Share

Mantan Simpanan Ayah Mertua
Mantan Simpanan Ayah Mertua
Penulis: Rusmiko157

Bab 1. Tinta Darah

Wajah Grady tampak merah padam saat melihat papan kayu berwarna cokelat tua itu. Alkohol benar-benar telah membuatnya kehilangan akal sehat.

"Keluar kamu, Amora!" teriaknya lantang seraya mendobrak pintu.

Tidak berhasil dengan dobrakan pertama, lelaki itu mencobanya untuk yang kedua.

"Kamu pikir bisa sembunyi dariku, hah?!" murka Grady sebelum mendobrak pintu itu lagi.

Pintu terbuka dengan keras. Papan kayu itu nyaris hancur menghantam dinding, hingga meja yang digunakan untuk mengganjalnya ikut terbanting. Grady berdiri di ambang pintu dengan netra sayu yang sarat amarah, memindai seluruh ruangan.

"AMORA!" Suara itu menggelegar, membuat dinding di sekitarnya ikut bergetar.

Entakan pantofel menggema kuat, ketika Grady memasuki ruangan. Membuat wanita itu semakin menggigil ketakutan.

"Bukan aku pembunuhnya. Bukan aku," lirih wanita yang sedang bersembunyi di dalam lemari, memeluk lutut seraya merapalkan afirmasi untuk diri sendiri.

"Amora ...." Grady menyenandungkan nama si wanita. Terdengar merdu, namun mampu menikam kalbu. "Keluarlah, Amora! Aku tidak akan menyakitimu," lanjut lelaki itu yang jelas merupakan sebuah kebohongan besar.

Amora hanyalah nama panggung dari seorang PSK dalam sebuah situs penjaja wanita bernama Lollipop. Wanita bernama asli Evita Maharani itu tak menyangka, bahwa Arman–sugar daddy-nya adalah ayah Grady, cinta lama yang tak pernah lekang dari dalam hati.

Kemarahan Grady ini dipicu oleh kematian sang ibu. Belakangan, Grady baru tahu bahwa wanita yang telah melahirkannya itu mengakhiri hidup pasca mengetahui perselingkuhan sang suami. Satu nama tertulis dalam buku harian wanita itu. Nama yang ditulis dengan tinta darah, yaitu Amora.

Dendam membawa Grady untuk menuntut balas pada Amora. Sampai akhirnya, dia menemukan sang Lady di salah satu rumah milik ayahnya.

"Akan kupastikan kamu membayar nyawa ibuku dengan nyawamu, Amora!" ucap Grady dengan suara serupa auman singa.

Tangan lelaki itu mengepal kuat, kemudian dia kembali mengayun langkah. Tidak ada tempat lain yang Grady curigai selain lemari, karena di ruangan itu memang tidak ada celah untuk melarikan diri.

Evita membekap mulut dengan telapak tangan. Rongga dada wanita itu bergerak cepat, saat indera pendengarannya menangkap derap langkah yang mendekat. Hingga dia takut detak jantungnya yang menggila akan terdengar hingga ke luar.

'Tidak ... kumohon jangan ke sini.' Wanita itu mengharap dengan pias.

Sayangnya, harapan itu pupus ketika Grady membuka pintu lemari dengan kasar.

Mata Evita membelalak dengan wajah yang memucat.

"Gotcha!" seru Grady. Netranya yang merah karena pengaruh alkohol, tampak semakin mengerikan, seperti iblis yang baru keluar dari neraka.

Seringai lebar di bibir lelaki itu membuat Evita bergidik ngeri. Wanita itu memekik saat Grady menyeretnya keluar dari lemari.

"Jalang sialan!" Dengan kasar, Grady mengempas tubuh Evita ke lantai.

"Akh!" rintih wanita itu saat tubuhnya menghantam granit. Dia angkat wajah yang dibanjiri air mata, dengan tatapan memohon pada si lelaki.

"Bukan aku." Evita menggeleng dengan air mata yang terus mengalir. "Bukan aku yang melakukannya, Grad," ungkap Evita.

Kalimat terakhir wanita itu membuat Grady terdiam sejenak. Lelaki itu menyipitkan mata, mengumpulkan titik fokus pada Evita. Samar, sekelebat wajah melintas dalam ingatan. Namun, buru-buru lelaki itu menepisnya. Dia geleng kepala untuk mengusir wajah seseorang dari masa lalunya.

"Berani sekali kamu menyebut namaku! Dasar jalang!" geram Grady yang kembali dibutakan emosi.

