"Hmm ... Babe." Desahan lolos dari mulut perempuan yang sudah tidak tahan lagi dengan terjangan dari segala puncak klimaksnya malam ini. Seluruh tubuhnya menegang lalu bergetar hebat saat hujaman semakin cepat. "Darwin ...."
"Ran ...." Sang lelaki pun tak lama menyusul dan mencapai puncak klimaksnya dengan rasa puas bukan main. "Kamu selalu hebat, Ran," pujinya seraya mengecup singkat bibir wanitanya yang masih terengah-engah."Kamu juga. Gak ada tandingannya pokoknya." Perempuan bernama Rania itu balas memuji sang kekasih yang merupakan adik iparnya sendiri. Dia mengusap dada bidang di hadapan dengan tatapan memuja.Darwin adalah pria yang sangat sempurna. Dari segi fisik, rupa, hingga materi. Karenanya, Rania rela membuka lebar-lebar pahanya untuk suami adik tirinya sendiri. Dia pun tak perlu susah payah merayu pria satu ini sebab Darwin memang terkenal sebagai petualang yang handal."Masa?" Darwin bangkit, setelah melepas penyatuannya dengan Rania, kemudian terlentang di samping kakak tiri dari istrinya.Rania mengganti posisi jadi menyamping lalu meletakkan kepalanya di atas dada Darwin. Telunjuknya bermain-main di sana sambil berkata, "Kamu gak percaya kalo kamu memang gak ada tandingannya?""Percaya," sahut Darwin lalu merengkuh tubuh Rania dengan lengannya. "Kalo gak percaya, mana mungkin aku lebih milih kamu daripada pulang cepet." Kecupan dia berikan di kening Rania.Tangan Rania melingkar di perut Darwin yang keras dan padat. "Kamu memang gila! Harusnya kamu, tuh, sama Selena lagi dinner romantis di restoran mahal. Eh, ini malah asyik di sini sama aku." Rania terkekeh puas karena Darwin lebih mementingkan dirinya ketimbang istrinya. Jelas-jelas malam ini adalah hari jadi pernikahan lelaki itu.Darwin mendengkus, ketika Rania menyindir soal Selena. "Enakan di sini sama kamu," cicitnya santai tanpa merasa bersalah sama sekali. Padahal, sebelum berangkat kerja pagi tadi, istrinya yang lugu dan polos itu sudah berkali-kali mewanti-wanti agar dia pulang cepat malam ini.Namun, Rania memintanya untuk datang ke tempat ini. Darwin tentu tidak bisa menolak ajakan kakak iparnya yang sangat menggoda dan menggairahkan setiap kali mereka bercinta. Mengacuhkan permintaan Selena demi mereguk kepuasan bersama perempuan lain."Pasti dia lagi nungguin kamu." Rania tak berhenti menyinggung soal Selena."Biarin. Aku lagi males sama dia." Tatapan Darwin menerawang pada langit-langit kamar. "Gara-gara dia aku jadi harus nikah cepet," keluhnya, saat mengingat bagaimana Daddy-nya tiba-tiba memaksanya untuk menikahi seorang gadis."Kenapa gak kamu tolak aja waktu itu?"Darwin mengerjap seraya menghela napas panjang. "Daddy ngancem bakal ngusir aku dari perusahaan kalo aku nolak nikah sama Selena.""Aku juga bingung. Kenapa papaku malah jodohin dia sama kamu. Padahal aku yang paling tua. Bukannya seharusnya aku, ya, yang nikah duluan?" Bibir Rania mencebik kesal, hingga sekarang dia masih belum terima karena almarhum papanya malah menikahkan Selena lebih dulu.Gerutuan Rania membuat Darwin seketika mengalihkan pandangannya. Dia sebenarnya juga berpikir sama. Kenapa dia dinikahkan dengan Selena bukannya dengan Rania yang jauh lebih seksi dan menggoda."Walaupun aku nikah sama adik kamu, tapi aku tetep milih kamu, Ran. Natasya itu jauh kalo dibandingin sama kamu. Dia itu terlalu monoton dan kaku. Gak kayak kamu. Liar dan ngangenin." Darwin berbisik serak di telinga Rania lalu menggigitnya kecil. Dia lantas memiringkan tubuhnya, sampai bisa menatap wajah Rania yang cantik sepuasnya."Gombal banget, sih!" Rania mencubit perut Darwin dan lelaki itu seketika mengaduh. "Pulang sana. Nanti kalo daddy-mu tau, bisa kacau semuanya." Rania mendorong dada Darwin yang hendak menempel di