"Kyaaa!" teriak Kiana dari arah kamar mandi membuat Leon langsung datang menghampirinya karena terkejut.
"Kenapa? Ada apa?" tanya Leon celingak-celinguk melihat ke dalam kamar mandi yang sudah terbuka, Kiana langsung bersembunyi di belakang Leon, ketakutan."Li, lintah macam apa itu?" Kiana merasa merinding di sekujur tubuhnya karena melihat binatang besar mengerikan itu mulutnya terlihat terbuka bulat dengan gigi-gigi tajam yang sangat banyak.Kemudian lintah raksasa itu melompat ke arah Leon. Kiana hanya menutup wajahnya ketakutan tenaganya terasa habis bahkan untuk lari, Leon menangkapnya dengan santai. Meremasnya dengan kuat sehingga lintah itu meledak dan mati. Darahnya yang berwarna hijau seperti ingus berhamburan di wajah tampan Leon."Sudah tidak apa-apa." Ucap Leon datar. Menghadap arah Kiana.Kiana memperhatikan wajah Leon dengan prihatin, entah karena merasa jijik, kasihan, dan ingin tertawa."Cuci mukamu dulu, kau terlihat sangat kotor." Ujar Kiana langsung, sejak lintah itu mati Kiana sudah tidak merasa takut lagi. Hanya saja ia masih terbayang-bayang dan merasa merinding.Kiana tahu itu bukanlah lintah dari dunianya, karena tidak ada lintah yang terlihat seperti itu di dunia manusia. Terlebih lintah itu sangat besar sekepalan tangannya.Apakah itu lintah, Dungeon. Pikir Kiana wajahnya tampak pucat saat memikirkan hal itu."Terima kasih, karena telah menolongku." Ujar Kiana senang. Ia membersihkan wajah Leon dengan handuk setelah pria itu membersihkan dirinya, Leon tampak senang karena perhatian Kiana padanya."Kau perhatian sekali ya." Ujar Leon senyum-senyum."Huh! Itu karena kau sudah menolongku, ingat ya aku masih marah padamu." Kiana melempar handuk itu ke wajah Leon kemudian pergi."Hei! Tapi aku senang kalau kamu perhatian, Kiana." Ujar Leon. Kiana hanya mengejeknya, setelah itu dan menutup pintu kamar mandi melanjutkan keinginannya yang tertunda. Tidak mengatakan apa-apa...."Aku tidak suka dengan Leon, aku hanya menjaganya karena itu tanggung jawabku." Gumam Kiana sambil mandi saat itu, memastikan tentang hal yang sebenarnya. Sejatinya Kiana mencintai Rachel, tetapi mereka tidak pernah menjalin hubungan apa pun sebelumnya. Mungkin hanya sekedar memendam rasa."Ah, apalagi kalau ternyata Leon adalah manusia super. Aku benar-benar tidak bisa bersama dengan dirinya." Gumam Kiana lagi, kemudian Kiana menatapi telapak tangannya. Mengetahui fakta bahwa dia itu adalah seorang healer yang mendekati manusia biasa, seorang healer kelas C, healer level terendah dan tidak memiliki energi kuat untuk menetralkan kekuatan manusia super yang akan mengamuk.Kebanyakan dari healer level C memilih menjadi orang biasa, bukannya tidak bisa menetralkan kemampuan seorang manusia super hanya saja energi yang healer level rendah miliki cepat habis dan bisa membuat penggunanya kelelahan jika terus-terusan menggunakan kemampuannya, juga durasi pemurnian yang cukup lama, tidak seperti healer dengan level tinggi yang berlaku hal sebaliknya. Bahkan luka-luka yang manusia super dapat bisa langsung disembuhkan."Astaga, percaya diri sekali aku ini. Bagaimana jika ia hanya bercanda karena tidak ingin ada saingan." Kiana menghela nafas melanjutkan mandinya. Karena Kiana dan Leon baru saling kenal mengenal, mana mungkin