Share

Bagian 5 — Tidak Suka Manusia Super

Ayah, Ibu. Aku akan mati perawan. Pikir Kiana ingin menangis tetapi daripada menangis tubuhnya hanya bergetar ketakutan.

ZRAAASH!

BUK!

Hanya ada suara sesuatu terjatuh dengan kasar. Kiana pikir itu adalah Leon yang mati duluan karena serangan beruang raksasa itu. Akan tetapi, setelah menunggu beberapa lama tidak ada hal yang membuat tubuh Kiana merasa dicabik-cabik. Penasaran Kiana membuka matanya dan melihat Leon yang bersimbah darah berdiri tepat di hadapannya.

"Kyaaa! Hantu Leon." Ujar Kiana asal sangking kagetnya.

"Sembarangan." Ucap Leon sambil mengusap wajahnya yang dipenuhi oleh darah. "Aku masih hidup tau." Ucap Leon terduduk, genggamannya pada kapak kayu terlepas.

Kiana menoleh ke belakang Leon dan melihat beruang raksasa yang sudah tergorok lehernya dengan kapak kayu. Beruang itu sudah benar-benar mati.

"Mengerikan dia benar-benar mati. Kau benar-benar bukan orang biasa ya?" Kiana malah bertanya di saat seperti itu sambil menatapi Leon yang terduduk lemas.

"Aku tidak tahu. Aku pikir, aku tadi akan mati juga. Tapi aku merasa beruang itu bergerak cukup lambat dan kelemahannya di bagian leher. Aku melompat saja ke arah sana, sesuai instingku. Hanya sekali tebasan leher beruang itu tergorok. Apa beruang selemah itu?" Ucap Leon bertanya bingung dengan polosnya.

Heh, itu bukan beruangnya yang lemah tapi kau saja yang kuat. Pikir Kiana, menatapi Leon heran bahkan orang berpengalaman bisa mati karena serangan beruang liar. Namun, Kiana tidak mengatakan apa-apa pada Leon, berharap pria itu sadar dengan sendirinya.

"Ukh!" Leon memegang lengannya yang terasa sakit. Darah kemudian mengucur dari lengan atas Leon.

"Kau terluka?" Kiana terkejut, sekaligus khawatir dan langsung memeriksa keadaan lengan Leon.

DEG!

Ada energi yang terhubung di antara mereka berdua, energi yang menenangkan untuk Leon dan juga Kiana. Bahkan Leon tidak berkedip saat menatap Kiana karena terkejut dengan apa yang terjadi.

Angin gunung berhembus menerpa mereka, bahkan Kiana pun juga terus menatapi lengan Leon yang lukanya perlahan sembuh.

Aku harus menghentikan ini, tapi bagaimana caranya, tanganku melekat padanya seperti magnet dan dilem. Kiana tidak bisa menghentikan energinya yang saling bertukar dengan tubuh Leon.

Kekuatan healer Kiana tidak pernah ia kendalikan semenjak ia berhenti menjadi seorang healer beberapa tahun yang lalu, sudah lama juga ia tidak bertemu manusia super.

Kiana tidak menyukai ketika dirinya berhubungan dengan para manusia super, karena dia adalah healer kelas C yang lemah. Ia bisa memilih kehidupannya sendiri sebagai orang biasa. Belum lagi Kiana memiliki masa lalu kelam karena manusia super. Kiana tidak membenci mereka, tetapi hal itu cukup membuat Kiana tidak ingin dekat dengan mereka lagi.

Ah sudahlah, dia sudah menyelamatkanku. Setidaknya aku harus berguna juga untuknya. Batin Kiana, kemudian menatap Leon. "Kenapa kau menatapiku begitu?" tanya Kiana sedikit risih, Leon menatapnya tidak berkedip sama sekali.

"Ah, aku seperti baru pertama kali merasa jika di-heal itu menyenangkan." Ujar Leon tersenyum senang. Ia tidak pernah merasa jika di-heal akan semenenangkan ini.

"Itu tidak mungkin, mungkin kau merasa baru pernah karena ingatanmu yang hilang." Ujar Kiana memasang ekspresi tidak percaya. "Kalau di-heal sudah pasti itu akan menenangkan tubuhmu." Jelas Kiana.

"Tapi, rasanya benar-benar aneh. Aku merasa ini pertama kalinya. Entahlah," jelas Leon, ia terus menikmati momen yang asing untuknya itu.

Kutemukan. Leon seperti mendengar suara milik orang lain dan membuatnya menoleh ke kiri dan kanan, Kiana hanya menatapnya bertanya-tanya. Namun, Leon belum mengatakan apa-apa barusan.

