Share

Bab 5

Author: Dwi Asti A
last update Last Updated: 2025-06-24 08:00:46

Esok harinya semua orang mengantar Anna menuju rumah kontrakannya, yang berjarak sekitar sepuluh menit perjalanan menggunakan mobil. Bi Rum dan Wijaya membantunya membawa barang-barang milik Anna yang seketika berubah menjadi banyak.

“El kau bantu Anna merapikan barang-barang miliknya di rumah ini, dan mulai besok kau harus datang ke mari saat berangkat kuliah untuk mengantar Anna ke restoran terlebih dahulu.” Perintah Wijaya.

“Untuk membantunya di sini aku bisa. Tapi, setiap hari antar jemput dia aku mana sempat, aku juga sibuk,” tolak Eldwin secara tidak langsung.

“Tapi restoran dan kampusmu satu arah, jangan cari alasan untuk menolak apa yang papa suruh.”

“Tapi ... ”

“Aku tidak apa-apa berangkatnya dengan naik taksi atau angkutan. Tidak perlu merepotkan Eldwin lagi,” sela Anna menengahi keributan itu.

“Baiklah, terserah kalian berdua saja bagaimana mengaturnya. Tapi, El, jika sempat kau usahakan mampir jemput Anna.” Mala menambahkan. Eldwin diam tak menyahut.

Begitu selesai menurunkan barang-barang, Mala, Wijaya dan Bi Rum pamit pulang.

“Kalau kalian pulang tanpa aku, aku pulang naik apa Pah?”

“Kau bisa naik taksi, naik ojek juga bisa,” kata Wijaya.

“Mana bisa, aku tidak pernah naik ojek, dan kehabisan uang kes saat ini.” Eldwin masih beralasan.

“Aku ada uang kes, kau tidak perlu khawatir tidak bisa pulang. Tapi, jika ingin pulang sekarang pun tidak apa-apa. Hanya menata barang-barang ini aku bisa sendiri.”

Meskipun Anna berusaha untuk mandiri, sayangnya Mala dan Wijaya justru lebih membela Anna dan memutuskan meninggalkan Eldwin di rumah itu untuk membantunya. Mereka pergi begitu saja walaupun Eldwin sudah mengejarnya dan kembali dengan wajah dipenuhi raut kesal.

“Lihat kan, mereka lebih membelamu daripada aku yang anaknya,” keluh Eldwin.

“Lalu kau mau marah denganku. Mungkin mereka memang lebih suka dengan anak perempuan ketimbang dengan anak laki-laki. Tapi, manja.”

Mendengar ucapan Anna, Eldwin tak terima. Dia mendekati Anna dan menarik lengannya. Menatap tajam Anna yang dengan sikap tenang menatapnya balik.

“Kau sepertinya senang ya saat mereka terus membelamu. Aku tidak tahu apa yang membuat mereka begitu peduli denganmu, padahal kau hanya teman dan bukan saudara.”

“Jika ingin tahu bertanyalah dengan kedua orang tuamu. Bagiku kebaikan mereka tidak perlu dicari alasannya. Tapi, kalau kau marah denganku baru aku ingin tahu kesalahanku di mana?” Anna mengibaskan tangan Eldwin dari lengannya dan mulai menyibukkan diri menata barang-barang miliknya pada tempatnya. Dia tidak mempedulikan apakah Eldwin akan membantu dirinya atau hanya bersikap seperti sebelumnya acuh dan tak peduli.

Karena kesal, saat Eldwin berusaha membantu. Tapi, tanpa Ikhlas, Anna menolaknya dan meminta Eldwin untuk duduk saja.

Merasa tak dibutuhkan, Eldwin memilih duduk di sofa bermain ponsel. Namun, sikap Anna yang terus mondar-mandir di hadapannya membuat Eldwin merasa tak tenang dan kembali terpancing emosinya.

“Bisakah kau tidak mondar-mandir di hadapanku? Mengganggu konsentrasi saja.”

“Ini tempatku, kalau merasa terganggu pulang saja!”

