Sesampainya di kantor, Rahmi langsung menghadap atasannya. Ia memberikan dokumen yang diminta dengan hati-hati dan mencari kesempatan yang bagus untuk bicara. Namun, baru saja ingin bicara, Rehan malah meminta agar semua karyawan untuk bersiap meeting.Mau tak mau Rahmi akhirnya menunda laporan antusiasnya demi karier. Untung saja meeting kali ini tidak berlangsung lama karena dokumen dari Rehan sangat membantu semua masalah yang timbul akibat proyek baru ini.“Pak, saya perlu bicara sesuatu sama Bapak,” ujar Rahmi saat mengikuti Rehan kembali ke ruangannya.“Ada apa? Kalau penting, bicara saja di ruanganku nanti.” Rehan sudah terbiasa dengan segala godaan Rahmi yang entah sampai kapan akan sadar kalau dirinya tak tertarik sama sekali.Rahmi celingukan sebelum bicara langsung kepada Rehan sambil berjalan menuju ruangan CEO. Meski ia sudah menebak bagaimana reaksi Rehan mendengar ini, tapi ia tak menyangka kalau reaksi Rehan akan seperti ini.“Tadi, saat saya dalam perjalanan kembali k
Amora melirik pada jam yang ada di lengannya. Tepat pukul dua siang jadwal prakteknya selesai. Karena tak ada jadwal operasi dan pasien darurat, maka Amora memutuskan untuk pulang saja. Giandra masih ada operasi di sore nanti, jadi Amora tak perlu menunggunya.Baru saja membereskan barang-barangnya, Amora dikejutkan oleh suara dering ponsel. Melihat nama yang tertera di layar, itu adalah nomor rumah. Mungkin saja Olivia dan Sofia bertengkar lagi, atau malah yang lebih parahnya salah satu dari mereka membakar dapur.“Halo?”“Halo, Nyonya Amora. Saya Bibi. Tuan Oliver belum pulang sampai sekarang. Harusnya jam setengah dua siang, dia sudah ada di rumah. Saya takut kalau Nyonya Olivia lupa menjemputnya.” Suara bibi yang biasa mengasuh Oliver terdengar sangat cemas.Biasanya memang bibi yang menjemput Oliver di sekolah karena Olivia belum becus mengurus anaknya. Entah ada angin apa sehingga Olivia ingin menjemput anaknya sendiri. Mungkin saja itu hanya alasan supaya bisa terbebas dari tug
Begitu turun dari mobil, Oliver langsung berlarian menuju ruangan Rehan di lantai atas. Dia sudah terbiasa memencet nomor lantai di mana ruangan papanya berada karena Olivia memang sering datang ke kantor, entah untuk apa.Sebenarnya, Amora sedikit malas untuk datang ke sini lagi. Selain karena banyak karyawan yang mengingatnya sebagai istrinya Rehan, tak sedikit juga yang mengetahui kalau ia sudah menjadi kakak iparnya Rehan saat ini. Kedatangannya kali ini pasti akan mengundang banyak gosip dan omongan tidak enak.“Ibu Amora, tumben sekali datang lagi ke sini. Apa sedang mencari Pak Erlangga?” tanya slah satu karyawan yang kebetulan berada satu lift dengannya.“Oh, bukan. Aku mau mengantar Oliver kepada Pak Rehan. Apa dia ada, ya? Aku telepon, masih tidak aktif.” Amora meralat tebakan karyawan itu.“Pak Rehan sedang ada meeting bersama klien, Bu. Ibu bisa tunggu saja di kantornya karena kebetulan sekretarisnya tidak ikut meeting.”Deg!Amora baru ingat akan keberadaan Rahmi di kanto
“Pak Rehan, apa Anda berkenan untuk makan malam dulu dengan kami?” tanya salah seorang dari pihak klien yang berhasil bekerja sama dengan perusahaan Dwipangga.“Maaf sebelumnya, Pak. Saya sudah ditunggu oleh istri dan anak saya di ruangan saya, jadi mohon maaf karena saya tidak bisa memenuhi undangan Anda. Lain kali, semoga kita bisa makan bersama lagi.”Rehan menyalami semua yang ada di pihak klien dan langsung bergegas ke ruangannya setelah mereka semua pamit. Selama meeting, Rehan sangat sulit untuk fokus. Untung saja dokumen yang dipresentasikan adalah dokumen yang sudah ia revisi kemarin sehingga sedikit banyak ia sudah tahu apa yang disampaikan.“Aku akan kembali ke ruangan dan langsung pulang. Selesaikan semua berkas yang kurang dan kirimkan hasil meeting hari ini ke email-ku,” titah Rehan kepada Dani, notulen meeting yang bertugas kali ini menggantikan Rahmi.“Baik, Pak.”Rehan langsung keluar dari ruang meeting dan menuju ruangan di mana Amora dan Oliver berada. Entah kenapa
