Home / Rumah Tangga / Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi / Bab 214: Bisik Ratu dan Kunci Hati

Share

Bab 214: Bisik Ratu dan Kunci Hati

Author: Rizki Adinda
last update Last Updated: 2025-08-18 10:16:41

Nadira menyunggingkan senyum lembut, seolah menyimpan rahasia kecil dalam pikirannya. “Namanya juga masih muda,” ujarnya sambil menatap langit jingga sore dari balik jendela kafe.

“Nanti juga paham dunia luar.”

Di seberangnya, Ada hanya menghela napas panjang, lalu memutar bola matanya dengan gerakan malas.

Tangan kanannya menyesap minuman, dan tatapannya kembali tertuju ke layar ponsel. Reaksi khas remaja yang sedang bosan mendengar nasihat, seakan dunia orang dewasa masih terlalu absurd untuk didekati.

Sementara itu, ratusan kilometer dari sana, di balik kaca gelap sebuah mobil hitam yang melaju di tol menuju Jakarta, suasana jauh berbeda.

Kabin kendaraan terasa tenang, hampir seperti ruang meditasi, hanya terdengar bunyi halus roda melintasi aspal.

Di kursi belakang, Mahesa duduk bersandar, mengenakan kemeja biru langit dengan kancing atas dibiarkan terbuka.

Di pangkuannya, sebuah tablet menyala, menampilkan siaran langsung peluncu

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 243: Pisau yang Menusuk Perlahan

    Setelah melangkah keluar dari gedung Akademi Olahraga yang bergaya kolonial modern, wajah Nadira terasa lebih ringan.Angin sore yang hangat menyapu rambutnya yang dikuncir longgar, dan derai tawa para lulusan muda masih terdengar samar di belakangnya.Ada sesuatu yang menular dari semangat mereka, seperti nyala api kecil yang menjalar diam-diam ke dalam hatinya.Untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu terakhir, ia merasa... optimis.Aula besar kampus itu hari ini menjadi panggung bagi perayaan dan harapan. Langit-langitnya tinggi, dihiasi lampu gantung berkilau, seperti kilauan masa depan yang belum tergenggam.Rektor, seorang pria paruh baya dengan suara tebal dan cara bicara lamban, berdiri di mimbar. Ia menyampaikan pidato panjang, kalimat-kalimatnya rapi tapi hambar, seperti sudah diulang terlalu sering.Namun kalimat pamungkasnya, “Hari ini kalian bangga pada kampus ini, suatu hari nanti kampus ini pun akan bangga pada kalian,” tet

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 242: Sorot Mata Sehabis Hujan

    “Kak, bisa fotoin kami nggak?”Suara ceria itu membuat Nadira menoleh. Di hadapannya berdiri seorang pemuda dengan wajah yang masih muda, segar, dan ada semacam semangat naif dalam sorot matanya.Sorot mata yang membuat Nadira, tanpa sadar, memandang sedikit lebih lama. Jernih. Penuh rasa ingin tahu.Seperti mata rusa yang baru pertama kali mengintip dunia di balik semak.Ia menatapnya lebih seksama. Anak muda ini tinggi—amat tinggi, mungkin nyaris dua meter. Sosoknya tegap, atletis, dan nyaris seperti keluar dari halaman komik olahraga.Jersey putih yang melekat di tubuhnya sudah basah oleh keringat, begitu pula ikat kepala yang menjinakkan poni yang sedikit menutupi dahi kecokelatannya.Kulitnya terbakar matahari, tapi bersih, sehat, seolah ia tinggal di lapangan lebih lama daripada di rumah.Tapi yang paling menonjol adalah ekspresinya, polos dan hangat, seolah dunia belum pernah sempat menyakitinya.“Kenapa anak-anak zaman