Akhirnya karena tidak bisa fokus dengan ponselnya, Eldwin merebut lap pel di tangan Anna dan dia mencoba membantu pekerjaan Anna kali ini.

“Kau tidak perlu melakukannya jika kau tidak mau, El.”

“Aku tidak punya pilihan lain. Sekarang biarkan aku bekerja dan jangan banyak bicara!”

“Ok.”

Melihat keseriusan Eldwin kali ini, Anna pun tak bisa melarangnya. Pemuda itu juga terlihat sangat serius membantu meskipun sebentar-sebentar terlihat duduk beristirahat. Sementara Anna menyibukkan diri di dapur untuk membuat makanan. Karena hanya ada mi instan dia pun terpaksa membuatnya.

Selesai memasak Anna membawanya ke luar. Berjalan sambil menghirup aroma mi rebus yang lezat ketika perut sedang lapar. Anna tanpa sadar menginjak lantai yang masih basah dan licin. Dia kehilangan keseimbangannya dan nyaris jatuh.

Saat itu Anna merasakan tubuh seseorang memeluk dirinya, dan menyangga nampan berisi mangkuk mi hingga terselamatkan. Keadaan itu sejenak membuat wajahnya begitu dekat dengan Eldwin. Jantung berdegup kencang dan situasi yang aneh.

Eldwin segera meredakan situasi yang canggung itu dengan melepaskan pelukannya dan mengambil nampan di tangan Anna, membawanya ke tempat yang aman.

“Maaf sepertinya aku terlalu banyak memberikan cairan pembersih lantai hingga licin, aku tidak pernah melakukan itu sebelumnya. Aku akan memperbaikinya,” ujar Eldwin mengakui kesalahannya.

“Tidak perlu, nanti saja setelah makan,” cegah Anna. Tapi, Eldwin bersikeras dengan niatnya, mengepel ulang lantai yang licin. Kalau terjadi sesuatu lagi dengan Anna dirinya juga yang pasti disalahkan.

Saat makan dalam situasi hanya berdua mereka tak banyak bicara, apa lagi setelah kejadian itu. Anna berusaha menghilangkan pikirannya yang tak menentu dengan berusaha bersikap wajar seperti biasanya.

•••

Eldwin merasakan perbedaan di rumah setelah tanpa Anna di rumah itu. Ya dia merasa lega. Namun, seperti ada sesuatu yang kurang di sana. Dia tak akan lagi melihat Anna di dapur, di kamar dirinya, di halaman rumah, atau di mana pun biasa Anna melakukan aktivitas.

Eldwin yang tak perlu lagi mengawasi Anna di rumah, dia kembali dengan kebiasaan lamanya pergi kuliah dan pulang sudah larut malam. Mala kembali merasakan khawatir dan juga heran dengan kebiasaan lama Eldwin. Dia jelas lebih senang selalu bisa melihat putranya berada di rumah. Dia takut dengan pergaulan buruk putranya di luar sana. Namun, dia berusaha berpikir positif.

Mala berdiskusi dengan Wijaya tentang hal itu mereka pun menyadari perbedaannya.

“Selama ada Anna dia selalu berada di rumah, papa sering melihatnya mengawasi Anna,” kata Wijaya.

“Benarkah dia mengawasi pekerjaan Anna? Tapi, untuk apa, Pah?”

“Papa tidak tahu, Mah, coba kau tanya Bi Rum mungkin dia tahu sesuatu yang membuat Eldwin berubah. “

Saat ada kesempatan, Mala mencoba bertanya pada Bi Rum. Namun, wanita itu tak begitu bisa membantunya.

“Mungkin karena Den Eldwin merasa ada teman di rumah jadi dia betah saat ada, Mbak Anna di sini,” ujar Bi Rum.

“Sesederhana itu, aku rasa tidak Bi. Ada sesuatu yang tidak kita tahu apa yang ada dalam pikiran Eldwin. Bisa sesuatu hal yang baik atau buruk.”

“Misalnya apa, Bu?”

“Aku sendiri tidak berani menyimpulkannya saat ini, aku takut salah.”

“Bibi juga, Bu."

