Bella pulang ke rumahnya dan berlari melewati Evellyn yang sedang santai di ruang keluarga. Dia berlari ke atas menuju kamarnya tanpa menyapa mamanya.
"Bella, kamu sudah pulang? Kamu kenapa?" Evellyn heran sekaligus cemas melihat kelakuan putrinya.Bella tidak menggubris panggilan Evellyn dan tetap berlari ke atas, lalu masuk ke kamarnya. Menutup pintu dan bersandar di pintu seperti orang panik yang berusaha lari menghindari sesuatu. Dia berusaha mengontrol napasnya yang terengah-engah, keringat membasahi wajahnya.Di bawah Evellyn masih kebingungan sendiri. "Itu anak kenapa, sih? Ah, palingan juga baru putus lagi sama cowoknya."Bella terduduk lemas di tempat tidurnya dan memikirkan sesuatu. Masih berusaha menenangkan dirinya setelah bertemu Rayhan. "Nggak mungkin cowok itu ada di sini. Kenapa dia ada di sini? Kenapa dia harus muncul lagi?"Mundur ke beberapa jam yang lalu saat Bella bertemu dengan Rayhan di dekat pohon besar berdaun lebat yang terletak di taman belakang SMA. Mereka berpandangan sangat lama, sampai akhirnya Bella memutuskan untuk kabur saja."Bella!" Rayhan memanggil dan mengejarnya dan akhirnya berhasil meraih pergelangan tangan Bella.Bella mau tak mau harus kembali bertatap muka dengan Rayhan.Kedua mata mereka bertemu. Untuk beberapa saat Bella sempat terbawa suasana ketika menatap mata Rayhan. Entah kenapa hatinya mulai merasa menghangat saat akhirnya dia bisa kembali bertemu seseorang yang sudah lama tidak pernah dia lihat lagi.Namun semua kerinduan yang tanpa sengaja dirasakannya mendadak menghilang, kehangatan yang muncul langsung lenyap seketika saat Bella teringat bahwa tak seharusnya dia merasakan semua itu sekarang."Lepasin!" Bella berusaha melepaskan pegangan tangannya tapi seolah tak bertenaga sama sekali. "Lepasin aku atau aku teriak sekarang?" Bella berusaha mengancam biarpun tahu sekeras apapun dia berteriak, tidak akan ada yang mendengar teriakannya di tempat seperti itu.Rayhan mulai mengendurkan cengkeramannya dan melepaskan tangan Bella. Tanpa mengalihkan tatapannya pada wanita itu.Kesempatan ini dimanfaatkan Bella untuk lari meninggalkan Rayhan, karena memang itulah yang sedari tadi ingin dia lakukan. Bella tidak peduli apa yang dipikirkan Rayhan dan dia juga tidak mau tahu. Pertemuan ini tidak seharusnya terjadi---tidak---Bella yang tidak seharusnya mendatangi tempat tersebut.Mengakhiri kilas balik beberapa waktu lalu, Bella menjatuhkan dirinya di tempat tidur dengan posisi terlentang---memandangi langit-langit kamarnya yang bewarna cokelat.***Sementara itu di rumahnya, Rayhan juga sedang melakukan hal yang sama. Melamun di pinggir kolam dengan kedua kakinya terjuntai ke bawah dan menyentuh air kolam. Di belakangnya, Mike sedang asyik bertelepon ria dengan salah satu pacarnya. Bertolak belakang dengan wajah gembira Mike, Rayhan justru terlihat sedang bersedih.Ingatannya kembali ke masa 12 tahun yang lalu.Rayhan keluar dari mobilnya yang terparkir di pinggir jalan. Dia mengenakan seragam SMA dengan menyandang tasnya. Kelihatan dia sangat kesal sekali dan menendang ban mobilnya yang kempes sambil ngomel-ngomel."Rese lo!" Rayhan memaki-maki mobilnya, lalu berjalan beberapa langkah untuk menyetop sebuah bus kota yang melaju dari kejauhan.Rayhan naik ke bus kota yang penuh sesak, maklumlah waktunya anak-anak berangkat sekolah dan orang-orang berangkat ke tempat kerjanya. Dengan terpaksa Rayhan naik ke bus yang penuh penumpang itu, biarpun sebenarnya malas.Bus kembali melaju setelah berhenti beberapa saat menunggu Rayhan naik. Rayhan berada di antara orang-orang yang berdiri di dalam bus karena tidak mendapatkan tempat duduk. Penumpang bus juga sebagian besar anak sekolah. Dia berusaha mencari pegangan supaya tidak jatuh saat bus direm atau berbelok-belok.Tepat di sebelah Rayhan ada seorang gadis berseragam SMA juga kelihatannya sedang sibuk mencari pegangan untuk menjaga keseimbangan tubuhnya. Dan yang benar saja, sebelum berhasil mencapai pegangan, bus membelok dengan mendadak