dadanya yang polos."Daddy gak akan tau. Dia 'kan lagi di Singapur. Pulangnya juga baru besok." Darwin menahan punggung Rania supaya tidak bergerak. "Gimana kalo satu ronde lagi? Aku masih kangen sama kamu." Bibir Darwin langsung memagut bibir Rania tanpa aba-aba, melumatnya rakus dan terburu-buru.Dan pada akhirnya, Rania pun pasrah saat Darwin menawarkan kenikmatan itu lagi. Dia sendiri telah terlanjur jatuh hati pada sosok tampan ini. Tak peduli bila yang dilakukannya adalah hal yang sangat menyakitkan bagi sang adik.Di satu sisi seseorang yang menunggu dengan setia justru sampai ketiduran di meja makan. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tetapi sosok suami yang dia tunggu-tunggu kepulangannya tak kunjung datang.Selena terperanjat saat ponselnya berdering. "Astaga, aku ketiduran." Terhenyak sesaat, lalu melirik jam dinding. "Jam sepuluh?" Fokusnya kembali pada ponsel yang terus berdering. "Mami?"Tahu yang menelepon adalah ibu mertua, Selena lekas menjawabnya. "Halo, Mom?""Darwin ada di rumah, gak? Kok, hapenya mami telepon gak aktif." Suara mami terdengar cemas dari seberang sana."Mas Darwin belum pulang, Mom." Tak khayal Selena pun ikut merasa cemas karena ternyata ponsel sang suami tidak aktif."Ya udah. Mungkin hapenya lowbat. Teleponnya udah dulu. Daa ....""Daa, Mom." Selena menghela kecewa, dia pikir ibu mertuanya menelepon untuk mengucapkan selamat, ternyata hanya menanyakan keberadaan anak laki-lakinya.Meletakkan ponsel di meja, lalu menatap nanar menu makan malam yang sengaja dia masak sendiri. Masakan lezat itu pasti sudah dingin, pikirnya. Jangan lupa, ada kue tart sederhana pula yang bertengger manis di sana, dengan lilin angka satu yang menancap di atasnya. Berharap, dia bisa meniupnya bersama dengan Darwin."Kuenya ..." Sepasang manik Selena seketika memanas, karena butuh perjuangan untuk membuat kue tersebut.Sudah seringkali Darwin mengecewakannya seperti ini. Tak lebih dari satu kali pula, suaminya itu bahkan jarang pulang ke rumah. Kehadirannya di rumah ini seakan-akan tidak diinginkan. Selena mengira jika lambat laun dia bisa memiliki hati suaminya.Namun nyatanya, Darwin tak pernah menganggapnya sebagai istri. "Aku padahal tadi udah bilang sama dia buat minta pulang cepet. Tapi mana? Dia belum pulang sampe sekarang." Air mata kembali luruh di pipi mulus Selena. "Pernikahan macam apa ini? Aku seolah tidak dihargai sebagai istri."Menikah muda juga bukan keinginan Selena. Apalagi hidup selamanya bersama pria yang baru dikenalnya. Dia bahkan sampai rela menghentikan pendidikannya demi mewujudkan baktinya pada sang ayah yang telah tiada. Sejak menikah, Selena juga sudah berusaha untuk menerima kenyataan tersebut. Dia terus belajar menjadi istri yang baik dan berusaha menyenangkan hati Darwin."Apa mungkin aku masih kurang menarik di matanya? Astaga …." Kedua telapak tangan Selena mengusap wajah yang basah karena air mata. Rasa-rasanya semenjak menikah dia malah jadi sering menangis. Kebebasannya seolah terenggut paksa.Suara pintu terbuka membuat Selena sontak terperanjat. "Itu kayaknya Mas Darwin."Selena lekas meraih tisu untuk menghapus jejak basah di wajah, kemudian meneliti riasan yang tidak terlalu berantakan di layar ponsel. "Gak keliatan kalo abis nangis 'kan?" Dia memiringkan wajahnya ke kanan dan kiri. Takut apabila riasannya luntur dan Darwin pasti akan marah.Suara langkah sepatu semakin terdengar mendekat. Selena pun bergegas beranjak dari duduknya, kemudian merapikan rambut serta dress dengan bahu terbuka dan berbelahan dada sangat rendah—menonjolkan isinya yang putih mulus dan berisi. Warna maroon begitu kontras dengan warna kulit Natasya.Belum sempat Selena selesai merapikan diri, sosok yang baru saja masuk, yang