“Maksudmu Bibi?”

“Eh bukan apa-apa, Bu.” Tergopoh-gopoh wanita itu meninggalkan Mala yang belum selesai berbicara dengannya. Bi Rum seperti ingin mengatakan sesuatu yang tidak bisa dia katakan yang membuatnya berubah gugup. Mala yang penasaran pun terus mendesak asisten rumahnya itu untuk berbicara

•••

Beberapa bulan setelah tanpa Anna di rumah, Mala melaksanakan rencana liburannya ke luar negeri. Merasa cukup untuk meninggalkan urusan restoran di tangan Anna saat ini.

“Mama dan papa akan pergi liburan selama tiga hari ke Paris, kalau kau mau ikutlah bersama kami, mumpung masih ada waktu,” kata Mala.

“Bukan tidak suka, Mam, tapi liburan ini tidak tepat waktunya buat El. El ada banyak tugas kuliah.”

“Iya baiklah. Tapi, tidak apa-apa kamu di rumah sendirian?”

"Aku ini laki-laki, apa yang ditakutkan. Yang penting Bi Rum selalu menyiapkan makanan untukku tidak sampai telat.”

“Hanya itu? Baiklah. Tapi, ingat, mama tidak mengizinkanmu membawa perempuan tak jelas ke rumah.”

“El tahu, Mam.”

“Tapi, jika butuh teman kau bisa ajak Anna untuk tinggal di rumah, kalau dia mama sudah tahu dia perempuan seperti apa. Dia akan menjagamu dengan baik.”

“Melarang membawa perempuan. Tapi, mengizinkan Anna tinggal, Mama sungguh aneh,” gumam Eldwin.

“Itu kalau kamu mau, mama hanya menyarankan saja, ketimbang gadis tak jelas. Anna sudah seperti kakakmu, jauh lebih baik jika dia yang menjagamu.”

“Itu tidak perlu, Mam,” tolak Eldwin.

••

Ternyata baru sehari ditinggal, Eldwin mulai merasakan kesepian. Merasa jengah tak ada yang bisa diajak berbicara. mengobrol dengan Erika, mereka sudah bertemu saat di kampus, terlalu membosankan.

Bi Rum melihat Eldwin mondar-mandir sendirian, dari ruang makan, ruang keluarga, kemudian ke ruang tamu, lalu kembali lagi ke dapur sembari berulang kali mengacak-acak rambutnya sendiri. Setelah itu berakhir duduk.

“Mau saya buatkan sesuatu, Den? minuman apa gitu yang bisa buat, Den Eldwin tenang tidak mondar-mandir seperti ini?” tanya Bi Rum.

“Jeruk dingin saja, Bi,” jawab Eldwin.

“Siap, Den.”

Hanya butuh lima menit Bi Rum sudah membawakan pesanan Eldwin, lalu meletakkannya di hadapan anak majikannya itu. Tapi, sepertinya minuman itu masih belum cukup membuat Eldwin terlihat tenang.

“Semenjak Ibu pergi, Den Eldwin selalu terlihat seperti orang bingung. Apa ada yang dipikirkan?” Bi Rum mencoba mencari tahu.

“Tidak, Bi, hanya bingung saja di rumah lama-lama membosankan juga.”

“Kenapa tidak pergi ke restoran saja, Den, selain bisa sebagai tempat untuk cuci mata, Den Eldwin bisa makan sepuasnya di sana.”

“Itu sih maunya, Bi Rum, aku tidak suka pergi ke restoran, Bi. Di sana cuma masuk ruangan, bertemu dengan karyawan dan dibawakan makanan. Bisa jadi gemuk nanti aku, Bi.”

“Ya enggak juga, di sana kan sekarang ada Mbak Anna, pasti tidak membosankan.”

"Memang kenapa kalau ada Anna Bi?” tanya Eldwin ingin mendengar pandangan asisten rumahnya itu tentang Anna.

“Ya jelas kalau ada dia Bibi enggak sendirian, ada yang membantu, ada yang diajak ngobrol. Dia itu mau mendengarkan apa yang Bibi ceritakan, orangnya enak gitu.”