menghindari sebuah kendaraan lain. Tanpa sengaja tubuh gadis itu merapat ke tubuh Rayhan saat posisi laki-laki itu menunduk, dan hanya kurang beberapa senti lagi mereka saling berciuman di dalam bus.Gadis itu terlihat kaget begitu juga dengan Rayhan. Dan mereka dengan perasaan gugup dna malu berusaha menjauhkan diri di antara padatnya penumpang. Namun gagal, tetap saja mereka berdekatan karena memang kondisi bus penuh sesak."Sorry," kata Bella pada Rayhan. Dia kelihatannya malu sekali. "Aku nggak sengaja.""Iya, nggak apa-apa. Aku maklum, kok." Rayhan berusaha pengertian. Padahal jantungnya berdegup kencang saat ini. Terang saja, dia tidak tahu apa yang akan terjadi jika mereka tanpa sengaja berciuman di dalam bus.Ketika waktunya membayar karcis bus, Bella mendapat satu masalah. Yakni dompetnya kecopetan dan semua uangnya ada di dompet itu, sehingga dia tidak bisa membayar karcis bus."Aduh, gimana nih? Mana nggak bawa uang lagi?" Bella tampak panik, sementara kenek bus yang berdesak-desakan dengan para penumpang menunggu Bella membayar."Ini, Pak. Dua orang, ya?" ujar Rayhan tiba-tiba seraya memberikan uang pada kenek bus itu.Otomatis itu membuat Bella kaget dan langsung menoleh memandang Rayhan.Rayhan tersenyum dan mengangkat bahunya, pertanda Bella tidak ada pilihan lain selain menerima bantuan dari Rayhan."Makasih, ya. Nanti aku pasti ganti uang kamu."Rayhan lagi-lagi hanya mengangkat kedua bahunya. "Santai aja."***Rayhan dan Bella turun di halte yang sama, dan ternyata mereka juga bersekolah di SMA yang sama---SMA Pelangi. Mereka berdua sama-sama tak habis pikir. Kebetulan yang menarik bagi mereka."Jadi kamu juga sekolah di sini?" tanya Rayhan."Aku emang sekolah di sini," jawab Bella. "Kamu sendiri ....""Aku murid pindahan dari Bandung. Baru hari ini aku mulai masuk sekolah.""Oh, ternyata kita satu sekolah, ya." Bella tampak senang sekali bertemu dengan Rayhan apalagi mereka satu sekolah. Sepertinya pertemuan pertama mereka sangat membekas di hati Bella.Rayhan mengulurkan tangannya. "Oh iya, kenalin. Aku Rayhan."Bella menjabat tangan Rayhan dengan suka cita. "Bella."Kembali ke masa kini. Rayhan hanya bisa menghela napas mengingat tentang masa lalunya bersama Bella. Memikirkan wanita itu selama 12 tahun sangat menyakitkan untuknya, tetapi melihatnya kembali ternyata jauh lebih menyakitkan dari yang dia duga. Mengingat tentang apa yang dia lakukan di masa lalu pasti sangat menyakitkan untuk Bella, membuat Rayhan berpikir apakah segalanya bisa dimulai kembali ketika mereka bertemu lagi."Aku nggak tahu nasib apa yang menanti kita. Tapi aku harap, itu adalah sebuah keberuntungan untuk kita, Bella. Haruskah kita memulai kembali apa yang dulu pernah kita lakukan?"Rayhan merebahkan tubuhnya di tempat tidur sambil melipat kedua lengannya di belakang kepala dan menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih terang."Apa aku mengambil keputusan yang salah dengan pulang ke Indonesia? Apa aku seharusnya di Amerika aja selamanya?"Bella dan Melissa berbelanja di sebuah mal berdua. Melissa sebagai asisten membantu Bella memilihkan kostum yang cocok untuk acara yang akan dihadiri Bella nanti malam. Sehubungan dengan film terbarunya yang box office, Bella mendapat kehormaan untuk hadir sebaga bintang tamu di salah satu acara talk show di televisi. Tentunya dengan semua pendukung film tersebut. Melissa sibuk memilihkan baju untuk Bella, sedangkan Bella malah melamun. Sepertinya pertemuannya dengan Rayhan beberapa saat lalu telah benar-benar membuat pikirannya kacau sepanjang hari. "Kenapa tadi kita nggak ke butik langganan aja sih, Bel? Tumben banget kamu ngajak belanja di luar?" tanya Melissa sambil memilah-milah beberapa baju yang sekiranya cocok dengan Bella."Lagi pengen keluar aja," jawab Bella asal tanpa berpikir. Melissa mengambil sebuah gaun cantik berwarna biru muda kesukaan Bella. "Gimana kalau ntar malem kamu pake aja yang ini, Bel?" tanya Melissa sembari menempelkannya di badan Bella dan mengamatinya.