dia pikir suaminya sudah berdiri di hadapannya dan kini tengah termangu menatapnya. Pria tinggi tegap masih mengenakan stelan rapi yang dia panggil dengan sebutan 'Daddy'.Manik safirnya tak berkedip, memandang perempuan muda yang selama setahun ini menjadi menantu dadakannya. Dev Atalarich nama pria itu.Kepala Selena yang menunduk membuatnya tidak tahu, bahkan tidak sadar bila saat ini dia tengah diperhatikan. Merasa sudah cukup memastikan penampilan, Selena lantas mengangkat pandangan.Detik itu juga bola matanya membeliak ketika melihat sosok yang ternyata bukan suaminya."Daddy?"Dev terhenyak mendengar suara lembut menantunya. Dia sontak berdeham sambil mengalihkan pandangannya. Bibirnya tersenyum kikuk._bersambung ☘️Setelah lama menyandang status duda dari pernikahan sebelumnya. Pada akhirnya, Darwin memantapkan diri—melangsungkan pernikahan untuk yang kedua kali dengan gadis pilihannya. Emma—seorang gadis yang berprofesi sebagai model majalah dan catwalk telah menjerat hati seorang Darwin. Bisa dikatakan, jika Darwin jatuh cinta pada pandangan pertama waktu pertama kali dia bertemu sang calon istri di sebuah acara amal yang diadakan di Singapur. Pada hari itu, Darwin sangat yakin jika Emma adalah jodoh yang dikirim Tuhan untuknya. Bagaimana tidak? Di saat dia bertahun-tahun menyandang status duda serta mencoba memperbaiki diri, takdir dengan segala perannya telah menuntunnya pada sosok Emma. Bak gayung bersambut, tak membutuhkan waktu yang lama Darwin mencoba mendekati Emma kala itu. Perempuan berparas indo itu menerima pinangan Darwin enam bulan yang lalu. Prosesnya pun begitu singkat. Darwin tak ingin berlama-lama menyendiri lagi.Dan, pernikahan yang seharusnya digelar dua pekan lagi, terpa
"Daddy ...." Seorang gadis kecil berusia enam tahun, yang baru saja tiba memanggil sang daddy sambil berlarian di ruangan yang seluruhnya didominasi kaca. Sang ibu yang membuntuti sampai kewalahan. "Naomi, jangan lari-lari, Nak!" Selena menggeleng berkali-kali, merasa gemas dengan gadis kecilnya yang selalu tidak sabaran menemui daddy-nya. Dev yang siang itu baru saja selesai meeting, dan masih mengobrol dengan dua orang kolega bisnisnya seketika menoleh ke arah putrinya. "Naomi ...." Kedua kolega bisnis Dev pun melakukan hal yang sama. Mereka tersenyum melihat tingkah lucu Naomi yang tak malu-malu di hadapan orang asing. "Daddy!" Naomi menghambur memeluk Dev. "Daddy kenapa gak jadi jemput Naomi?" protes gadis kecil itu, dengan raut cemberut. Bibir mungilnya mencebik. Merasa bila sang anak protes, Dev pun lekas meminta maaf. "Maafin daddy, ya? Daddy lagi ada tamu. Tuh!" Dev mengedikkan dagu ke arah kedua tamunya.Bibir mungil Naomi mengatup rapat, seraya menelengkan kepala ke a
Beberapa bulan kemudian...."Mbok ... Mbok Nung." Siang itu Selena terlihat baru saja keluar dari kamar sambil berulang kali mengusap perut yang sudah makin membesar. Dia juga sesekali meringis seperti orang menahan sakit. Yang paling terasa ialah di bagian perut dan pinggang. Mbok Nung muncul dari dapur, kemudian tergopoh-gopoh menghampiri istri Dev itu. "Ya, Non ....""Mbok, perut aku kok kenceng-kenceng terus, ya?" adu Selena, lantas dibantu mbok Nung gadis itu duduk di sofa ruang tamu. Dia menarik napas dalam-dalam kemudian membuangnya perlahan. Mbok Nung duduk di samping Selena, lalu memegang perut gadis itu. Mbok Nung terlihat sedang berpikir sambil meraba perut yang memang mengencang. "Iya, Non. Kenceng-kencengnya timbul hilang gitu, Non? Kayaknya dedeknya mau keluar, Non. Soalnya 'kan udah lewat dari perkiraan lahir." Selena terus mencoba mengatur napasnya, kendati dia begitu gugup saat ini. "Iya-ya, Mbok? Kayaknya gitu. Pas aku cek tadi udah ngeflek di celana." ujarnya."
