Share

Bab 02. Perawat Baru

Saat Donny mulai melajukan mobilnya tiba-tiba terdengar dering ponselnya berbunyi. Donny melirik ke arah ponselnya yang dia letakkan di samping kemudi. Tertera nama Juno di sana, teman satu profesi dengannya sebagai dokter umum. Dan Juno bisa dibilang juga adalah tangan kanan Donny andai pemuda itu ada urusan yang mendesak.

Donny menepikan mobilnya lalu meraih benda pipih itu dan menerima telepon dari Juno. Donny menempelkan ponselnya di telinga sebelah kirinya. Donny memang mempunyai kebiasaan andai ada yang menelepon sebiasa mungkin pemuda itu mencari tempat untuk mobilnya berhenti. Takut nanti seandainya dia tidak fokus dalam berkendara.

“Halo, Jun. Ada apa?” tanya Donny langsung pada inti.

“Kau sedang di mana?” tanya balik Juno dari seberang sana.

“Aku masih di lingkungan sekolah Aliza, baru saja selesai mengantarnya ke sekolah,” jawab Donny.

“Oh gitu, cepat balik ke rumah sakit ya,” ucap Juno.

“Kenapa?”

“Sudah, cepat balik ke rumah sakit dulu.”

“Memangnya kenapa sih, ada hal penting apa? Kau kan bisa mengatakannya sekarang tanpa harus menunggu nanti,” tegas Donny.

“Sudahlah, aku sudah memberitahumu. Yang penting kau cepat kembali ke rumah sakit nanti aku akan memberitahumu secara jelas,” ucap Juno.

“Oke, aku segera ke rumah sakit,” ucap Donny lalu mematikan sambungan teleponnya pada Juno.

Donny menaruh ponselnya kembali di kursi samping kemudi. Lalu menyalakan mobil dan melajukannya menuju rumah sakit. Dia penasaran ada apa dengan Juno yang tiba-tiba menyuruhnya ke kantor cepat. Juno adalah teman dari masa sekolahnya dan memang kebetulan juga adalah teman seprofesi dengannya sebagai dokter umum.

Donny menambah kecepatannya untuk sampai di kantor miliknya. Pemuda itu sepertinya memang benar-benar penasaran dengan apa yang dikatakan sahabatnya di rumah sakit. Sesekali Dony terlihat tersenyum menatap foto dirinya dan Aisyah. Seolah memang dia sedang tersenyum kepada istrinya. Aisyah yang manis dan cantik dan sekarang sedang dirindukan oleh suaminya.

****

Sementara itu, Aliza yang berjalan menuju ruang kelasnya. Ada beberapa temannya yang juga baru diantar oleh orang tua mereka. Aliza berjalan pelan lalu langkahnya semakin pelan karena tahu ada Ibu guru kesayangannya di depan.

“Pagi, Aliza,” sapa wanita muda yang memakai kerudung warna salem.

“Pagi, Miss Cindy,” balas Aliza sambil tersenyum manis.

“Aliza tadi diantar siapa? Oma atau Ayah?” tanya Cindy yang langsung berjongkok menyamai tinggi Aliza dan membenarkan pita gadis kecil itu karena sedikit miring.

“Diantar Ayah, Miss,” jawab Aliza.

“Nah, sudah. Cantik sekali,” puji Cindy setelah merapikan pita rambut milik Aliza.

“Miss Cindy,” panggil Aliza.

“Iya, Nak,” jawab Cindy menatap Aliza yang masih sejajar dengan dirinya.

“Minggu depan Aliza mau ulang tahun dan mengadakan pesta kecil, Aliza mau undang Miss Cindy. Datang ya, Miss,” ucap Aliza dengan nada setengah meminta.

“Pasti Miss Cindy datang dong untuk murid yang paling cantik ini,” jawab Cindy.

“Emm... Miss.”

“Iya, Nak. Apa lagi?” tanya Cindy karena Aliza terlihat ragu-ragu.

“Miss Cindy mau tidak jadi Mama baru Aliza,” ucap Aliza spontan.

“Apa?”

Cindy pun terlihat kaget dengan pernyataan polos yang keluar dari mulut anak didiknya.

“Kenapa, Miss? Tidak mau ya jadi Mama Aliza?”

“Bukan gitu, Sayang. Tapi kan Ayah Aliza belum tentu mau sama Miss Cindy, Nak,” balas Cindy.

“Ayah pasti mau kok, Miss. Kan Miss Cindy baik dan sangat cantik,” ucap Aliza.

