Eldwin mengepalkan tangannya menahan geram. Dia tidak ingin bertindak gegabah, namun dia merasa semakin yakin ada sesuatu antara ayahnya dan Anna.
‘Dasar perempuan penggoda, bagaimana bisa kau mendekati papaku diam-diam seperti ini. Awas saja, aku akan membuat perhitungan denganmu nanti.
Setelah berusaha mengontrol emosinya, Eldwin keluar dan menemui mereka.
“Pa, teman-teman ingin mengobrol dengan papa.”
Anna dan Wijaya menoleh bersamaan dengan kedatangan Eldwin dan seketika mereka saling menjauh. Mereka terlihat gugup, itulah kesan yang ditangkap Eldwin yang batinnya penuh dengan kecurigaan saat itu.
“Soal apa tiba-tiba mereka ingin berbicara denganku?” Wijaya bertanya heran.
“Tidak tahu Pah, mungkin hanya ingin mengobrol saja.”
“Baiklah.”
Tanpa banyak bertanya Wijaya berlalu meninggalkan tempat itu, menyisakan Eldwin, dan Anna yang tengah mencuci piring. Anna melanjutkan pekerjaannya tanpa mempedulikan kehadiran Eldwin di ruangan itu. Eldwin berjalan mendekat dan bersandar pada meja dapur dalam posisi berlawanan dengan Anna. Sesekali memperhatikan Anna yang serius dengan pekerjaannya.
“Kenapa sampai sekarang belum menikah lagi. Kalau bertambah usiamu mungkin kau tidak akan terlihat muda dan cantik lagi?” tanya Eldwin.
“Apa urusanmu menanyakan hal itu El, berapa kali aku katakan jangan lagi singgung soal masa lalu maupun pernikahan diriku sebelumnya.”
“Itu karena aku peduli denganmu.”
“Kau sengaja menyinggung hal yang tak kusuka, bagaimana hal itu bisa dikatakan peduli. Berhentilah mencampuri masalah pribadiku.”
“Kenapa? Apa kau begitu mencintai pria itu sampai tidak ingin menikah lagi. Cinta sejati?” Eldwin tersenyum smirk.
“Aku memang tidak akan pernah bisa melupakannya, sampai membuatku tidak lagi percaya dengan pria mana pun.”
Anna berpindah tempat untuk mengecek sup yang tengah dibuatnya yang tampaknya sudah hampir matang. Mengambil untuk mencicipi rasanya. Tanpa diduga Eldwin mendekat ke arahnya dan memeluk pinggangnya sambil membisikkan sesuatu.
“Benarkah setelah menjanda selama tiga tahun tidak bisa tergoda lagi dengan pria? omong kosong.”
Anna merinding tiba-tiba Eldwin memeluknya dari belakang. Dan dia bertambah terkejut ketika Eldwin menyentuh bahunya dengan bibirnya, sampai Anna panik dan menumpahkan air sup ke tangannya sendiri.
Eldwin buru-buru melepaskan pelukannya dan meraih tangan Anna untuk melihat keadaannya. Membawanya ke arah kran dan menyirami tangan Anna dengan air.
Anna bingung dengan sikap Eldwin telah menyakiti dirinya dengan kata-katanya, kemudian berani melakukan hal yang tak senonoh pada dirinya dan sekarang tampak begitu peduli.
“Ada apa ini El? Anna?” Mala tiba-tiba datang membuat keduanya menjauh menghindar. Anna melanjutkan pekerjaannya membiarkan Eldwin untuk menjelaskan apa yang terjadi saat itu.
“Tadi dia terkena sup panas, aku membantu menyiram dengan air dingin, tapi sepertinya belum sembuh.” Jawaban Eldwin. Dari nada bicaranya tampak begitu gugup.
“Kalau begitu ambilkan minyak untuk luka bakar di kotak obat!” perintah Mala.
“Iya Mah.” Eldwin berlari dengan cepat meninggalkan ruangan. Dia berharap Mala tidak melihat apa yang telah dia lakukan pada Anna, dan Anna tidak mengatakan apa pun pada Mala. Dirinya bahkan menyesal sudah berani menyentuh perempuan itu.
‘Dasar bodoh, bagaimana aku yang tengah menjebaknya justru terlihat seperti menggodanya. Anna, dia benar-benar perempuan penggoda,' batin Eldwin kesal.
Setelah mengambil apa yang diperintahkan Mala, Eldwin kembali lagi.
“Ini Mam.”
“Kau bantu obati tangan Anna, mama sangat lelah dan ingin istirahat sebentar!”
“Iya Mam.”
Di hadapan Mala, Eldwin tampak penurut. Dia selalu menuruti perintah Mala dengan cepat tanpa banyak membantah. Tapi bagi Anna, pemuda itu begitu kaku dan susah di tebak sifatnya. Mala bilang Eldwin jarang berada di rumah. Tapi selama Anna tinggal di rumah itu pemuda itu justru selalu tampak di rumah seolah sedang mengawasi dirinya. Mungkin mengawasi pekerjaannya.