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 241: Masa Muda, Masa Ajaib

    “Siapa anak kecil ini? Pak dosen, jawabannya bener nggak?”Suara mahasiswi itu melengking, penuh ketidakpercayaan, seakan tak percaya apa yang barusan didengarnya.Sang dosen langsung tertawa terpingkal, matanya berbinar penuh kenakalan. Ia menunjuk papan tulis di belakangnya, lalu menoleh pada para mahasiswa yang duduk dengan wajah kusut.“Lihat tuh! Anak kecil aja bisa jawab. Otak kalian isinya lem apa, hah?!”Seketika ruangan kelas yang pengap itu dipenuhi dengusan frustasi dan rintihan halus.Namun, suara kecil itu menyela, tegas dan bulat.“Aku bukan anak kecil,” Nadira mengangkat dagu, wajahnya tak goyah sedikit pun. “Aku udah sepuluh tahun!”Hening sesaat menyelimuti ruangan. Lalu terdengar gumaman tak percaya.Sepuluh tahun. Dan berhasil menyelesaikan soal yang membuat para mahasiswa tingkat akhir memutar otak sejak tadi pagi.Para mahasiswa mendekat satu per satu, penasaran, kagum, sedikit tersengat.“Dar

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 240: Cantik Itu Takdirnya Sepi

    Tina yang sedari tadi manja seperti kucing yang sedang dielus, mendadak diam. Sorot matanya menajam, mengikuti arah pandangan Aidan.Dan di sanalah dia berdiri—Nadira. Tapi bukan Nadira yang biasanya. Tak ada lagi jaket blazer abu-abu dan sepatu kantor berhak dua senti yang sering membuat langkahnya terdengar seperti detik jam di ruangan rapat.Hari itu, ia muncul dalam balutan kemeja putih bersih yang menyatu manis dengan rona kulit kuning langsatnya, rok selutut yang ringan seperti ditiup angin laut, dan sepatu espadrille putih yang menambah kesan santai tapi tetap elegan.Langkahnya tenang, nyaris tanpa suara, tapi setiap geraknya seolah memahat udara. Ujung rok berayun lembut, menciptakan irama yang ganjilnya terasa familiar.Ada semacam aroma pagi yang belum sempat dikacaukan kebisingan kota. Sederhana, segar, memesona.Seperti baris puisi yang belum selesai ditulis.Aidan terdiam. Bukan karena tak tahu harus berkata apa, tapi karena da

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 239: Kuda dan Penunggangnya

    Kisruh antar penggemar makin liar, seperti api yang menyambar ladang kering. Setiap komentar jadi bahan bakar, tiap unggahan membelah kubu jadi dua—Drivers di satu sisi, Cherry Blossoms di sisi lain, saling serang seperti pasukan di medan perang virtual yang tak kenal ampun.Sampai akhirnya, Ghani sendiri turun tangan.Tanpa pengumuman atau klarifikasi formal, ia mengunggah sebuah tulisan panjang di Instagram, dengan latar putih polos dan huruf-huruf hitam yang disusun rapi seperti surat terbuka.Kalimat-kalimatnya tenang, mengalir seperti seseorang yang akhirnya memilih berdamai dengan badai dalam dirinya.Ia bicara soal keputusannya keluar dari Wijaya Media, mengucapkan terima kasih kepada Susilo—manajer sekaligus orang yang pernah ia sebut sebagai mentor—dan berjanji akan membayar semua denda kontrak, yang ia sebut sebagai “biaya sekolah” dalam hidupnya.Tulisannya terasa elegan, seperti tangan yang menutup pintu pe

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 238: Api Dalam Sekam

    Langkah Nadira menyapu lantai marmer seperti bayangan angin yang mendekat dalam diam. Ia jongkok perlahan, menyamakan tinggi matanya dengan wajah Ratu yang pucat, lalu menyentuhkan dua jari ke titik di antara alis gadis itu.Sejenak, seolah waktu berhenti. Ratu meringis, tubuhnya sempat menegang, namun perlahan, napasnya yang semula terputus-putus mulai menemukan irama.Getaran hebat di tubuhnya surut seperti ombak yang mulai tenang setelah badai.Wajahnya yang tadi kelabu kini kembali berwarna, namun matanya... merah, menyala, seperti bara yang telah lama tertahan.Tiba-tiba, tanpa aba-aba, ia memeluk Nadira erat, seolah berpegangan pada satu-satunya pelampung di lautan gelap yang hendak menelannya hidup-hidup."Aku mau dia di penjara seumur hidup!" serunya, suara serak dan tajam seperti kaca pecah. "Kalau bisa… aku mau dia mati. Mati! MATI!"Jeritannya menggema, liar dan basah oleh air mata. Ia menangis tak tertahan, lalu ambruk ke lantai,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status