แชร์

Bab 4

ผู้เขียน: Dwi Asti A
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-05-16 13:09:30

Eldwin mengepalkan tangannya menahan geram. Dia tidak ingin bertindak gegabah. Namun, dia merasa semakin yakin ada sesuatu antara ayahnya dan Anna.

‘Dasar perempuan penggoda, bagaimana bisa kau mendekati papaku diam-diam seperti ini. Awas saja, aku akan membuat perhitungan denganmu nanti.'

Setelah berusaha mengontrol emosinya, Eldwin keluar dan menemui mereka.

“Pa, teman-teman ingin mengobrol dengan papa.”

Anna dan Wijaya menoleh bersamaan dengan kedatangan Eldwin dan seketika mereka saling menjauh. Mereka terlihat gugup, itulah kesan yang ditangkap Eldwin yang batinnya penuh dengan kecurigaan saat itu.

“Soal apa tiba-tiba mereka ingin berbicara denganku?” Wijaya bertanya heran.

“Tidak tahu, Pah, mungkin hanya ingin mengobrol saja.”

“Baiklah.”

Tanpa banyak bertanya, Wijaya berlalu meninggalkan tempat itu, menyisakan Eldwin, dan Anna yang tengah mencuci piring.

Anna melanjutkan pekerjaannya tanpa mempedulikan kehadiran Eldwin di ruangan itu. Eldwin berjalan mendekat dan bersandar pada meja dapur dalam posisi berlawanan dengan Anna. Sesekali memperhatikan Anna yang serius dengan pekerjaannya.

“Kenapa sampai sekarang belum menikah lagi? Kalau bertambah usiamu mungkin kau tidak akan terlihat muda dan cantik lagi?” tanya Eldwin.

“Apa urusanmu menanyakan hal itu, El? berapa kali aku katakan jangan lagi singgung soal masa lalu maupun pernikahan diriku sebelumnya.”

“Itu karena aku peduli denganmu.”

“Kau sengaja menyinggung hal yang tak kusuka, bagaimana hal itu bisa dikatakan peduli. Berhentilah mencampuri masalah pribadiku.”

“Kenapa? Apa kau begitu mencintai pria itu sampai tidak ingin menikah lagi. Cinta sejati?” Eldwin tersenyum smirk.

“Aku memang tidak akan pernah bisa melupakannya, sampai membuatku tidak lagi percaya dengan pria mana pun.”

Anna berpindah tempat untuk mengecek sup yang tengah dibuatnya, yang tampaknya sudah hampir matang. Mengambil untuk mencicipi rasanya. Tanpa diduga Eldwin mendekat ke arahnya dan memeluk pinggangnya sambil membisikkan sesuatu.

“Benarkah setelah menjanda selama tiga tahun tidak bisa tergoda lagi dengan pria? omong kosong.”

Anna merinding tiba-tiba Eldwin memeluknya dari belakang. Dan dia bertambah terkejut ketika Eldwin menyentuh bahunya dengan bibirnya, sampai Anna panik dan menumpahkan air sup ke tangannya sendiri.

Eldwin buru-buru melepaskan pelukannya dan meraih tangan Anna untuk melihat keadaannya. Membawanya ke arah kran dan menyirami tangan Anna dengan air.

Anna bingung dengan sikap Eldwin telah menyakiti dirinya dengan kata-katanya, kemudian berani melakukan hal yang tak senonoh pada dirinya dan sekarang tampak begitu peduli.

“Ada apa ini, El? Anna?” Mala tiba-tiba datang membuat keduanya menjauh menghindar. Anna melanjutkan pekerjaannya membiarkan Eldwin untuk menjelaskan apa yang terjadi saat itu.

“Tadi dia terkena sup panas, aku membantu menyiram dengan air dingin. Tapi, sepertinya belum sembuh.” Jawaban Eldwin. Dari nada bicaranya tampak begitu gugup.

“Kalau begitu ambilkan minyak untuk luka bakar di kotak obat!” perintah Mala.

“Iya, Mam.” Eldwin berlari dengan cepat meninggalkan ruangan. Dia berharap Mala tidak melihat apa yang telah dia lakukan pada Anna, dan Anna tidak mengatakan apa pun pada Mala. Dirinya bahkan menyesal sudah berani menyentuh perempuan itu.

‘Dasar bodoh, bagaimana aku yang tengah menjebaknya justru terlihat seperti menggodanya. Anna, dia benar-benar perempuan penggoda,' batin Eldwin kesal.

Setelah mengambil apa yang diperintahkan Mala, Eldwin kembali lagi.