itu adalah cinta yang tulus.Paling tidak, keluarkan sedikit ekspresi ketika membunuh sesuatu. Pikir Kiana, ia melihat Leon seperti orang tidak punya perasaan jika seperti itu.Kiana memang tidak ingin terikat dengan manusia super mana pun. Ia hanya ingin menjalani kisah cintanya dengan normal.Belum lagi ada cerita tentang Kiana yang tidak bisa bersama dengan seorang manusia super karena itu akan mengingatkannya dengan cerita pahit di masa lalunya....Keesokan harinya ..."Ish, kenapa ngintilin aku terus sih." Ujar Kiana pada Leon yang mengikuti Kiana ke mana pun ia pergi."Gimana kalau ada monster yang seperti di kamar mandi kemarin?" tanya Leon santai terus mengikuti Kiana. Entah sejak kapan mereka sudah baikan, Leon sangat pandai memperbaiki keadaan yang kurang baik."Jangan menakut-nakuti aku, ih." Kiana mulai jengkel pada Leon."Aku tidak menakutimu, aku mau kamu bergantung padaku jika ada monster seperti itu lagi. Aku akan langsung memusnahkannya." Kata Leon sambil mengupil seolah-olah bercanda, Kiana menutupkan bakul yang ia bawa ke atas kepala Leon. Padahal ia ingin pergi ke hutan mencari tanaman obat.Pekerjaan orang tua Kiana adalah membuat bahan baku obat-obatan herbal, dan sering pergi ke hutan untuk mencari bahan bakunya yang sulit didapat."Bagaimana jika kita berdua malah mati gara-gara monster besar." Ucap Kiana takut-takut sambil menggigit jarinya.Ia juga mau tidak mau harus pergi ke hutan siang ini, karena tidak memungkinkan orang tuanya yang harus pergi ke hutan mencari obat-obatan itu karena mereka juga sibuk dengan urusan mereka sendiri."Nanti aku bawa kabur kamu." Ujar Leon melepaskan bakul yang ditelungkupkan di kepalanya."Kabur ke mana?" tanya Kiana berjalan ke arah pintu."Ke hatiku." Lanjut Leon.BRAK!Kiana langsung meninggalkan Leon sendirian di dalam rumah, tetapi pemuda itu setelahnya juga mengikuti Kiana keluar dan menemaninya ke hutan."Semoga tidak ada Dungeon yang muncul." Kiana berharap sebelum melangkahkan kakinya masuk ke hutan. Sebenarnya orang tua Kiana sudah mengajari Kiana bagaimana cara menghindari Dugeon jika portal itu muncul di dekatnya, tetapi tetap saja Kiana takut jika hal itu benar-benar terjadi.Di desa tempat mereka tinggal itu adalah tempat teraman dan memiliki sebuah pelindung alami yang dijamin keamanannya tidak akan ada Dungeon yang muncul di sana. Sekarang di beberapa titik di belahan dunia ada beberapa tempat teraman dari munculnya Dungeon, salah satunya adalah desa Kiana. Kiana tidak mengerti juga kenapa bisa kemarin ada lintah Dungeon yang masuk ke dalam rumahnya, mungkin itu lintah nyasar yang berasal dari hutan.Ah, kalau aku bisa memilih. Aku mau tidur di rumah saja, di desaku dan rumahku yang aman. Pikir Kiana terus melangkah ke dalam hutan.Leon tampak memperhatikan tanaman-tanaman di sekitar. Sekarang ada banyak tanaman-tanaman aneh yang muncul di dunia ini seperti halnya manusia yang akhirnya memiliki kekuatan super, para binatang dan tumbuhan juga mengalami mutasi. Tetapi, biasanya hewan-hewan yang mengalami mutasi banyak yang tidak bisa mengontrol dirinya, menjadi binatang buas seperti halnya manusia super tanpa healer atau inhibitor."Hei Leon, kau jangan sembarangan mencium tanaman aneh seperti itu. Siapa tahu beracun, jika kau pingsan aku akan