"Tapi, denganku tidak, Bi, dia tak banyak bicara.”

“Itu karena, Den Eldwin yang terlalu pasif dan membatasi diri.”

“Bibi sok tahu.”

“Kan tiap hari selalu memperhatikan.”

Ups!

Bi Rum lekas menutup mulutnya yang keceplosan dan melanjutkan pekerjaannya. Takutnya Eldwin tersinggung dan marah.

Walaupun menurut Eldwin Bi Rum terdengar sok tahu. Namun, saat memikirkannya apa yang dikatakan wanita itu ada benarnya juga. Selama ini Eldwin berbicara dengan Anna hanya seperlunya saja dan lebih sering membuat perempuan itu kesal dengan ucapannya yang selalu penuh sindiran. Dan ujung-ujungnya membicarakan masa lalu Anna.

Eldwin sendiri dia merasa aneh mengapa dia selalu bersikap seperti itu setiap kali melihat dan berbicara dengan Anna.

“Sepertinya memang aku yang tidak punya kerjaan. Tapi, menarik juga bisa membuat Anna kesal. Karena hal inilah aku merasakan ada sesuatu yang kurang beberapa bulan ini. Menggoda perempuan itu sangat menyenangkan,” pikirnya.

Setelah hari itu mengantar Anna ke kontrakan, Eldwin belum pernah sekalipun bertemu dengan Anna. Saat dia datang menjemputnya, Anna sudah pergi menggunakan taksi. Eldwin malas untuk datang ke restoran. Membosankan dan tidak ada yang menarik di sana. Tapi, ada Anna di sana saat ini mungkin akan ada sedikit perbedaan.

“Bibi tahu tidak mengapa Anna belum menikah sampai sekarang? Biasanya perempuan itu mau bercerita dengan sesama perempuan. Apa lagi Bibi dekat dengannya.” Kembali Eldwin bertanya pada asisten rumahnya itu apa yang membuatnya penasaran selama ini.

“Dekat sekali juga tidak, Den. Tapi, Bibi memang pernah bertanya dan Mbak Anna mengatakan karena dia belum menemukan pria yang tepat. Dia tidak ingin gegabah dan melakukan kesalahan untuk yang ke dua kali. Menilai seseorang pun tidak cukup hanya sampulnya saja, harus mengenal betul bagaimana sifat dan karakternya.”

“Tapi, menurutku bukan itu alasannya belum menikah lagi. Tapi, karena dia masih sangat mencintai mantan suaminya itu. Walaupun akhirnya disakiti. Tapi, menurutku Anna belum bisa melupakan pria itu. Aku lihat sendiri pria itu gagah dan tampan. Aku dengar juga dia seorang pengusaha kaya. Mereka sangat serasi saat di pelaminan.”

“Tapi, percuma saja tampan dan kaya kalau dia suka menyakiti. Bibi selalu mendoakan dia bertemu dengan pria yang gagah, tampan, baik hati, romantis, perhatian dan kaya. Sempurna sekali.”

“Mana ada orang seperti itu, Bi, sesempurna apa pun orang pasti memiliki kekurangan.”

“Iya, Den. Tapi Mbak Anna yang baik dan cantik memang pantas mendapatkan pria seperti itu.”

“Kalau ada, aku kasih Bibi satu juta.”

“Wah Satu juta!! yang benar, Den?” Bi Rum terperangah mendengar uang sebanyak itu.

“Sebaiknya, Bibi banyak berdoa saja supaya, Bibi dapat satu juta itu dariku. Walaupun mustahil.” Eldwin berlalu setelah menenggak habis minuman jeruknya. Dalam hati dia yakin tidak akan pernah uang satu juta itu keluar dari dompetnya.

“Pasti, Den.”