“Ini, Mam.”

“Kau bantu obati tangan Anna, mama sangat lelah dan ingin istirahat sebentar!”

“Iya, Mam.”

Di hadapan Mala, Eldwin tampak penurut. Dia selalu menuruti perintah Mala dengan cepat tanpa banyak membantah. Tapi, bagi Anna, pemuda itu begitu kaku dan susah di tebak sifatnya. Mala bilang Eldwin jarang berada di rumah. Tapi, selama Anna tinggal di rumah itu pemuda itu justru selalu tampak di rumah seolah sedang mengawasi dirinya. Mungkin mengawasi pekerjaannya.

“Aku bisa melakukannya sendiri.” Anna berusaha mengambil botol minyak di tangan Eldwin. Tapi, pemuda itu menghindar.

“Aku juga tidak ingin membantumu. Tapi, jika mama mengetahuinya dia akan marah.”

“Jadi kau sangat takut dengan mamamu?”

“Aku cuma malas saja berdebat.”

Eldwin kembali meraih tangan Anna dan mengoleskan obat itu di lengan Anna yang memerah. Anna hanya diam tanpa merasakan sakit. Tapi, jika tak seketika diobati luka bakar itu bisa mengembung berisi cairan yang akan terasa lebih panas saat pecah nanti.

“Sepertinya ini sudah cukup.” Anna menyingkirkan tangan Eldwin lantas berlalu untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda. “Lain kali jangan lakukan hal tidak sopan itu padaku, jika orang tuamu melihat maka dia akan mengusirku dari rumah ini.”

“Memang apa yang aku lakukan?” Eldwin pura-pura lupa. Anna memelototinya tajam. “Oh pelukan tadi itu, aku cuma mengetesmu apa kau benar-benar sudah tidak tergoda dengan sentuhan pria.”

Anna nyaris saja memukul Eldwin dengan sendok sayur di tangannya kalau saja Eldwin tak buru-buru pergi. Benar-benar membuat Anna kesal.

Anna mengusap lehernya, perasaan merinding disentuh pria sepertinya masih ada. Yang membuat hatinya kesal, justru Eldwin, pemuda bau kencur itu yang telah melakukannya. Seseorang yang dianggapnya anak kecil manja.

•••

Tiga bulan tak terasa bagi Anna sudah menghabiskan waktu di rumah keluarga Wijaya. Dia sedikit mengenal bagaimana sifat masing-masing penghuni rumah itu, dari Mala, Wijaya dan Eldwin. Mereka benar-benar memperlakukan dirinya seperti keluarga mereka sendiri. Mala bahkan mempercayakan semua urusan rumah pada dirinya dari mengurus rumah, kebutuhan rumah dan mengurus kebutuhan sehari-hari Eldwin yang pemalas itu.

Pemuda itu menyukai kebersihan. Namun, enggan untuk mengerjakannya. Segala sesuatunya selalu Anna yang turun tangan dari membersihkan kamar, mengurus keperluan Eldwin kuliah dan semua kebutuhan pemuda itu. Selama itu Anna pun mengerjakan semuanya dengan tulus. Dia menganggap sedang mengurus keluarganya. Bagi Anna, Eldwin sudah seperti adiknya sendiri. Walaupun terkadang kelakuannya membuatnya emosi dan kesal.

Waktu yang ditunggu pun akhirnya datang juga. Bi Rum telah kembali masuk kerja. Wanita itu mengatakan dengan bahagia bahwa suaminya telah kembali sehat seperti sedia kala. Dan kembalinya Bi Rum untuk bekerja di rumah itu membuat Anna harus mempersiapkan diri menyambut pekerjaan barunya.

“El, temani Anna membeli pakaian baru, dia harus tampil menarik dan elegan di restoran besok! Belikan barang-barang lainnya juga!” perintah Mala.

“Kenapa harus, El, Mam, panggil saja sopir mama.”

“Kenapa? Sebelumnya kau tidak pernah protes saat mama menyuruhmu.”

“Aku ada janji dengan teman malam ini, aku tidak bisa," tolak Eldwin.

“Kalau begitu biar papa saja.”

Mendengar kesediaan Wijaya untuk mengantar Anna, mendadak Eldwin mengurungkan niatnya naik anak tangga lantas kembali lagi.

“Sorry, Mam, El lupa, aku pikir ini malam Minggu. Jadi kemungkinan aku bisa mengantar Anna,” jelas Eldwin. “Sekarang kita pergi, sebelum kemalaman.”