meninggalkanmu sendirian di sini." Kiana sepertinya sudah sangat terbiasa berkata kejam pada Leon."Bilang kek, kaumau membopongku pulang, aku bakalan rela pingsan." Ujar Leon, membuang bunga yang hampir ia cium baunya dan mendatangi Kiana, bunga itu ternyata bisa membunuh serangga di sekitarnya ketika ada semut yang mendekat."Leon, itu lihat. Tanaman itu yang kita cari." Ujar Kiana menunjuk tanaman obat sembari membaca secarik kertas yang ia bawa, setelah cukup jauh berjalan di tengah hutan, Kiana melihat tanaman herbal dan mengajak Leon memetiknya."Akhirnya setelah ini bisa pulang." Gumam Kiana senang.GROAAAR!Suara seram dari arah lain di hutan yang dipenuhi oleh rimbunan daun dan pepohonan."Apa itu?" tanya Kiana langsung berdiri bersiap lari."Ayo Leon, kita pergi dari sini." Ajak Kiana menarik baju di bagian bahu Leon.Namun, pemuda itu tampak mengeluarkan kapak dengan ganggang kayu dari belakang tubuhnya, ia terlihat tidak takut sama sekali."Hei, sejak kapan kau membawa kapak itu?" Kiana malah terfokus pada kapak yang Leon pegang."Aku melihatnya di depan rumah, jadi aku bawa saja untuk jaga diri." Kata Leon berdiri di depan Kiana dari sumber suara."Sudahlah, ayo kita pergi sekarang." Ucap Kiana meraih lengan Leon tetapi sudah terlambat. Beruang raksasa telah berdiri di depan mereka. Kiana jatuh terduduk pasrah karena ketakutan, dari kecil ia dibawa orang tuanya menjelajahi hutan baru pertama kali ini, ia melihat beruang raksasa besar yang akan menyerangnya.Leon hanya berdiri terpaku, menatapi beruang itu. Ia merasa tidak yakin. Tetapi, ia tetap ingin melindungi Kiana sesuai dengan apa yang diucapkannya di rumah tadi. Kiana menutup wajahnya ketakutan.Aku akan mati hari ini. Pikir Kiana menutup wajahnya ketakutan. Tidak ada hal yang bisa ia harapkan lagi untuk kehidupannya ke depannya.Ayah, Ibu. Aku akan mati perawan. Pikir Kiana ingin menangis tetapi daripada menangis tubuhnya hanya bergetar ketakutan.ZRAAASH! BUK! Hanya ada suara sesuatu terjatuh dengan kasar. Kiana pikir itu adalah Leon yang mati duluan karena serangan beruang raksasa itu. Akan tetapi, setelah menunggu beberapa lama tidak ada hal yang membuat tubuh Kiana merasa dicabik-cabik. Penasaran Kiana membuka matanya dan melihat Leon yang bersimbah darah berdiri tepat di hadapannya. "Kyaaa! Hantu Leon." Ujar Kiana asal sangking kagetnya. "Sembarangan." Ucap Leon sambil mengusap wajahnya yang dipenuhi oleh darah. "Aku masih hidup tau." Ucap Leon terduduk, genggamannya pada kapak kayu terlepas. Kiana menoleh ke belakang Leon dan melihat beruang raksasa yang sudah tergorok lehernya dengan kapak kayu. Beruang itu sudah benar-benar mati."Mengerikan dia benar-benar mati. Kau benar-benar bukan orang biasa ya?" Kiana malah bertanya di saat seperti itu sambil menatapi Leon yang terduduk lemas. "Aku tidak ta
