Share

Maunya Sama Mama Adelia

Setelah pulang dari kampus Irfan selalu pergi ke kamar anak semata wayangnya. Qisya adalah buah cinta Irfan dan Tiara istri pertamanya yang sudah meninggal. Dulu saat bersama Tiara, Irfan merasa hidupnya sempurna. Memiliki seorang istri yang cantik, baik, ramah, sabar dan penyayang serta seorang bayi perempuan mungil yang cantik membuat Irfan sangat bahagia dan tidak ingin melewatkan sedikitpun hari tanpa mereka. Irfan selalu menghabiskan waktu bersama istri dan anak di rumahnya yang sederhana. Meskipun begitu Irfan dan Tiara selalu bahagia dan mencurahkan semua cinta mereka untuk buah cinta mereka.

Tapi kini Tiara telah tiada, Irfan berusaha menjadi ayah sekaligus ibu untuk Qisya. Meskipun dulu Irfan pernah menikah dengan Adelia tapi Irfan tidak pernah bisa mencintainya. Irfan hanya menikahi Adelia untuk anaknya Qisya yang begitu menyayangi Adelia. Irfan menikah dengan Adelia selama 2 tahun. Itu juga karena Adelia yang selalu berusaha bertahan demi Qisya yang waktu itu masih kecil. Adelia tidak tega bila harus bercerai dengan Irfan saat Qisya masih kecil jadi Adelia menunggu sampai Qisya berusia 5 tahun. Dulu Qisya berumur 3 tahun saat di titip di TK tempat Adelia mengajar. Biarpun umur Qisya 3 tahun tapi ukuran badannya sama besarnya dengan anak berumur 4 tahun. Dan juga Qisya cukup mandiri dan dewasa di usianya 3 tahun.

Irfan masuk ke kamar Qisya, dia melihat Qisya sedang menangis di kamarnya. Irfan mencoba mendekati Qisya yang sedang menangis dan berusaha bertanya padanya.

"Qisya kenapa kamu menangis sayang?"

"Hik ... hik ... hik ... besok di sekolah ada lomba memasak ibu dan anak, cuma Qisya yang tidak mempunyai ibu."

"Kan ada Papa, Qisya."

"Papa gak bisa masak, dan acara itu untuk ibu dan anak hik ... hik ... hik ...," ucap Qisya.

"Kalau begitu bagaimana kalau nenek yang menemani Qisya?"

"Nenek galak, Qisya gak suka. Nenek terlalu mengatur, Qisya harus begini dan begitu mengikuti aturan nenek."

"Nenek sayang Qisya lho, kan nenek itu ibu dari mama kandung Qisya."

"Gak mau, nenek galak. Qisya lebih suka Mama Adelia. Mama Adelia sabar dan penyayang gak galak kaya nenek." Qisya kembali teringat Adelia. Selama jadi ibunya, Adelia begitu menyayanginya seperti anaknya sendiri. Qisya bahagia saat bersama Adelia.

"Qisya gak boleh begitu."

"Semua ini gara-gara Papa berpisah dengan Mama Adelia, sekarang Qisya sendiri kalau Papa kerja dan sibuk."

"Maafkan Papa sayang."

"Coba kalau ada Mama Adelia, pasti Qisya ditemani Mama Adelia di lomba memasak itu."

"Ya udah, Papa minta maaf, Qisya maunya apa?"

"Pokoknya aku mau sama Mama Adelia ikut lomba memasaknya."

"Nanti Papa pikirkan ya."

Irfan sedih mendengar ucapan Qisya, putri kecilnya itu merindukan Adelia. Dia merasa dulu egois telah menceraikan Adelia hanya karena perasaannya sendiri tanpa memikirkan perasaan Qisya. Anaknya sangat membutuhkan sosok Adelia. Irfan berjalan menuju kamarnya, Ibu mertuanya menghentikan langkahnya dan mengajaknya bicara.

"Irfan kamu dari kamar Qisya?"

"Iya Bu."

"Jangan terlalu memanjakan Qisya, dia jadi bandel dan sulit diatur."

"Dia masih kecil Bu."

"Mumpung masih kecil kita harus mendidiknya dengan keras."

"Iya, tapi Qisya."

"Kamu sama seperti mantan istrimu Adelia, bisanya memanjakan Qisya jadinya begini deh. Coba kalau Tiara anakku masih hidup, dia pasti bisa mendidik Qisya dengan benar."

"Iya Bu, maaf."