Semua heran dengan perubahan mendadak dari keputusan Eldwin, tiba-tiba berubah pikiran dengan begitu cepat bersedia mengantar Anna mencari pakaian. Tidak ada yang tahu apa yang ada dalam pikiran Eldwin. Tapi, pemuda itu jelas tidak rela Anna dekat dengan Wijaya.

Tak tanggung-tanggung saat Eldwin membawa Anna mencari pakaian. Pemuda itu membawa Anna pada sebuah butik yang terkenal di Jakarta. Bagi Anna untuk sebuah pakaian kerja dia lebih nyaman dengan pakaian santai. Namun, karena Eldwin telah membawanya ke butik itu maka dia pun tidak mau membuat pemuda itu malu.

Beberapa setel pakaian formal dan non formal Anna pilih. Eldwin menunjukkan kartu ATM kepada karyawan butik untuk pembayaran, Anna tidak tahu itu milik Eldwin atau Mala.

“Biar aku bayar sendiri,” ujar Anna. “Aku tidak mungkin membebankan semua ini kepadamu yang masih kuliah,” lanjutnya dengan suara lirih di samping Eldwin.

Eldwin mencondongkan sedikit tubuhnya ke arah Anna dan membisikkan sebuah jawaban. Mereka berpikir karyawan butik tidak akan mendengar percakapan mereka berdua.

“Ini memang uangku, dan aku tidak memberikan ini cuma-cuma kepadamu, jadi aku anggap ini hutang. Setelah kau lulus menjadi manajer dan mendapatkan gaji kau harus menggantinya. Mama mengirim aku untuk mengantarmu belanja. Namun, dia tak memberikan sepeser uang padaku.”

“Itulah kenapa aku ingin membayar sendiri,” balas Anna.

“Laki-laki sepertiku adakalanya harus terlihat gentleman di hadapan orang lain.”

“Kenapa harus menjadi pemuda gentleman, aku bukan siapa-siapa mu,” balas Anna membuat Eldwin tertegun beberapa saat tanpa kata.

Anna tersenyum dalam hati, demikian karyawan di hadapan mereka yang tengah sibuk menghitung belanjaan pun tersenyum diam-diam saat mendengar percakapan customernya.

Selain membeli pakaian, Anna pun sengaja menggunakan kesempatan kebaikan Eldwin yang dibuat-buat itu dengan membeli beberapa kebutuhan lainnya, dari sepatu, tas dan makeup. Eldwin yang sudah terlanjur berniat untuk membayarnya pun tidak berani protes saat Anna membeli banyak barang.

“Aku pikir kau ini tidak suka belanja. Tapi, dalam waktu tiga jam sudah menghabiskan isi ATM ku. Ini perampokan namanya,” gerutu Eldwin.

“Niat baik jangan diungkit nanti pahalanya hilang,” balas Anna dengan sikap cueknya.

Karena sudah larut malam mereka pun pulang. Anna sampai tertidur di dalam mobil setelah seharian bekerja kemudian malamnya keliling-keliling toko. Eldwin sesekali melirik memperhatikan Anna yang tidur begitu lelap dan bergumam.

‘Nikmat benar hidupnya, setelah menguras ATM ku sekarang tidur dengan begitu nyenyak seakan tidak ada beban hidup sama sekali.’

Eldwin selama ini mengenal Anna sebagai wanita yang pekerja keras, mandiri dan tidak senang mengeluh. Meskipun mengerjakan pekerjaan rumah seorang diri. Namun, dia tetap terlihat bersemangat tak tampak ada kesedihan dan keluhan sama sekali. Wanita itu memang senang mengomel terutama ketika membersihkan kamar miliknya yang selalu berantakan dengan pakaian kotor yang berada sembarangan. Berjam-jam saat membersihkan kamar mandi. Meskipun hasil kerjanya pun tak pernah mengecewakan.

Anna akan marah saat orang lain menyinggung tentang masa lalunya, menyindirnya untuk segera mencari pasangan kembali seperti yang selalu disarankan Mala. Namun, perempuan itu dengan konsisten selalu menjawab belum ada yang membuatnya tertarik untuk menikah lagi.

Selagi Anna belum menikah dan tinggal di rumahnya, Eldwin tak pernah merasa tenang. Dia sangat khawatir perempuan itu benar-benar menggoda ayahnya dan mereka berselingkuh. Hingga selama itu pula Eldwin lebih memilih berada di rumah usai kuliah tanpa kegiatan lainnya di luar yang tak begitu penting.

Dan malam itu sepertinya Eldwin merasa cukup tenang karena esok Anna akan meninggalkan rumah dan tinggal di kontrakan baru. Meskipun tak terlalu jauh setidaknya Anna sudah tidak membuatnya cemas.