Tak terima namanya terucap dari mulut Evita, Grady meraih lengan wanita itu. Dia tarik dengan kasar untuk mendekat, hingga kaki Evita nyaris terangkat.

Saat melihat wajah Evita dari dekat, lagi-lagi pikirannya terdistraksi oleh bayang wajah yang berkelebat. Lelaki itu menggeram sambil memejamkan mata, saat tak berhasil mengenali wajah dalam ingatannya.

Alkohol benar-benar membutakan Grady. Lelaki itu merasa tidak asing dengan wajah wanita ini, namun sulit sekali untuk mengingatnya. Sekeras apa pun dia mencoba, upaya itu tidak menghasilkan apa-apa.

Grady murka. Bukan hanya karena dendam yang menguasai jiwa, akan tetapi karen dia tidak dapat menemukan wajah ini di dalam ingatannya. Satu tangan lelaki itu mencengkeram lengan Evita, lalu satu lagi dia gunakan untuk mengapit wajah si wanita.

"Kamu harus membayar setiap sakit yang ibuku rasakan, Amora!" desis Grady persis di depan wajah Evita.

Aroma alkohol yang menguar dari mulut Grady, membuat kepala Evita pening. Namun, dia tidak dapat berpaling. 

"Jangan, kumohon jangan. Aku nggak bunuh ibu kamu," mohon Evita dengan suara yang tidak begitu jelas.

Mata sayu Grady menyipit, memperhatikan wajah Evita baik-baik. Lagi-lagi, dia seperti teringat akan sesuatu, namun tidak tahu apa. Detik berikutnya, sebuah seringai terukir di bibir lelaki itu.

"Sepertinya ... mati adalah hukuman yang terlalu mudah untukmu. Jadi akan kubuat kamu menderita hingga kamu akan memohon kematian padaku," ujar Grady.

Sumpah demi apa pun! Mendengar ucapan Grady membuat Evita ketakutan setengah mati. Siksaan apa yang akan lelaki itu lakukan? Sesungguhnya, bukan sakit pada fisik yang Evita khawatirkan, melainkan luka batin yang mungkin akan membekas selamanya. Karena setiap rasa sakit yang ditorehkan oleh lelaki itu, akan menggores luka yang lebih dalam lagi pada hatinya.

Grady menyeret Evita lalu melempar tubuh wanita itu ke atas ranjang. Dalam gerakan cepat, Grady sudah mengungkung tubuh wanita itu dan mengunci pergerakannya hingga tak berkutik. 

Upaya Evita untuk melepaskan diri pun hanya berakhir sia-sia. Wanita itu menggerakkan kaki dengan brutal, namun tak mampu membuat Grady menyingkir dari atas tubuhnya. 

"Grady, kumohon jangan lakukan ini." Evita berharap belas kasih dari si lelaki.

Sayangnya, Grady sama sekali tidak peduli. Apalagi saat dari celah bibir wanita itu terucap namanya lagi, Grady semakin terpancing emosi.

"Jangan pernah menyebut namaku dengan mulut kotormu, Jalang Sialan!" murka lelaki itu. 

Satu tangan Grady mengunci tangan Evita di atas kepala, lalu dia apit wajah wanita itu dengan jemari tangannya yang lain. Lelaki itu menyeringai, kemudian berkata, "Aku akan membuatmu tidak pernah bisa melupakan malam ini, Amora."

Netra Evita membola. Ketika Grady menyerbu bibir Evita dengan ciumannya, wanita itu tidak kuasa melakukan perlawanan. Ingin berpaling pun dia tak bisa, karena tangan Grady terus mengapit wajahnya. Lelaki itu menciumnya dengan sangat kasar, hingga Evita beberapa kali menjerit ketika rasa nyeri menyerang. Evita yakin bibirnya robek, karena dia dapat merasakan asin darah yang bercampur dengan aroma khas cairan merah itu di mulutnya.

Grady baru melepas ciumannya saat merasa puas membuat Evita tersiksa. Napas lelaki itu terdengar keras dengan ritme cepat. Membuat dada bidang yang terbalut kemeja putih itu turut bergerak mengikuti tarikan napas. Netra sayunya menatap Evita dengan penuh kebencian.

"Kamu mencari masalah dengan orang yang salah, Amora!" Lelaki itu mendengkus sinis dengan netra menatap bengis. "Aku yakin kamu sudah terbiasa memuaskan banyak lelaki. Dan sekarang ... mari kita lihat, apakah kamu bisa memuaskanku?" lanjutnya dengan seringai iblis yang terukir di bibir.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status