“Aku bisa melakukannya sendiri.” Anna berusaha mengambil botol minyak di tangan Eldwin, tapi pemuda itu menghindar.
“Aku juga tidak ingin membantumu, tapi jika mama mengetahuinya dia akan marah.”
“Jadi kau sangat takut dengan mamamu?”
“Aku cuma malas saja berdebat.”
Eldwin kembali meraih tangan Anna dan mengoleskan obat itu di lengan Anna yang memerah. Anna hanya diam tanpa merasakan sakit, tapi jika tak seketika diobati luka bakar itu bisa mengembung berisi cairan yang akan terasa lebih panas saat pecah nanti.
“Sepertinya ini sudah cukup.” Anna menyingkirkan tangan Eldwin lantas berlalu untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda. “Lain kali jangan lakukan hal tidak sopan itu padaku, jika orang tuamu melihat maka dia akan mengusirku dari rumah ini.”
“Memang apa yang aku lakukan?” Eldwin pura-pura lupa. Anna memelototinya tajam. “Oh pelukan tadi itu, aku cuma mengetesmu apa kau benar-benar sudah tidak terangsang dengan sentuhan pria.”
Anna nyaris saja memukul Eldwin dengan sendok sayur di tangannya kalau saja Eldwin tak buru-buru pergi. Benar-benar membuat Anna kesal.
Anna mengusap lehernya, perasaan merinding disentuh pria sepertinya masih ada. Yang membuat hatinya kesal, justru Eldwin, pemuda bau kencur itu yang telah melakukannya. Seseorang yang dianggapnya anak kecil manja.
•••
Tiga bulan tak terasa bagi Anna sudah menghabiskan waktu di rumah keluarga Wijaya. Dia sedikit mengenal bagaimana sifat masing-masing penghuni rumah itu, dari Mala, Wijaya dan Eldwin. Mereka benar-benar memperlakukan dirinya seperti keluarga mereka sendiri. Mala bahkan mempercayakan semua urusan rumah pada dirinya dari mengurus rumah, kebutuhan rumah dan mengurus kebutuhan sehari-hari Eldwin yang pemalas itu. Pemuda itu menyukai kebersihan namun enggan untuk mengerjakannya. Segala sesuatunya selalu Anna yang turun tangan dari membersihkan kamar, mengurus keperluan Eldwin kuliah dan semua kebutuhan pemuda itu. Selama itu Anna pun mengerjakan semuanya dengan tulus. Dia menganggap sedang mengurus keluarganya. Bagi Anna Eldwin sudah seperti adiknya sendiri. Walaupun terkadang kelakuannya membuatnya emosi dan kesal.
Waktu yang ditunggu pun akhirnya datang juga. Bi Rum telah kembali masuk kerja. Wanita itu mengatakan dengan bahagia bahwa suaminya telah kembali sehat seperti sedia kala. Dan kembalinya Bi Rum untuk bekerja di rumah itu membuat Anna harus mempersiapkan diri menyambut pekerjaan barunya.
“El, temani Anna membeli pakaian baru, dia harus tampil menarik dan elegan di restoran besok! Belikan barang-barang lainnya juga!” perintah Mala.
“Kenapa harus El Mam, panggil saja sopir mama.”
“Kenapa? Sebelumnya kau tidak pernah protes saat mama menyuruhmu.”
“Aku ada janji dengan teman malam ini, aku tidak bisa.” Eldwin berlalu.
“Kalau begitu biar papa saja.”
Mendengar kesediaan Wijaya untuk mengantar Anna, mendadak Eldwin mengurungkan niatnya naik anak tangga lantas kembali lagi.
“Sorry Mam, El lupa, aku pikir ini malam Minggu. Jadi kemungkinan aku bisa mengantar Anna,” jelas Eldwin. “Sekarang kita pergi, sebelum kemalaman.”
Semua heran dengan perubahan mendadak dari keputusan Eldwin, tiba-tiba berubah pikiran dengan begitu cepat bersedia mengantar Anna mencari pakaian. Tidak ada yang tahu apa yang ada dalam pikiran Eldwin, tapi pemuda itu jelas tidak rela Anna dekat dengan Wijaya.
Tak tanggung-tanggung saat Eldwin membawa Anna mencari pakaian. Pemuda itu membawa Anna pada sebuah butik yang terkenal di Jakarta. Bagi Anna untuk sebuah pakaian kerja dia lebih nyaman dengan pakaian santai, namun karena Eldwin telah membawanya ke butik itu maka dia pun tidak mau membuat pemuda itu malu.
Beberapa setel pakaian formal dan non formal Anna pilih. Eldwin menunjukkan kartu ATM kepada karyawan butik untuk pembayaran, Anna tidak tahu itu milik Eldwin atau Mala.
