anak kecil yang sedang merajuk. Donny membuka pintu mobil yang di sebelah Aliza duduk lalu menghela napas panjang. Beberapa saat kemudian terlihat Retha tengah berjalan dari dalam rumah dengan membawa kotak bekal makanan lalu menyerahkannya pada Donny. Pemuda itu menerimanya lalu menaruhnya di dalam mobil.

“Makasih ya, Ma,” ucap Donny saat menerima kotak makan itu.

“Iya, sama-sama,” balas Retha.

“Ya sudah, kita berangkat dulu ya, Ma. Nanti takut Aliza telat masuk sekolahnya,” pamit Donny pada Retha. Pemuda itu melirik ke arah putrinya yang ternyata malah bersedekap dada dan masih berwajah cemberut. Donny menoleh ke arah Mamanya dan Retha hanya mengangkat bahunya.

“Hati-hati ya,” pesan Retha saat Donny berjalan ke arah kemudi dan menaiki mobilnya.

“Iya, Ma,” jawab Donny sambil melajukan mobilnya ke arah sekolah Aliza.

Beginilah sisi lain dari kehidupan Donny saat berada di rumah. Namun saat di rumah sakit dia adalah seorang Dokter yang bisa terbilang tegas namun tetap ramah. Hampir setiap hari pemuda itu akan mengantar anaknya untuk berangkat ke sekolah. Hanya jika dia ada rapat pagi mendadak baru kadang Aliza diantarkan oleh Retha atau Oma dia yang satu lagi, Sinta.

Di tengah perjalanan Donny beberapa kali menoleh ke arah anaknya yang tetap saja cemberut bahkan enggan berbicara padanya. Pemuda itu hanya tersenyum lalu menatap ke arah jalan kembali hingga akhirnya dia tak kuat jika berdiam di depan anaknya.

“Sudah dong, anak ayah jangan cemberut terus. Nanti cantiknya hilang loh,” ucap Donny dengan tetap fokus mengemudi mobilnya. Namun bukannya menjawab gadis kecil yang duduk di samping Donny malah terlihat membuang muka ke arah jendela.

“Oke deh, ayah menyerah kalau putri ayah cemberut begini. Apa pun yang Aliza mau ayah turuti deh,” ucap Donny membujuk anaknya.

“Benar?” tanya Aliza akhirnya membuka suara dengan mata yang berbinar membuat Donny mengangguk lalu menoleh Aliza sekilas.

“Tapi tawaran ayah tidak untuk mencari Mama baru loh ya, cinta ayah hanya untuk Aliza. Ayah belum siap berbagi cinta, Nak. Suatu saat kau pasti paham,” ucap Donny dengan simpel agar anaknya bisa mengerti.

“Hmmm...”

“Gimana? Tawaran ayah tidak ditanggapi nih,” sahut Donny saat anaknya hanya berdehem.

“Sebenarnya Aliza ingin Mama baru tapi ya sudah deh, Aliza mau Ayah belikan aku boneka teddy bear yang besar sekali seperti Ayah,” ucap Aliza dengan menggerakkan tangannya seperti menggambarkan ukuran boneka yang dia inginkan.

“Hanya itu?” tanya Donny.

“Iya, Ayah,” jawab Aliza.

“Baiklah, itu hal yang mudah, Nak. Nanti ayah akan belikan Aliza boneka yang sangat besar ya,” ucap Donny. Gadis kecil itu hanya mengangguk dan terlihat lebih bersemangat dari sebelumnya. Mata indahnya bahkan memancarkan binar kebahagiaan yang membuat Donny tersenyum lega.

“Sudah, itu saja?” tanya Donny.

“Iya, Ayah. Itu saja,” jawab Aliza.

“Kalau Aliza ingin apa-apa langsung bilang saja ke ayah. Kalau ayah mampu pasti ayah akan usahakan untuk memberikan pada putri ayah yang cantik ini. Tapi ingat bukan untuk mencari Mama baru ya,” papar Donny sambil mengusap kepala Aliza.

“Memangnya kenapa Aliza tidak boleh meminta Mama baru, Ayah?” tanya Aliza dengan polosnya.