“Emmm...” Belum sempat Cindy menjawab ucapan Aliza ternyata jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Dan bel berdentang tanda semua murid harus masuk ke dalam kelas karena akan dimulai pelajaran.

“Nah, sudah bel. Ayo kita masuk,” ajak Cindy yang bersyukur karena bisa mengalihkan pembicaraan anak didiknya itu. Aliza yang memang belum puas dengan jawaban Cindy akhirnya hanya bisa mengangguk lemas dan berjalan gontai menuju kelasnya.

Berbeda dengan Aliza, kini Cindy tengah tersenyum sendiri karena merasakan hawa panas di sekitar pipinya. Gadis itu memang beberapa kali berpapasan bahkan kadang terlibat obrolan ringan dengan Donny, Ayah dari Aliza. Dan tanpa disadari Donny ternyata guru kesayangan anaknya itu pernah sering mencuri pandang karena memang menaruh hati pada duda muda itu.

****

Donny berjalan menyusuri lorong di rumah sakit karena memang sedang ada janji dengan Juno. Pemuda itu berjalan ke arah ruangan Juno yang berada di dekat lift. Tanpa mengetuk pintu pemuda itu gegas memasuki ruangan sahabatnya. Juno yang tengah mengerjakan sesuatu dari balik layar laptopnya kini menoleh.

“Ada apa sebenarnya, Jun?” tanya Donny yang memang tak suka berbasa-basi.

“Sekarang mendingan kita ke ruanganmu,” ajak Juno yang langsung bangkit berdiri.

“Maksudnya apa? Katanya kau ingin memberitahuku sesuatu,” ucap Donny yang menatap Juno dengan tatapan bingung.

“Sudah, ayo.”

“Eh, tunggu. Oh ya gimana soal perawat pengganti Mirna yang baru? Sudah diseleksi Pak Ferdy kan?” tanya Donny mengalihkan bahasan.

“Makanya itu ayo ke sana,” balas Juno yang sedikit kesal karena Donny semakin mengulur waktu.

Donny dan Juno akhirnya keluar dari ruangan lalu berjalan bersisian menuju ruang kerja Donny. Letak ruangan Donny memang tak jauh dari ruangan Juno. Dan di sebelah ruangan Juno terdapat ruang kecil bersekat yang nantinya akan dihuni oleh perawat baru Danu agar tak susah ketika meminta pertolongan.

Juno berjalan mendahului Donny lalu menuju ruangan perawat itu. Pemuda itu membuka pintu yang semakin membuat Donny mengernyitkan dahinya karena bingung. Setelah pintu terbuka terlihat ada seorang gadis di sana yang berdiri membelakangi pintu karena sedang mencari beberapa berkas yang terletak di rak belakang meja.

“Oh kau mau memperkenalkan perawat baru? Nanti kan aku bisa berkenalan sendiri tanpa kau yang memperkenalkan,” ucap Donny saat sudah di ambang pintu. Mendengar suara pintu terbuka dan ada orang yang berbicara kini gadis yang tadi membelakangi pintu itu menoleh ke arah dua pemuda yang masih berdiri di ambang pintu.

“Selamat pagi, Pak,” sapa gadis itu lembut. Donny yang menatapnya langsung membelalakkan mata dan berjalan mendekati gadis itu.

“Aisyah,” lirih Donny tanpa sadar.

“Maaf, Pak. Saya di sini ditugaskan Pak Ferdy untuk menggantikan posisi Ibu Mirna sebagai perawat yang membantu Bapak,” ucap gadis itu pada Donny.

“Gimana? Mirip banget kan?” bisik Juno tepat di telinga Donny.

“Namamu siapa?” tanya Donny.

“Steffi, Pak,” jawab gadis itu singkat.

“Bukan Aisyah?”

“Aisyah? Bukan, Pak. Saya Steffi Maharani,” ucap gadis itu memperkenalkan dirinya.

“Baiklah, lanjutkan saja kerjamu. Aku tak mau ada yang cacat dalam pekerjaanmu,” perintah Donny dengan tegas.

“Baik, Pak,” balas Steffi dengan menunduk.

Donny dan Juno segera berjalan keluar dari ruangan Steffi lalu menutup pintunya. Donny sendiri masih tak percaya ada gadis yang sangat mirip dengan mendiang istrinya.

“Dia benar-benar Steffi atau malah Aisyah yang hidup lagi?” tanya Juno yang membuat Donny segera menoleh lalu menautkan alis.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status