Leon yang panik terdiam, setelah menyadari Kiana hanya tiba-tiba tertidur pulas ketika itu. Kemampuannya saat meng-heal Leon membuatnya kelelahan, meskipun mereka sudah saling bertukar energi sebelumnya. Tubuh Kiana masih belum terbiasa dengan kemampuannya yang sudah lama tidak ia gunakan sama sekali. Leon memutuskan membawa Kiana pulang dengan menggendong Kiana di pundaknya, berjalan menyusuri hutan.... "Huwaaaa!" Seorang gadis kecil menangis ketakutan, di tengah kobaran api besar dan di sekelilingnya tergeletak mayat-mayat orang yang sudah bersimbah darah. Di sana ada beberapa kerabat yang sudah tidak bisa tertolong. "Hiks! Hiks!" Gadis kecil itu menangis sesegukan ketakutan dengan tubuh bergetar. Di tengah kobaran api itu seorang pria dewasa berjalan tanpa ragu sedikit pun, api tidak mempengaruhi dirinya. Matanya berkilat merah, dengan aura-aura berhamburan yang bisa menghancurkan benda-benda di sekelilingnya, membuatnya terlindung dari kobaran api. Sang gadis kecil hanya b
Wajah kedua pemuda-pemudi yang baru saja kembali dari hutan ini tampak pucat kelelahan. Meskipun akhirnya mereka berhasil keluar dari hutan Kiana dan Leon membutuhkan waktu yang lama untuk bisa sampai ke rumah."Kiana kau bilang tahu jalan, tapi sampai sore hari, baru kita bisa sampai rumah." Keluh Leon dengan wajah pucat, karena tidak sedikit binatang melata yang mereka berdua jumpai di jalan."Kau gila, seandainya kita tidak berpindah tempat sampai di jalur sungai. Kita tidak akan berakhir seperti sekarang." Kiana berucap terengah-engah, rambutnya yang terikat sudah berantakan dipenuhi oleh daun-daun kering dan ranting."Tapi, kalo aku tidak ke sungai aku tidak akan tahan dengan bau-bau darah itu." Protes Leon."Kenapa kau tidak menungguku sadar saja ...."Mereka berdua berakhir ribut mempermasalahkan siapa yang salah. Tidak sadar jika di depan pintu rumah ada ayah dan ibu Kiana yang sedang menunggu kedatangan mereka."Ke mana saja kalian berdua pergi?" ayah Kiana menatap horor kedua
Kiana dan Rachel bersiap untuk melarikan diri, berusaha untuk menyelamatkan diri menerjang Leon, walaupun hampir mustahil karena mereka telah terjebak, jalan mereka satu-satunya untuk lari telah diblokir oleh Leon yang tidak mereka kenal sekarang."Apa sekarang Leon lepas kendali? Dia seperti bukan dirinya." Gumam Kiana ketakutan. Mata Leon yang semulanya hitam berubah menjadi kuning keemasan."Aku takut." Kiana memegang tangan Rachel. Pria itu kemudian pasang badan di depan Kiana."Jangan lukai dia." Ujar Rachel lantang."Cih!" Leon mendecak sebelum sempat mengucapkan sepatah kata apa pun, kemudian ia tiba-tiba jatuh tergeletak di hadapan Kiana dan Rachel. Menyisakan Leon yang saat ini terbaring terengah-engah karena menggunakan kekuatannya secara berlebihan.Kiana langsung menghampiri Leon yang setengah sadar itu, ia harus meng-heal Leon secepatnya agar pria itu segera pulih karena sudah dua kali nyawanya diselamatkan oleh pria misterius itu."Kiana, apakah dia tidak berbahaya?" tany
Di tengah lapang sunyi—tidak ada orang berlalu lalang, tampak dua orang pria yang saling berhadapan.Deru angin menerbangkan rambut kedua orang pria yang besar tubuhnya tidak jauh berbeda. Kemudian keduanya saling menyerang dan tinju tepat mendarat pada masing-masing pipi mereka...."Aku pulang!"Kiana masuk ke dalam rumahnya, untuk beberapa alasan Kiana akhirnya meninggalkan Leon sendirian hari itu untuk menjaga rumah dan ia baru saja kembali dari perjalanannya. Ia pergi ke pusat kesehatan bersama dengan orang tuanya. Beruntungnya saat itu Leon mau saja di tinggal, padahal biasanya ia selalu mengikuti Kiana."Kiana, sudah kembali! Selamat datang!" Leon bersemangat karena sudah merasa bosan sendirian dan hanya menonton televisi untuk menghilangkan kesuntukkannya."Kenapa wajahmu memar begitu?" Kiana malah tertarik dengan lebam yang terdapat di pipi Leon."Habis kepleset tadi di luar dan pipiku terbentur, hehehe." Alasan Leon kurang meyakinkan sebenarnya."Ada-ada saja, baru satu h