Masih dengan posisi yang sama seperti sebelumnya, Rehan yang hampir menyentuh wajah Amora karena merasa rindu datang tiba-tiba, di saat itu juga Olivia masuk dan terperangah. Baik Rehan maupun Olivia sama-sama terkejut dan akhirnya terpaku di tempatnya.Setelah beberapa detik, Rehan tersadar duluan karena melihat Olivia yang siap berteriak untuk memakinya atau Amora. Rehan tak mau kalau sampai Amora dan Oliver bangun karena terkejut.Di saat yang bersamaan dengan Rehan yang menuju ke arahnya, Olivia tersadar dan ingin segera menarik rambut wanita yang seenaknya masuk ke ruang kerja suami orang, terlebih lagi wanita itu adalah mantan istrinya.“Kamu—” Belum juga Olivia berteriak, Rehan sudah menariknya keluar ruangan dengan paksa. Melihat istrinya dalam mode seperti itu, sudah pasti ia akan membuat masalah.Di luar, Rehan menghempas tubuh istrinya ke depan. Ia berusaha menahan amarahnya karena perlakuan Olivia terhadap anaknya sendiri ditambah sikap cemburuannya yang baru saja akan ia
“Dari mana saja kamu jam segini baru sampai rumah?” tanya Sofia ketika Amora baru saja menginjakkan kakinya di rumah kediaman keluarga Dwipangga.“Dari kantor Rehan, Bu,” jawab Amora dengan santai meski ia tahu ada nada tak suka dalam pertanyaan mertuanya.“Untuk apa kamu ke sana? Apa kamu mau menggoda Rehan lagi di saat kamu sudah menjerat Giandra?” Sofia yang tadinya sedang bersantai di depan TV langsung berdiri karena mengira Amora sedang berniat menghancurkan keluarganya.“Aku nggak tahu harus bilang soal ini atau nanti saja Olivia yang jelasin.” Amora memasang wajah bingung padahal dalam hati ia ingin sekali membeberkan kelakuan menantunya itu.“Katakan!”“Ya sudah. Kalau Ibu maunya begitu, tapi jangan salahkan aku kalau nanti ada perang dunia.”“Jangan berbelit-belit, cepat jelaskan saja apa yang diperbuat Olivia sampai kamu sesenang ini.”Amora akhirnya duduk di dekat mertuanya itu dan menghela napas untuk memulai cerita. Ia sedang merangkai kata untuk mendramatisir keadaan. Ji
Olivia berdiri sambil mengentakkan kakinya ke lantai. Wajahnya sudah sangat merah padam karena menahan amarah sejak tadi. Ia diam saja karena berpikir jika masalah ini memang karena ia ceroboh mengikuti saja kata-kata Randika untuk tetap bersamanya.Kalau saja ia menjemput Oliver dulu, maka kejadiannya tidak akan menjadi melebar ke mana-mana. Ia sadar kalau ini bukan waktunya untuk melawan, tapi mendengar dirinya terus-menerus dihina tentu bukan pilihan yang baik baginya.Randika memang menjanjikan cinta dan kenyamanan yang sama seperti Liam, mantan suaminya yang sudah meninggal. Namun, semua yang ia inginkan ada di diri Rehan. Kekayaan, cinta, dan juga masa depan bagi Oliver bisa ia dapatkan dari keluarga ini. Ia hanya perlu bertahan beberapa tahun lagi sampai wanita tua ini renta dan mati ditelan bumi.“Berhenti, Bu. Semakin aku diam, kata-kata ibu sangat melewati batas. Bisakah jangan membawa-bawa nama Liam dalam semua perdebatan kita? Oliver memang anak mendiang Liam, tapi Rehan a
Di saat makan malam, akhirnya Giandra mengajak Amora keluar padahal wanita itu malah asyik berkutat dengan buku kedokterannya. Ini juga yang membuatnya jatuh cinta kepada istrinya itu. Keuletan dan kegigihannya menjadi daya tarik tersendiri sehingga ia tidak mampu menolak ketika cinta datang.Sayangnya, di ruang makan, meja makannya terasa sangat dingin. Selain karena ayahnya tidak ada, ketiga orang lainnya malah saling diam dan seolah tak ingin ada percakapan di sana.“Kenapa sepi sekali di sini? Apa kalian sakit gigi semua?” ledek Amora yang langsung duduk setelah ditarikkan kursinya oleh sang suami. Giandra sendiri acuh tak acuh melihat pemandangan di depannya.“Tak perlu ikut campur urusan kami. Makan saja dan jangan lupa kalau malam ini giliranmu cuci piring.” Sofia menatap Amora dengan kesal.“Baiklah. Lagi pula, tak ada yang seru bicara saat sedang makan begini.”Lalu, keadaan terlalu hening. Hanya ada suara sendok dan garpu yang berdenting memecah keheningan. Amora mulai jenga