“Nak, ada beberapa hal yang dijalani oleh orang dewasa seperti ayah ini dan tidak akan dimengerti oleh kalian para anak kecil. Suatu saat nanti Aliza pasti akan mengerti, yang intinya sekarang adalah mencari Mama baru untuk Aliza itu bukan hal yang mudah, Nak,” terang Donny.

“Iya, Ayah,” jawab Aliza pada akhirnya.

Lalu Donny lebih memilih untuk fokus pada jalanan kembali. Daripada nanti sang anak merengek lagi untuk dicarikan Mama baru. Entah anak sekecil itu bisa mengatakan ingin Mama baru dari siapa. Awalnya tadi pemuda itu mengira bahwa Retha yang memberi tahu Aliza dan memuluskan rencananya. Namun ternyata Retha saja tidak tahu bahkan terkesan kaget juga dengan permintaan Aliza.

Bukan tanpa alasan bahwa Donny sempat mengira Mamanya yang mengajari Aliza mengatakan itu. Namun memang beberapa kesempatan Donny didesak Mamanya untuk segera menikah lagi. Donny masih muda, mapan dan penyayang. Siapa yang tidak ingin berhubungan khusus dengan Donny Wijaya. Namun Donny memang masih tak ingin untuk melupakan Aisyah secepat ini. Dia hanya ingin mencurahkan segala kasih sayangnya untuk Aliza. Putri satu-satunya yang diberikan Aisyah terakhir kali.

Tak berapa lama kemudian, mobil yang ditumpangi oleh Donny dan Aliza berhenti tepat di depan sekolah Aliza. Donny menghentikan mobilnya lalu membantu Aliza untuk melepas sabuk pengamannya dan turun. Donny berjongkok menyamai tinggi anaknya lalu mengusap kening Aliza.

“Aliza masuk dulu ya, Ayah,” pamit Aliza pada Donny.

“Iya, eh ini mana?” ucap Donny seraya menunjuk kedua pipinya.

“Oh, iya. Lupa,” sahut Aliza sambil tertawa pelan. Lalu gadis kecil itu mencium kedua pipi Donny secara bergantian.

“Nah, ini bekal makan Aliza dari Oma, lain kali tidak boleh begitu ya. Oma kan sudah mempersiapkan sarapan jadi harus dimakan, itu namanya menghargai,” nasihat Donny.

“Iya, Ayah. Nanti Aliza minta maaf sama Oma ya. Da... Da... Ayah,” ucap Aliza sambil melambaikan tangan ke arah Donny dan berjalan menjauh ke kelasnya.

Donny hanya tertawa pelan lalu melambaikan tangan juga ke arah Aliza. Setelah putrinya sudah masuk ke dalam sekolah dan bergabung dengan teman-temannya, Donny melangkahkan kaki dan menaiki mobilnya kembali. Pemuda itu memasang sabuk pengaman lalu tanpa sengaja menatap satu foto yang memang sengaja dia letakkan di dasbor mobil.

Sebuah potret dirinya dengan Aisyah saat mereka tunangan. Aisyah terlihat sangat cantik dan ceria. Donny mengusap foto Aisyah dan menciumnya sekilas lalu menarik napas panjang.

“Anak kita sudah tumbuh besar, Sayang. Dia sangat mirip sekali denganmu. Dia cantik dan ceria tapi terkadang suka ngambek. Ya, sangat persis dirimu, Aisyah. Sampai kadang aku seperti menemukan jiwamu dalam jiwa anak kita. Andai kau masih ada pasti kau sangat bangga dengan anak kita, dia anak yang pintar. Aisyah, aku merindukanmu,” lirih Donny sambil mengerjapkan matanya ke arah atas agar air matanya tak jatuh ke pipi.

Donny menyalakan mobilnya dan melajukan untuk menuju rumah sakit tempat dia bekerja. Pemuda itu menyeka sudut mata yang memang tanpa sadar menjatuhkan air mata kembali. Donny menghela napas panjang seiring dering ponselnya yang berbunyi. Ada satu nama tertera di sana meneleponnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status