Setelah menghubungi pihak kepolisian, Marvin juga menghubungi Dev. Sementara Darwin terlihat sedang berjaga-jaga di depan pintu utama. Security rumah yang sempat kecolongan pun diperintahkan untuk mengawasi di bagian halaman belakang. Sedangkan Lexy yang tidak menyadari jika dirinya akan digelandang masih terlihat duduk bersama Monica di ruang tamu rumah itu. Keduanya masih terlibat perdebatan yang tak kunjung selesai. Lexy merasa kecewa sekaligus marah dengan mantan selingkuhannya yang selama bertahun-tahun menyembunyikan kebenaran. Suasana siang itu cukup menegangkan bagi Darwin, yang baru kali pertama akan menyaksikan penangkapan pelaku penembakan sang ayah secara langsung. 'Apa aku sudah melakukan hal yang tepat?' Benak pemuda itu tak berhenti bertanya-tanya sendiri, memikirkan sesuatu yang telah dia putuskan dengan matang. Melaporkan pria yang baru dia ketahui sebagai ayah kandungnya, merupakan hal yang sama sekali tidak pernah terlintas di pikiran Darwin. Namun, dia pun tak
"Aku bisa minta tolong, Vin. Tolong kamu ke rumahnya Monica. Tanya keberadaan Darwin sama dia." Dev berbicara dengan Marvin lewat panggilan telepon sejak sepuluh menit yang lalu. Sejak dia tidak bisa menghubungi Darwin, Dev merasa khawatir. Dia hanya ingin mengabarkan jika dia sudah kembali dari rumah sakit. "Baik, Dev. Kebetulan banget aku lagi perjalanan ke rumahnya." Marvin menyahut. Kening Dev mengernyit, "Oh, ada urusan apa?" tanyanya sambil beranjak dari tempat tidur, lalu berjalan ke arah balkon."Aku mau minta tanda tanda Monica. Ini 'kan mau akhir bulan. Kamu lupa kalau dia juga pemilik saham di perusahaan?" Terdengar kekehan dari Marvin, dan suara-suara bising kendaraan. "Hmm, ya ... ya ... Aku bahkan gak sadar kalau udah mau akhir bulan. Baiklah. Nanti, kalau kamu udah dapet kabar soal Darwin langsung hubungi aku aja. Oh, ya ... Gimana soal asisten rumah yang aku minta kemarin?" Dev hampir lupa menanyakan perihal itu. "Nanti siang orangnya diantar ke tempatmu. Namanya
"Perutku laper banget." Pagi-pagi sekali Selena terlihat sudah memasuki pantry sambil mengusap-usap perut. Sejak subuh tadi Selena merasa sangat lapar, karenanya dia pergi ke pantry untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan. Pertama-tama yang gadis itu lakukan adalah membuka kulkas, kemudian mengambil satu buah apel merah. Setelah mengambil apel, tak lupa dia turut mengambil susu hamil kemasan siap minum rasa mocca. Selena lantas menduduki kursi meja makan, lalu meminum susu hamil terlebih dahulu, baru setelah itu mengigit apel."Non ..." Mbok Nung muncul di pantry dan agak kaget melihat Selena yang sudah berada di sana. Rupa-rupanya, istri majikannya itu tengah menyantap buah dan minum susu. "Non Selena laper, ya?" "Iya, Mbok. Dari tadi subuh perutku laper banget," cicit Selena sambil mengunyah apel. "Tau-tau kayak gini, padahal kemarin-kemarin enggak, Mbok." Selena merasa aneh, sebab sejak awal-awal hamil dia tidak pernah merasa kelaparan seperti ini."Hormon, Non. Biasanya bawaan