"Cukup sekali ini ya, ini sebagai ucapan terima kasihku." Kiana membuang mukanya ke lain arah. Walaupun, Kiana tidak memungkiri di saat seperti ini ia juga menikmatinya saat meng-heal orang lain. Tetapi tetap saja setelahnya ia merasa kelelahan dan lututnya lemas, walaupun tidak berlangsung lama karena energi manusia super milik Leon mengembalikan energi healer milik Kiana, mereka sedang bertukaran energi sekarang.

"Sering juga tidak apa-apa, kok." Leon malah melunjak.

Kiana langsung melepaskan pertukaran energi saat ia bisa dan langsung menjauh pergi. Leon tampak kecewa karenanya, kemudian Leon tersenyum karena masih banyak hari lainnya.

"Kita harus mencari sumber air untuk membersihkan tubuhmu. Aku tidak menyangka kau adalah manusia super." Kiana malah menatap Leon dingin. Ia teringat kembali dengan masa lalunya.

"Aku juga tidak menyangka jika kau seorang healer," ucap Leon meskipun lupa ingatan, Leon mengerti hubungan dirinya dengan healer walaupun baru-baru saja ia menyadari jika ia adalah salah satu dari manusia super. Entah itu seperti ingatan alami untuknya, seperti kata-kata yang tetap ia ingat.

Kiana terdiam sejenak melamun, setelah mengetahui status Leon sebenarnya.

"Ada apa?" tanya Leon mendatangi Kiana yang termenung.

Apa yang aku pikirkan sih, kenapa juga aku harus pusing mikirin kalo dia manusia super. Lagian, jika ingatannya sudah kembali, dia akan pergi pulang ke tempat asalnya juga, kan?

Kiana menatapi Leon yang tampak bingung. "Tidak apa-apa, aku hanya kepikiran sesuatu," jawab Kiana.

"Bagaimana menurutmu? Karena aku manusia super, apa kau tertarik padaku, kau juga seorang healer 'kan? Kita seharusnya cocok." Leon yakin dia dan Kiana bisa berhubungan dekat karena mereka sama.

"Haaa ... aku mau memberitahumu. Jujur saja, sebenarnya aku punya pengalaman buruk dengan manusia super. Jadi, aku tidak menyukainya dan tidak pernah terpikir olehku untuk hidup bersama dengan seorang manusia super sama sekali. Lagipula aku tidak punya perasaan untukmu." Kiana menjelaskan membuang wajahnya ke arah lain lagi. Tidak enak berkata seperti itu, namun ia juga tidak bisa berbohong dan terus memberikan Leon harapan palsu. Kiana menolak perasaan Leon yang entah tulus atau tidak itu.

"Kenapa?" Leon bertanya wajahnya tampak sedih. Kau tidak akan kulepaskan. Lagi-lagi suara yang tidak tahu dari mana asalnya menggema di telinga Leon sehingga membuat pemuda itu kebingungan sambil melihat sekelilingnya.

"Kau kenapa?" Kiana penasaran dengan tingkah Leon sambil menatap wajah pria itu heran, dari tadi Leon tampak bersikap aneh di mata Kiana.

"Apa kau mendengar ada orang yang berbicara barusan?" tanya Leon masih melirik kiri dan kanannya.

"Hah? Mana ada orang di tengah hutan begini. Apalagi, ini wilayah binatang buas." Jawab Kiana, hanya mereka berdua orang gila yang mau mempertaruhkan nyawa di tempat berbahaya karena kurang pengalaman menjelajah hutan.

"Aneh." Leon bingung sendiri.

"Lah, kau yang aneh."

"Mungkin cuma perasaanku saja." Leon menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, merasa aneh karena suara barusan begitu jelas.

"Aku hanya ingin hidup dengan normal, aku pernah trauma pada sebuah kejadian di masa lalu." Kiana melanjutkan penjelasannya setelah terputus tadi.

Leon memasang wajah tanpa ekspresi, ia merasa sedih. "Aku akan membuatmu menyukaiku." Leon yang telah tertarik pada Kiana sejak awal meyakinkan dirinya, meskipun Kiana sudah memberitahukan perasaannya.

Kiana terlihat tersenyum getir menanggapinya, apakah bisa bahkan jika Leon mengetahui bahwa hatinya telah menjadi milik Rachel sejak awal? Pria biasa yang telah menjadi temannya sejak ia pindah ke desa ini.

BRUK!

"Kiana! Hei, kau kenapa?!" panik Leon, tiba-tiba Kiana jatuh tidak sadarkan diri di pangkuannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status