Beranda / Rumah Tangga / Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi / Bab 182: Luka yang Tak Terucap

Share

Bab 182: Luka yang Tak Terucap

Penulis: Rizki Adinda
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-15 08:09:08

Udara malam di Club Zest terasa lembut, hangatnya cahaya lampu gantung berpadu dengan aroma manis dari cocktail citrus yang terbang samar di antara denting gelas dan suara tawa.

Interior klub itu, dengan dinding bata ekspos dan furnitur kayu gelap, memberi kesan hangat namun tetap eksklusif, menciptakan semacam ruang di mana waktu melambat, seolah tak ada hiruk-pikuk Jakarta di luar sana.

Di salah satu sudut ruang VIP yang menghadap langsung ke taman kecil berlampu redup, empat orang duduk mengelilingi meja bundar dengan tawa yang belum benar-benar reda sejak tadi.

Tara tampak anggun dalam balutan jumpsuit satin biru dongker, menyambut malam dengan energi hangat.

Di sebelahnya, Tama, seperti biasa, jadi sumber candaan dan sorotan. Sementara itu, Gilang, sang tamu kehormatan malam ini, baru saja kembali dari lokasi syuting di pelosok hutan — kulitnya lebih gelap dari terakhir kali mereka bertemu, dan matanya menyimpan kilatan tenang yang hanya dimiliki ora

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 188: Aku yang Memulainya

    Udara kamar masih terasa berat, seperti sisa asap dari pertengkaran yang baru saja padam. Dinding-dindingnya bergeming, namun seolah menyimpan gema amarah yang belum sepenuhnya reda.Cahaya matahari pagi menembus tipis dari tirai krem yang belum sepenuhnya ditarik, menyentuh ujung tempat tidur dengan warna keemasan yang muram.Nadira menoleh perlahan, matanya menyapu sudut-sudut kamar hotel yang berantakan. Selimut tergulung setengah di tepi ranjang, sebotol air mineral tergeletak miring di meja kecil, dan sisa-sisa malam yang kacau menggantung di udara seperti bisikan.Ia tak benar-benar mencari sesuatu, lebih seperti menggali kemungkinan. Mungkin ada pintu keluar dari situasi yang rumit ini, atau setidaknya, celah kecil untuk bernapas.Mahesa menangkap gerakan kecil itu. Matanya yang tajam menelusuri wajah Nadira, lalu mengeras, seperti bara yang kembali dipantik.Urat di rahangnya menegang, dan nada suaranya nyaris pecah saat berbicara dalam hat

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 187: Jejak yang Tak Terbantahkan

    Nadira mengarungi mimpi panjang yang terasa aneh sekaligus menggelitik. Di dalam mimpi itu, Mahesa hadir sebagai sosok yang ganjil, mengajaknya dalam petualangan surealis yang penuh keintiman absurd, adegan demi adegan yang begitu eksplisit hingga terasa perlu disensor.Nadira sempat tertawa kecil, geli, sekaligus malu pada dirinya sendiri. Sensasi itu begitu nyata, begitu dekat, seperti bayangan yang menempel di kulit.Pelan, matanya terbuka, cahaya samar menyelinap lewat celah tirai yang belum sepenuhnya tertutup. Udara kamar terasa hening, terlalu hening, seolah menunggu sesuatu."Hhh..." helaan napas panjang mengalir keluar dari bibirnya, nyaris seperti desahan lega, tapi tidak benar-benar melegakan.Mimpi itu masih membekas di kepalanya, menggantung seperti kabut tipis di ujung subuh.Namun, tubuhnya mendadak kaku saat ia menyadari tekanan halus di lehernya. Ia menoleh. Ada wajah yang begitu dikenalnya terlelap hanya beberapa jengkal dari waja