Melissa terlihat panik. "Bel, gimana nih? Orangnya marah, tuh." "Kamu keluar aja, dan bilang sama dia kita bakalan ganti kerugiannya," kata Bella menghindari untuk bertemu dengan Rayhan. "Hah, kok aku, sih? Kan yang nabrak kamu?" Melissa jelas tidak mau karena yang salah kan Bella. Lebih tepatnya dia takut. "Kamu kan asisten aku, Mel. Udah sana, sana. Kamu urus aja deh, terserah kamu gimana caranya. Pokoknya aku setuju-setuju aja." Dengan terpaksa Melissa keluar dari mobilnya dan menemui Rayhan. Bella diam-diam mengintip dari spion mobil. Dan memang benar Rayhan yang dilihatnya. Rayhan menunjuk-nunjuk cat mobilnya yang lecet dan kelihatannya Melissa mengatakan sesuatu. Pada saat itu si tukang parkir juga datang karena mungkin mendengar keributan. Tapi Melissa berhasil mendiamkannya dengan memberinya uang yang pastinya lebih banyak daripada uang parkir biasa. Tidak lama kemudian, Melissa kembali ke mobil dan menemui Bella. "Gimana? Apa kata orang itu?" tanya Bella nggak sabar. "S
Rayhan berjalan bersama sekretarisnya---pak Glen---pria yang berumur jauh lebih tua dari Rayhan. Saat ini mereka berada di koridor sebuah hotel, baru saja mengadakan pertemuan dengan klien penting di restoran hotel tersebut. Pak Glen terlihat memegang sebuah map berwarna abu-abu dan mereka membicarakan mengenai perjanjian kerja sama dengan klien yang tadi barjalan lancar. "Sebelumnya, maaf kalau saya tidak sopan, Pak," kata pak Glen penuh hormat. "Kalau menurut saya, Anda ini semakin lama semakin mirip dengan pak Carlo." Rayhan hanya tersenyum. "Apa? Yang benar?" Pak Glen mengangguk. "Iya, Pak. Cerdas, cekatan dalam mengambil keputusan, dan selalu berhasil dalam menjalin kerjasama dengan klien." Rayhan merasa kepalanya kini besar sekali. "Pak Glen, Anda mau membuat saya besar kepala? Setelah kekenyangan ditraktir makan tadi, sekarang Anda juga mau membuat kepala saya besar?" Ketika mereka sampai di depan, Rayhan tiba-tiba menghentikan langkahnya. Membuat pak Glen yang jalan sediki
Di luar, Bella yang menunggu di dalam taksi melihat Rayhan keluar kafe dan masuk ke mobilnya. Dia sedikit membungkukkan badannya khawatir Rayhan akan mengetahui keberadaannya. Setelah yakin mobil Rayhan berjalan meninggalkan lokasi kafe, Bella menegakkan badannya dengan lega. Mengira semua masalah suda terselesaikan. Lalu Melissa masuk ke dalam taksi."Gimana? Semuanya udah beres, kan?" tanya Bella dengan wajah berseri-seri. "Sekarang aku bisa lega."Melissa memasang wajah bad mood lalu memberikan amplop berisi uang pada Bella.Bella bingung. "Apaan nih?" Dia memeriksanya dan kaget melihat uangnya. "Kenapa ini masih ada sama kamu? Bukannya harusnya kamu kasih ke cowok itu?""Iya, tadinya aku udah kasih ke tuh cowok. Aku udah sampein apa yang tadi kamu bilang ke aku.""Terus ... kenapa masih ada di kamu?""Dia nggak mau terima uangnya."Bella membelalak. "Apa?! Nggak mau?""Dia bilang nggak bakal mau terima uang dari kamu kalau bukan kamu sendiri yang datang terus kasihin uang ke dia."