“Biar aku bayar sendiri El,” ujar Anna. “Aku tidak mungkin membebankan semua ini kepadamu yang masih kuliah,” lanjutnya dengan suara lirih di samping Eldwin.
Eldwin mencondongkan sedikit tubuhnya ke arah Anna dan membisikkan sebuah jawaban. Mereka berpikir karyawan butik tidak akan mendengar percakapan mereka berdua.
“Ini memang uangku, dan aku tidak memberikan ini cuma-cuma kepadamu, jadi aku anggap ini hutang. Setelah kau lulus menjadi manajer dan mendapatkan gaji kau harus menggantinya. Mama mengirimku untuk mengantarmu belanja namun dia tak memberikanku sepeser pun uang.”
“Itulah kenapa aku ingin membayar sendiri,” balas Anna.
“Laki-laki sepertiku adakalanya harus terlihat gentleman di hadapan orang lain.”
“Kenapa harus menjadi pemuda gentleman, aku bukan siapa-siapamu El,” balas Anna membuat Eldwin tertegun beberapa saat tanpa kata.
Anna tersenyum dalam hati, demikian karyawan di hadapan mereka yang tengah sibuk menghitung belanjaan pun tersenyum diam-diam saat mendengar percakapan customernya.
Selain membeli pakaian, Anna pun sengaja menggunakan kesempatan kebaikan Eldwin yang dibuat-buat itu dengan membeli beberapa kebutuhan lainnya dari sepatu, tas dan makeup. Eldwin yang sudah terlanjur berniat untuk membayarnya pun tidak berani protes saat Anna membeli banyak barang.
“Aku pikir kau ini tidak suka belanja, tapi dalam waktu tiga jam sudah menghabiskan isi ATM ku. Ini perampokan namanya,” gerutu Eldwin.
“Niat baik jangan diungkit nanti pahalanya hilang,” balas Anna dengan sikap cueknya.
Karena sudah larut malam mereka pun pulang. Anna sampai tertidur di dalam mobil setelah seharian bekerja kemudian malamnya keliling-keliling toko. Eldwin sesekali melirik memperhatikan Anna yang tidur begitu lelap dan bergumam.
‘Nikmat benar hidupnya, setelah menguras ATM ku sekarang tidur dengan begitu nyenyak seakan tidak ada beban hidup sama sekali.’
Eldwin selama ini mengenal Anna sebagai wanita yang pekerja keras, mandiri dan tidak senang mengeluh. Meskipun mengerjakan pekerjaan rumah seorang diri namun dia tetap terlihat bersemangat tak tampak ada kesedihan dan keluhan sama sekali. Wanita itu memang senang mengomel terutama ketika membersihkan kamar miliknya yang selalu berantakan dengan pakaian kotor yang berada sembarangan. Berjam-jam saat membersihkan kamar mandi. Meskipun hasil kerjanya pun tak pernah mengecewakan.
Anna akan marah saat orang lain menyinggung tentang masa lalunya, menyindirnya untuk segera mencari pasangan kembali seperti yang selalu disarankan Mala. Namun perempuan itu dengan konsisten selalu menjawab belum ada yang membuatnya tertarik untuk menikah lagi.
Selagi Anna belum menikah dan tinggal di rumahnya, Eldwin tak pernah merasa tenang. Dia sangat khawatir perempuan itu benar-benar menggoda ayahnya dan mereka berselingkuh. Hingga selama itu pula Eldwin lebih memilih berada di rumah usai kuliah tanpa kegiatan lainnya di luar yang tak begitu penting.
Dan malam itu sepertinya Eldwin merasa cukup tenang karena esok Anna akan meninggalkan rumah dan tinggal di kontrakan baru. Meskipun tak terlalu jauh setidaknya Anna sudah tidak membuatnya cemas.
Tiba di rumah keadaan sudah sepi, jam sebelas malam mungkin semuanya sudah tidur dan hanya Bi Rum yang masih terjaga di ruang tamu menjaga pintu menunggu mereka pulang. Wanita itu kaget saat melihat Eldwin datang sambil membopong Anna.
“Mbak Anna kenapa Den? Apa dia sakit?” tanya wanita itu lugu tanpa ada pemikiran negatif sama sekali.
“Dia ketiduran Bi, dan susah dibangunkan. Aku akan mengantarnya ke kamar. Bibi tolong bawakan barang-barang belanjaan itu ke dalam kamar!”
“Baik Den.”
Sementara Eldwin membawa Anna ke dalam kamar, Bi Rum dengan cepat menutup pintu lantas memasukkan semua barang-barang ke dalam rumah lalu membawanya ke kamar Anna. Begitu tiba di sana Bi Rum tertegun di tempatnya, lantas mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam. Dia meletakan barang belanjaan di dekat pintu dan melangkah pergi.