Eldwin masih ragu dengan berpikir untuk membawa Anna ke rumah. Mungkin Anna akan menolaknya jika tanpa alasan yang jelas. Dirinya juga berpikir ulang untuk menginjakkan kaki di restoran milik orang tuanya itu. Tapi, berpikir ada Anna di rumah dua hari ini akan lebih menyenangkan. Eldwin berpikir keras memikirkan alasan untuk mengajak Ana ke rumah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Manajer Cantik Milik Bos Dingin   Bab 100

    Anna tak mencegah saat Anggar pergi. Andai saja dirinya bisa memutar waktu, dia tidak akan mengizinkan Eldwin berangkat hari itu."Astagfirullah," ucap Anna. Mendadak dia menyesal telah mengatakan hal yang tak bersyukur seperti itu."Kalian, pergilah! aku ingin sendiri," pinta Anna."Aku tidak bisa meninggalkan, Ibu dalam keadaan seperti ini, biar aku temani di sini?""Tidak perlu!" tukas Anna.Begitu mendengar nada tegas dari wanita itu, Viona dan Fariz tak berani membantah perintah Anna.Begitu Fariz dan Viona Meninggalkan ruangannya, Anna melirik pada ponsel dia atas meja, lalu pada jam di tangannya. Ia ingin sekali menghubungi Eldwin. Namun, keinginan itu saat ini hanya harapan kosong. Pesawat itu menghilang dan ditemukan sudah hancur.'Apa takdirku memang harus menjanda seumur hidup?' batin Anna. Air mata kembali berlinang membasahi wajahnya.Dia teringat kejadian tadi pagi sebelum Eldwin pergi. Saat dirinya begitu berat melepaskan keberangkatan Eldwin hari itu, dan fira

  • Manajer Cantik Milik Bos Dingin   Bab 99

    ‎Di sepanjang perjalanan pulang, Anna terus saja senyum-senyum sendiri yang tak dimengerti Anggar. Pemuda itu melihat aneh sikap Anna usai kembali dari puskesmas. Seharusnya jika Anna sakit, dia tak sebahagia itu. Dia juga terus saja mengusap-usap perutnya. Mungkin lapar, itulah yang dipikirkan Anggar.‎”Cepat jalannya, Pak!” pinta Anggar pada sopir di sampingnya.”Siap, Mas,” jawab sopir.‎Mobil melaju lebih cepat. Tapi, bagi Anna yang tengah melamun, hanyut dalam pikirannya sendiri dia tidak merasakan itu.‎Anna sedang memikirkan dan membayangkan saat dirinya dan Eldwin duduk di taman dalam keadaan perut membesar. Eldwin mengusap perutnya dengan lembut dan tersenyum bahagia. Sesekali memberiku kecupan di sana.‎”Mbak, sudah sampai,” tegur Anggar seketika membuyarkan lamunan Anna.‎Anna beranjak turun dan keluar dari mobil dengan wajah merona. Meninggalkan Anggar yang masih menatapnya heran.‎Hari itu raut wajah Anna terlihat semringah. Tapi, juga tetap tegas dan galak saat be

  • Manajer Cantik Milik Bos Dingin   Bab 98

    ‎Malam hari akhirnya mereka tiba di rumah. Keadaan di rumah sudah sepi, hanya Bi Rum yang masih terjaga menjaga pintu dan Anggar yang duduk di sofa menonton televisi.‎"Kalian sudah pulang?" tanya Anggar. Menoleh sekilas pada Anna dan Eldwin saat mereka melewati ruang keluarga.‎"Iya, Ngga. Aku langsung ke kamar ya? Dan kau Jangan tidur malam-malam!" Anna mengingatkan.‎Begitu Anna dan Eldwin sudah tak terlihat di anak tangga, Anggar langsung mematikan televisi dan pergi ke kamarnya.‎••‎‎Esok harinya Eldwin bersiap untuk berangkat. Dia menghampiri Anna yang tengah merapikan tempat tidur, lalu menyodorkan sebuah amplop coklat padanya.‎"Ini tak seberapa, Anna. Tapi, ini gaji pertamaku untukmu. Setelah nanti berhasil mendapatkan lisensi, mungkin penghasilannya akan lebih besar," ucap Eldwin.‎Anna menghentikan aktivitasnya. Memandang pada amplop di tangan Eldwin, lalu beralih menatap pada pemuda itu yang memberikan isyarat padanya untuk menerimanya.‎Dengan ragu-ragu Anna m