Tiba di rumah keadaan sudah sepi, jam sebelas malam mungkin semuanya sudah tidur dan hanya Bi Rum yang masih terjaga di ruang tamu menjaga pintu, menunggu mereka pulang. Wanita itu kaget saat melihat Eldwin datang sambil membopong Anna.

“Mbak Anna kenapa, Den? Apa dia sakit?” tanya wanita itu lugu tanpa ada pemikiran negatif sama sekali.

“Dia ketiduran, Bi, dan susah dibangunkan. Aku akan mengantarnya ke kamar. Bibi tolong bawakan barang-barang belanjaan itu ke dalam kamar!”

“Baik, Den.”

Sementara Eldwin membawa Anna ke dalam kamar, Bi Rum dengan cepat menutup pintu lantas memasukkan semua barang-barang ke dalam rumah, lalu membawanya ke kamar Anna. Begitu tiba di sana, Bi Rum tertegun di tempatnya, lantas mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam. Dia meletakan barang belanjaan di dekat pintu dan melangkah pergi.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Manajer Cantik Milik Bos Dingin   Bab 100

    Anna tak mencegah saat Anggar pergi. Andai saja dirinya bisa memutar waktu, dia tidak akan mengizinkan Eldwin berangkat hari itu."Astagfirullah," ucap Anna. Mendadak dia menyesal telah mengatakan hal yang tak bersyukur seperti itu."Kalian, pergilah! aku ingin sendiri," pinta Anna."Aku tidak bisa meninggalkan, Ibu dalam keadaan seperti ini, biar aku temani di sini?""Tidak perlu!" tukas Anna.Begitu mendengar nada tegas dari wanita itu, Viona dan Fariz tak berani membantah perintah Anna.Begitu Fariz dan Viona Meninggalkan ruangannya, Anna melirik pada ponsel dia atas meja, lalu pada jam di tangannya. Ia ingin sekali menghubungi Eldwin. Namun, keinginan itu saat ini hanya harapan kosong. Pesawat itu menghilang dan ditemukan sudah hancur.'Apa takdirku memang harus menjanda seumur hidup?' batin Anna. Air mata kembali berlinang membasahi wajahnya.Dia teringat kejadian tadi pagi sebelum Eldwin pergi. Saat dirinya begitu berat melepaskan keberangkatan Eldwin hari itu, dan fira

  • Manajer Cantik Milik Bos Dingin   Bab 99

    ‎Di sepanjang perjalanan pulang, Anna terus saja senyum-senyum sendiri yang tak dimengerti Anggar. Pemuda itu melihat aneh sikap Anna usai kembali dari puskesmas. Seharusnya jika Anna sakit, dia tak sebahagia itu. Dia juga terus saja mengusap-usap perutnya. Mungkin lapar, itulah yang dipikirkan Anggar.‎”Cepat jalannya, Pak!” pinta Anggar pada sopir di sampingnya.”Siap, Mas,” jawab sopir.‎Mobil melaju lebih cepat. Tapi, bagi Anna yang tengah melamun, hanyut dalam pikirannya sendiri dia tidak merasakan itu.‎Anna sedang memikirkan dan membayangkan saat dirinya dan Eldwin duduk di taman dalam keadaan perut membesar. Eldwin mengusap perutnya dengan lembut dan tersenyum bahagia. Sesekali memberiku kecupan di sana.‎”Mbak, sudah sampai,” tegur Anggar seketika membuyarkan lamunan Anna.‎Anna beranjak turun dan keluar dari mobil dengan wajah merona. Meninggalkan Anggar yang masih menatapnya heran.‎Hari itu raut wajah Anna terlihat semringah. Tapi, juga tetap tegas dan galak saat be

  • Manajer Cantik Milik Bos Dingin   Bab 98

    ‎Malam hari akhirnya mereka tiba di rumah. Keadaan di rumah sudah sepi, hanya Bi Rum yang masih terjaga menjaga pintu dan Anggar yang duduk di sofa menonton televisi.‎"Kalian sudah pulang?" tanya Anggar. Menoleh sekilas pada Anna dan Eldwin saat mereka melewati ruang keluarga.‎"Iya, Ngga. Aku langsung ke kamar ya? Dan kau Jangan tidur malam-malam!" Anna mengingatkan.‎Begitu Anna dan Eldwin sudah tak terlihat di anak tangga, Anggar langsung mematikan televisi dan pergi ke kamarnya.‎••‎‎Esok harinya Eldwin bersiap untuk berangkat. Dia menghampiri Anna yang tengah merapikan tempat tidur, lalu menyodorkan sebuah amplop coklat padanya.‎"Ini tak seberapa, Anna. Tapi, ini gaji pertamaku untukmu. Setelah nanti berhasil mendapatkan lisensi, mungkin penghasilannya akan lebih besar," ucap Eldwin.‎Anna menghentikan aktivitasnya. Memandang pada amplop di tangan Eldwin, lalu beralih menatap pada pemuda itu yang memberikan isyarat padanya untuk menerimanya.‎Dengan ragu-ragu Anna m