"Kalau dulu kamu tidak telat menjemput Tiara, mungkin dia masih hidup sampai sekarang. Dia mengorbankan hidupnya demi kamu tahu Irfan." Ibu Sri mengingatkan kembali kesalahan Irfan di masa lalu. Secara tidak langsung Irfan jadi penyebab kematian Tiara, istrinya sendiri.

"Iya, saya ingat."

Dulu Tiara pergi menyusul Irfan yang bekerja di luar kota. Waktu itu Qisya masih berusia 1 tahun. Qisya dititip di rumah neneknya. Tiara naik bus ke luar kota menyusul Irfan. Dia menunggu Irfan di terminal bus saat sampai, tapi Irfan belum juga menjemputnya. Sampai malam Tiara nenunggu Irfan di terminal, akhirnya Tiara memutuskan mencari angkot untuk ke rumah kontrakan Irfan. Satu jam menunggu angkot tapi belum dapat juga. Akhirnya Tiara memutuskan jalan kaki dulu sambil menunggu angkot. Di jalan Tiara bertemu tiga orang preman. Preman itu hendak menodong Tiara tapi Irfan langsung datang, dan melihat Tiara ditodong tiga orang preman itu.

"Apa yang kalian lakukan pada istriku?"

"Apalagi selain uang."

"Pergi kalian atau aku akan menghajar kalian."

"Jangan Mas Irfan, biarkan saja mereka mengambil uangku, lebih baik kita pergi sekarang." Tiara membujuk Irfan. Percuma meladeni preman, mereka tak akan mengalah. Tiara tidak ingin mereka melukai suaminya.

"Tidak Tiara, sampah masyarakat seperti mereka harus diberi pelajaran."

"Ayo siapa takut, lawan kita bertiga."

Irfan menghadapi ketiga preman itu sementara Tiara hanya melihat Irfan dan ketiga Preman itu berkelahi. Salah satu preman mengeluarkan pisau untuk menusukkannya pada Irfan tapi Tiara menghalanginya.

"Tidak ... jangan!" Tiara menjadi tameng untuk Irfan, dia terkena tusukan pisau itu.

"Tiaraaaaa."

"Bro ayo kabur keburu ada yang melihat."

"Iya."

Preman-preman itu pergi meninggalkan mereka berdua. Tiara jatuh kepelukan Irfan dengan luka tusuk di perutnya. Irfan ingin mengajak Tiara ke rumah sakit tapi Tiara melarangnya.

"Tiara, kita harus segera ke rumah sakit."

"Tidak perlu, Irfan ... waktuku tidak banyak, tolong jaga buah hati kita. Aku sangat mencintaimu dan Qisya." Setelah bicara Tiara mengakhiri nafas terakhirnya.

"Tiaraaaa."

Setelah kejadian itu Irfan selalu merasa bersalah dan ingin mengulang waktu. Seandainya dia tidak telat menjemput Tiara mungkin Tiara masih hidup. Irfan selalu berpikir seharusnya dialah yang terkena tusukan pisau itu tapi malah Tiara yang menggantikannya. Itu yang menyebabkan Irfan tidak bisa melupakan cinta Tiara dan pengorbanannya untuk Irfan.

Setelah bicara dengan mertuanya Irfan kembali ke kamarnya. Dia sangat sedih mendengar ucapan ibu mertuanya yang mengingatkannya pada Tiara. Irfan jadi kembali merasa bersalah dan bersalah. Dia memandangi foto pernikahannya dengan Tiara. Irfan tahu Tiara begitu mencintainya dan Qisya, tapi kini Tiara telah pergi. Irfan harus bisa melangkah maju demi Qisya dan janjinya pada Tiara untuk menjaga Qisya.

"Tiara maafkan aku sudah mengecewakanmu, seharusnya aku memikirkan kebahagiaan Qisya, bukan malah memikirkan diriku sendiri. Dulu Qisya sudah bahagia bersama Adelia, tapi aku malah membuat Adelia terus terluka dengan sikapku. Dia sangat menyayangi Qisya seperti anaknya sendiri. Seandainya aku tak bodoh, mungkin kini Qisya tersenyum bahagia," batin Irfan.

"Ya Allah jodohkan hamba kembali dengan Adelia, berilah hamba jalan agar bisa kembali dengannya. Engkau Maha besar, bisa dengan mudahnya membalikkan apapun. Izinkan hamba kembali jadi suami Adelia, amin," ucap Irfan dalam doanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status