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 186: Dalam Kabut Uap

    Begitu pintu kamar tertutup rapat dan suara klik dari kuncinya terdengar samar, Rafael bersandar pada dinding, menunduk dengan napas tercekat.Ada embusan lega yang hampir menyerupai isakan. Akhirnya mereka sampai juga. Tubuhnya nyaris tak kuat menopang seluruh beban hari itu, tapi ia tahu, tugasnya baru selesai saat pintu itu tak lagi menjadi penghalang antara Mahesa dan Nadira.Di dalam kamar hotel yang senyap dan remang, Mahesa tidak ikut tenggelam dalam drama batin asistennya.Wajahnya tetap tenang, kaku dalam kontrol yang terlalu sering ia latih. Tanpa bicara sepatah kata, ia langsung berjalan menuju kamar mandi, melepas jaket, lalu kemeja yang sudah ternoda dan lengket akibat muntahan.Uap air hangat mulai memenuhi ruangan ketika ia menyalakan shower dan berdiri diam sejenak di bawah guyuran air, membiarkan suara tetesannya menghapus kekacauan pikiran.Begitu Mahesa keluar, rambutnya basah, wajahnya lebih bersih, tapi sorot matanya tetap kela

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 185: Menggendong Badai

    Sorot lampu gantung kristal memantul di permukaan lantai marmer, menciptakan efek kilauan yang tak kalah glamor dari pesta bertema hitam-emas malam itu.Tapi bagi Susilo, semua cahaya itu terasa dingin dan jauh. Senyum-senyum basa-basi dari kolega bisnis tak mampu menutupi kekecewaannya.Di sudut ruangan, ia berdiri bersama Ratu, mencoba menjajakan pesona selebritas itu seperti kartu truf terakhir.Namun saat matanya menangkap sosok Mahesa berdiri berdampingan dengan Nadira, raut wajahnya mengeras, seperti barisan huruf di kontrak yang baru saja dibatalkan.Di tengah riuh tawa dan denting gelas wine, Mahesa tampak seperti pusat gravitasi sendiri. Dunia luar mengecil, bergetar samar, saat pandangannya terkunci pada Nadira.Ia tak melihat panggung. Tak mendengar musik. Tak peduli bahwa Nadira kini tertawa ringan sambil menyentuhkan lengannya ke bahu Gilang.Dan batas kesabarannya pecah.Dengan langkah panjang dan mantap, Mahesa menghamp

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 184: Satu Setebal Kulit Badak

    Tatapan tiga saudara laki-laki Nadira menusuk tajam, seperti belati yang siap melayang ke dada Mahesa.Diam-diam mereka saling bertanya dalam hati, apa selera pria ini memang secacat itu? Di balik kerah bajunya yang licin dan rambut yang disisir nyaris sempurna, ada sesuatu yang janggal.Sesuatu yang membuat mereka gelisah.Di sudut ruangan, wajah Tuan Pradana menegang seperti batu karang diterpa gelombang. Sorot matanya menggelap, rahangnya mengatup kencang.Ia meneguk amarahnya bulat-bulat, meski tenggorokannya tercekat. Gengsi dan harga diri yang ia bangun selama bertahun-tahun retak dalam sekejap, hanya karena ulah satu pria dan satu ejekan dari putrinya sendiri.Tapi... mungkinkah itu tanda Nadira masih peduli? Di dalam dadanya, emosi-emosi saling berdesakan, tak sabar untuk meledak tapi juga ragu untuk keluar.“Aku juga nggak nyangka Naura akan muncul,” suara Mahesa nyaris tenggelam di antara ketegangan yang menggumpal di udara.

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 183: Siapa Kamu, Sebenarnya?

    Nadira tersenyum tipis, seperti sedang mencoba menambal retakan halus yang merambat di balik wajahnya.Senyuman itu bukan untuk meyakinkan orang lain, melainkan dirinya sendiri. “Nggak seburuk itu, kok. Waktu bisa menyembuhkan, kan?” ucapnya, pelan tapi mantap.Suaranya seperti mengalir dari mulut seseorang yang ingin meyakini kata-katanya sendiri. “Kadang cuma fisik aja yang bereaksi, bukan karena aku takut beneran.”Ia mengangkat gelasnya tinggi, kilauan lampu menggantung memantul di permukaannya yang bening.“Gilang sudah balik, dan itu yang penting. Jangan bahas yang berat-berat. Ayo, bersulang!” katanya, lebih lantang kali ini, mencoba menarik semua kembali ke permukaan yang ringan.Gilang, Tama, dan Tara tertawa kecil, mengikuti semangat yang Nadira coba bangun. Gelas beradu, dan malam kembali terasa hangat.Suara tawa menggema, bercampur dengan alunan musik latar yang mengalun pelan, seperti soundtrack yang mengisi kekosongan antara s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status