  • Manajer Cantik Milik Bos Dingin   Bab 97

    Eldwin mengejarnya dan membopong tubuh Anna yang berontak masuk ke dalam rumah. Siangnya ketika matahari mulai meninggi mereka berenang. Airnya dingin. Tapi, menyegarkan. Sinar matahari cukup memberikan kehangatannya.Melihat Anna hanya berenang sebentar kemudian terlihat sudah beristirahat dan duduk di tepi air, Eldwin menghampirinya."Kenapa? Sudah lelah?" Tanya Eldwin."Benar, hari ini rasanya mudah lelah sekali, mungkin karena semalam kurang beristirahat." Anna menjawabnya dengan suara lirih, seakan sedang menahan sesuatu."Kalau begitu kita sudahi saja."Melihat wajah Anna yang pucat. Eldwin bergegas melompat naik ke daratan. Kemudian membopong tubuh Anna dan membawanya masuk ke dalam rumah.Anna menolak ketika Eldwin ingin membaringkan tubuhnya di sofa, sementara dia masih merasa tubuhnya lengket akibat air laut. Eldwin akhirnya membawanya ke kamar mandi. Mendudukkannya di bathub lalu menyiapkan air hangat untuknya."Aku akan mandi sendiri," kata Anna begitu Eldwin selesai meny

  • Manajer Cantik Milik Bos Dingin   Bab 96

    Eldwin menatap Anna yang tengah makan rujak buah dengan lahapnya. Meskipun sepertinya pedas dan asam. Tapi, seakan rasa itu yang membuatnya makan dengan begitu lahap. Eldwin sampai berulang kali menelan ludah setiap kali melihat Anna makan mangga dengan sambal.Setelah menghabiskan tiga buah mangga setengah matang itu dan satu bengkuang, kini Anna tengah menikmati sup ikan dengan daun kemangi yang masih kebul-kebul.“Pelan-pelan, Anna, tunggu sup itu dingin. Atau mau aku suapi?” Tanya Eldwin.Anna menggeleng pelan, kemudian melanjutkan makannya.Mereka duduk di halaman rumah, beralaskan tikar seperti permintaannya Anna juga. Joe dan Reza masih berada di sana, juga ikut memperhatikan saat Anna makan.Joe memegangi perutnya yang sudah keroncongan semenjak mereka kembali. Tapi, Eldwin masih belum mengizinkan mereka ikut makan. Menunggu Anna selesai dengan makannya. Joe sampai berulang kali menjilat bibirnya setiap kali melihat Anna makan. Melirik pada mangkok sup itu yang hanya ad

  • Manajer Cantik Milik Bos Dingin   Bab 95

    "Aku menyukaimu, Kak Arga. Aku sangat menyukaimu.”“Jangan Viona, kau masih terlalu kecil untukku.”“Kecil apanya, Kak?” Viona mendekatkan wajahnya. Memandangi Arga dengan begitu lekat, membuat Arga gugup tak karuan. Bibir gadis itu yang merah, hidungnya yang kecil mancung dan sepasang matanya yang agak sipit itu begitu jelas terlihat. Yang lebih membuat Arga tak kuat saat sesuatu yang lembut yang menekan dadanya, seakan Viona sengaja menggesekkannya menunjukkan sesuatu itu tidak kecil.“Ini maksudmu?” Tanya Viona.“Bukan,” Arga menggeleng pelan.“Kalau begitu pasti ini.” Tiba-tiba Viona memanyunkan bibirnya dan,“Usiamu yang kecil!!” Teriak Arga. Terbangun dari tidurnya.Semua pengunjung yang datang ke restoran terkejut melihat teriakan Arga yang ketiduran di kursi di dekat pintu masuk. Candra yang berdiri dia sebelahnya sampai tersentak kaget dengan teriakannya.Arga mengusap dadanya, mengatur nafasnya yang naik turun seperti mimpi dikejar hantu.“Jadi ini hanya mimpi,” ucapnya de

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status