Daniel tersenyum diam-diam. "Kamu kenapa sih, kayak gini aja ribet banget? Ya udahlah biarin aja. Namanya juga wartawan, suka melebih-lebihkan berita. Kamu nggak perlu cemas. Nanti juga ilang sendiri beritanya." "Tapi Dan, kamu tahu kan image apa yang melekat di aku selama ini?" "Playgirl?" Daniel menjawab. "Iya." "Emangnya kenapa kalau aku pacaran sama playgirl?" Daniel terlihat tidak keberatan sama sekali. "Aku nggak keberatan, kok." Bella terdiam---lebih tepatnya sedang memikirkan sesuatu. "Aku pikir kamu bakalan seneng dengan gosip ini, tapi nggak tahunya kamu malah kelabakan kayak gini? Aku sedih nih, sekarang," ujar Daniel sedikit bergurau. "Dan, aku udah punya pacar." Bella berusaha memberi pengertian ke Daniel yang justru terkesan santai saja."Aku tahu kamu udah punya pacar," kata Daniel masih dengan nada tenang. "Lagipula itu cuma gosip nggak berdasar, Bel. Udahlah tenang aja. Tapi kalo kamu masih khawatir aja, aku akan klarifikasi ke media.""Beneran?""Iya. Udah, ten
Bella berada di lokasi syuting, dan kali ini dia sedang beradegan mesra dengan Daniel. Di drama ini mereka berperan sebagai sepasang kekasih dan pastinya harus mesra. Adegan kemesraan mereka sangat tidak disukai oleh Nirina yang melihat mereka dari samping sutradara yang sedang sibuk memperhatikan gambar di monitornya. "CUT!!!" teriak sutradara. "Cukup bagus!"Bella dan Daniel berjalan menepi dan duduk di belakang sutradara untuk istirahat. Daniel menyodorkan sebotol air mineral pada Bella. Dari belakang, terlihat Melissa mengurungkan niatnya untuk mendekati Bella dan memberinya minuman setelah keduluan Daniel. Dia juga tidak mau mengganggu mereka, lalu memutuskan untuk kembali ke belakang. "Makasih." Bella menerimanya dan langsung meneguknya. Nirina datang dan memberikan sekaleng jus pada Daniel. "Dan, ini minum buat kamu," kata Nirina dengan penuh sayang. Daniel sedikit kaget karena Nirina tiba-tiba menghampirinya. "Oh, iya. Makasih ya, Na." Daniel menerima minuman itu.Nirina te
Mike berjalan santai keluar Deva Market---salah satu supermarket terbesar di Jakarta---yang merupakan perusahaan yang dia pimpin. Dia berjalan dengan gaya sok cool dan sok keren. Mengabaikan tatapan satpam yang berjaga di sebelah pintu masuk---yang tentu saja dia sudah hafal betul dengan sifat bosnya tersebut. Ketika itu ada telepon masuk di ponselnya."Halo, mamaku yang cantik. Ada apa?" tanya Mike narsis."MICHAEL!!!!" Sofia---mama Mike malah berteriak di ujung telepon sana.Membuat Mike menjauhkan ponsel dari telinganya. "Aduh, Mama. Ada apa sih? Kenapa teriak-teriak?""Kamu ini bener-bener mau bikin Mama cepet mati, ya?!"Mike kaget. "Mama kenapa, sih? Ya enggaklah, masa aku mau Mama cepet mati. Mama ini ngomong apa?" Mike hanya menanggapi santai kemarahan sang mama yang jika sekarang ini ada di sana pasti sudah melayangkan sendal ke arahnya.Mike menuju mobilnya dan masuk ke dalam mobilnya, bersiap untuk pergi."Mama dengar dari sekretaris kamu, katanya hari ini kamu membuat masal
Rayhan membuka matanya perlahan. Samar-samar dia melihat langit-langit putih polos, dia memejamkan matanya lagi lalu membukanya lagi. Kali ini dia bisa melihat dengan jelas langit-langit sebuah ruangan yang putih polos. Dia menoleh dan sedikit mendongakkan kepalanya, melihat kantong infus tergantung di atasnya, kemudian sadar kalau lengan kanannya dipasangi selang infus. Rayhan melihat pakaiannya, dia mengenakan baju rumah sakit. Setelah mengamati semuanya, dia baru sadar kalau dia ada di rumah sakit sekarang ini. "Aku di rumah sakit?" kata Rayhan pelan, seraya tangan kirinya yang tidak diinfus meraba kepalanya yang sekarang sudah tidak sakit lagi. "Kenapa aku bisa ada di sini?" Rayhan sama sekali tidak ingat apa yang terjadi karena dia pingsan. Dia juga tidak tahu siapa yang membawanya ke rumah sakit. Tapi mengingat tentang kantor, Rayhan jadi teringat sesuatu yang penting dan tanpa sengaja terlupakan. Rayhan terduduk dengan kaget. "Bella? Aku kan harusnya ketemu sama Bella sekaran