  • Manajer Cantik Milik Bos Dingin   Bab 97

    Eldwin mengejarnya dan membopong tubuh Anna yang berontak masuk ke dalam rumah. Siangnya ketika matahari mulai meninggi mereka berenang. Airnya dingin. Tapi, menyegarkan. Sinar matahari cukup memberikan kehangatannya.Melihat Anna hanya berenang sebentar kemudian terlihat sudah beristirahat dan duduk di tepi air, Eldwin menghampirinya."Kenapa? Sudah lelah?" Tanya Eldwin."Benar, hari ini rasanya mudah lelah sekali, mungkin karena semalam kurang beristirahat." Anna menjawabnya dengan suara lirih, seakan sedang menahan sesuatu."Kalau begitu kita sudahi saja."Melihat wajah Anna yang pucat. Eldwin bergegas melompat naik ke daratan. Kemudian membopong tubuh Anna dan membawanya masuk ke dalam rumah.Anna menolak ketika Eldwin ingin membaringkan tubuhnya di sofa, sementara dia masih merasa tubuhnya lengket akibat air laut. Eldwin akhirnya membawanya ke kamar mandi. Mendudukkannya di bathub lalu menyiapkan air hangat untuknya."Aku akan mandi sendiri," kata Anna begitu Eldwin selesai meny

  • Manajer Cantik Milik Bos Dingin   Bab 96

    Eldwin menatap Anna yang tengah makan rujak buah dengan lahapnya. Meskipun sepertinya pedas dan asam. Tapi, seakan rasa itu yang membuatnya makan dengan begitu lahap. Eldwin sampai berulang kali menelan ludah setiap kali melihat Anna makan mangga dengan sambal.Setelah menghabiskan tiga buah mangga setengah matang itu dan satu bengkuang, kini Anna tengah menikmati sup ikan dengan daun kemangi yang masih kebul-kebul.“Pelan-pelan, Anna, tunggu sup itu dingin. Atau mau aku suapi?” Tanya Eldwin.Anna menggeleng pelan, kemudian melanjutkan makannya.Mereka duduk di halaman rumah, beralaskan tikar seperti permintaannya Anna juga. Joe dan Reza masih berada di sana, juga ikut memperhatikan saat Anna makan.Joe memegangi perutnya yang sudah keroncongan semenjak mereka kembali. Tapi, Eldwin masih belum mengizinkan mereka ikut makan. Menunggu Anna selesai dengan makannya. Joe sampai berulang kali menjilat bibirnya setiap kali melihat Anna makan. Melirik pada mangkok sup itu yang hanya ad

  • Manajer Cantik Milik Bos Dingin   Bab 95

    "Aku menyukaimu, Kak Arga. Aku sangat menyukaimu.”“Jangan Viona, kau masih terlalu kecil untukku.”“Kecil apanya, Kak?” Viona mendekatkan wajahnya. Memandangi Arga dengan begitu lekat, membuat Arga gugup tak karuan. Bibir gadis itu yang merah, hidungnya yang kecil mancung dan sepasang matanya yang agak sipit itu begitu jelas terlihat. Yang lebih membuat Arga tak kuat saat sesuatu yang lembut yang menekan dadanya, seakan Viona sengaja menggesekkannya menunjukkan sesuatu itu tidak kecil.“Ini maksudmu?” Tanya Viona.“Bukan,” Arga menggeleng pelan.“Kalau begitu pasti ini.” Tiba-tiba Viona memanyunkan bibirnya dan,“Usiamu yang kecil!!” Teriak Arga. Terbangun dari tidurnya.Semua pengunjung yang datang ke restoran terkejut melihat teriakan Arga yang ketiduran di kursi di dekat pintu masuk. Candra yang berdiri dia sebelahnya sampai tersentak kaget dengan teriakannya.Arga mengusap dadanya, mengatur nafasnya yang naik turun seperti mimpi dikejar hantu.“Jadi ini hanya mimpi,” ucapnya de

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status