Kiana tersadar jika saat ini ia ketiduran di meja kerjanya. Matanya yang masih setengah tertutup pas menatap mengarah keluar jendela, menangkap bayangan seseorang yang tengah berdiri di sebuah batang pohon tidak jauh dari rumahnya. Matanya berkilat kuning dari sosok bayangan itu, tentu saja langsung membuat Kiana membelalakkan matanya kaget. Ia mengucek matanya, memastikan dan bayangan itu menghilang setelahnya. Apa itu tadi? Buru-buru Kiana menutup gorden jendelanya dan langsung bersembunyi di balik selimut, ia merinding ketakutan. ...Kiana keluar kamar dengan lesu di pagi harinya, matanya terlihat berkantung. "Pagi Kiana. Eh, kau kenapa?" Leon menangkap wajah Kiana yang tampak tidak segar sama sekali. Pria itu sedang duduk di sofa menonton televisi awalnya."Aku semalam mimpi buruk dan berakhir tidak tidur dengan nyenyak." Jujur Kiana masuk ke dalam kamar mandi, meskipun berjalan gontai."Sebaiknya kau tidur lagi, sebentar." Leon memberi saran."Aku ada kerjaan hari ini, setela
Apakah aku akan berakhir seperti ini? Kiana berpikir setengah sadar masih menggantung di udara.SYUT!Seorang pria menangkap Kiana tepat sebelum tubuhnya menyentuh bebatuan di bawah jurang. Mata pria itu berkilat marah sambil menatap portal Dungeon yang berada tepat di atas jurang. Dia adalah Leon yang saat ini tidak dalam keadaan sadarnya. Ada aura berwarna kemerahan yang menguar dari tubuh Leon.Bahkan Kiana dalam ketidak-sadaranya tampak terganggu karena energi besar yang Leon keluarkan.Tidak berkata apa-apa Leon terbang ke atas jurang membawa tubuh Kiana bersama dengannya. Kemudian ia menaruh tubuh tidak sadarkan diri Kiana di tempat yang ia kira cukup aman. Kemudian membuat pelindung untuk melindungi gadis itu.Apakah aku selamat? Kiana perlahan membuka matanya, kemudian ia melihat Leon di hadapannya memiliki tatapan yang tidak ia kenal."Sebaiknya kau beristirahat saja." Ucapnya dingin dan menutup mata Kiana dengan telapak tangannya, Kiana langsung tertidur dengan pulas. Tidak t
Merasa bukan dirinya yang dipanggil oleh pria asing itu Leon, membuang wajahnya dan melanjutkan tugasnya."Tuan, Noel!" pria itu langsung memegang bahu Leon. Leon mengernyit bingung tidak mengerti menatapi pria bermasker misterius tersebut. Saat ditatap Leon seperti itu, pria itu tampak terkejut dan langsung melepaskan tangannya dari bahu Leon."Ini aku, Bian." Pria bernama Bian membuka maskernya memperlihatkan wajahnya. Sekilas Leon, merasa tidak asing dengan wajah orang di depannya. Namun, Leon tidak mengenalnya sama sekali."Anda siapa? Sepertinya Anda salah orang." Leon bergegas pergi, tidak banyak orang di sekitar situ, Leon tidak ingin membuang waktunya. Dia juga tidak mengenalnya meskipun orang itu sudah memperkenalkan dirinya."Tuan! Tunggu aku. Tidak mungkin aku salah orang, walaupun sekarang Tuan terlihat berbeda." Leon tidak perduli dan buru-buru ia bergegas kembali ke tempat tinggalnya.Haruskah aku memukulnya, jika aku membawanya ke rumah Kiana takutnya itu malah akan mem