Home / Rumah Tangga / Mari Selingkuh / Masalah Utama (Warning! 21+)

Share

Masalah Utama (Warning! 21+)

Author: KookiePinky
last update Last Updated: 2021-08-07 11:09:21

“Ran, kudengar kalian akan bekerja sama dengan orang-orang dari Perusahaan Babeldaob yang mendunia itu, apa benar?” Bibi Patricia membuka percapakan pada sarapan pagi rutin keluarga Seibert.

“Bukan orang-orang dari Perusahaan Babeldaob, Bu, tapi bekas saja. Mereka sudah habis kontrak,” timpal Zale, anak dari Bibi Patricia dengan nada yang jelas-jelas merendahkan.

“Ah, begitu? Sayang sekali,” tambah Ronald, sang suami, sembari sibuk menyumpal makanan ke mulutnnya. Seolah yang dilakukan oleh Delmara Company adalah memungut sampah.

“Orang-orang jenius itu adalah tim pengembangan yang membuat Perusahaan Babeldaob sebesar sekarang.” Ranesha menjawab tanpa melihat wajah orang-orang di meja makan ini. Memuakkan semua. Pasti mereka sengaja membahas topik yang paling tidak Ranesha sukai ini hanya untuk merendahkan harga diri Ranesha atau semacam hobi wajib yang menyenangkan bagi mereka.

Wajah Patrcia, Zale, dan Ronald tampak begitu terkejut dengan sikap tidak sopan Ranesha. Memang biasanya perempuan itu hanya diam saja atau bahkan meminta maaf walau bukan salahnya.

“Wah, kau sangat hebat,” puji Zale tersenyum masam.

“Terima kasih banyak, Kak,” balas Ranesha memamerkan sekilas senyuman manis pada sepupunya itu lalu melanjutkan sarapan.

“Oh, akhirnya Kak Ran ikut makan bersama kita lagi!” sapa Olivia, adik dari Zale, yang baru saja bergabung di meja makan. Ia tahun ini resmi menjadi seorang mahasiswi hukum di salah satu universitas terkenal tentu saja.

“Selamat pagi,” balas Ranesha malas. Adik sepupunya itu bahkan lebih menyebalkan dari pada Zale.

Olivia menarik piring makannya dan duduk di sebelah Ranesha tanpa permisi. “Aku cari tahu orang yang Kak Ran ingin rekrut ada Alexi, si jenius super dengan rambut silvernya yang tampan, apa benar?” tanyanya begitu antusias.

“Alexi, ya?” Ranesha berpikir sejenak. “Oh, si putih itu,” sebutnya mengingat momen rapat di mana Ranesha hampir tidak fokus karena ditatap seperti seorang pembunuh oleh Alexi yang ironisnya memiliki  kulit lebih putih dari pada Ranesha sendiri. Dari pada tampan, Alexi lebih ke kata cantik bagi gadis ini.

Olivia menjentikkan jari terlihat heboh. “Jadi benar? Wah! Sangat luar biasa! Alexi itu—"

“Pfft!”

Tiba-tiba suara tawa yang meremehkan menyerang indera penderangan, memotong pembicaraan Olivia, mengalihkan pusat perhatian semua orang.

“Apa yang luar biasa? Kelima orang itu memutuskan kontrak kerja dengan Babeldaob karena masalah internal, mereka adalah pilihan yang buruk,” cela sang penguasa di mansion ini, Tuan Besar Seibert, Caspian, ayah Ranesha sendiri.

Yah, selain memiliki masalah ancaman kematian antara hidupnya dan Hail, Ranesha memiliki masalah keluarga serumit ini. “Saya akan lebih berusaha lagi, Ayah.” Sebenarnya Ranesha ingin melemparkan piringnya ke wajah orang tua sialan itu.

Menghiraukan putri satu-satunya, Caspian beralih pada Zale. “Pembuat onar kemarin sudah kau bereskan?”

Zale sempat saling melempar pandang dengan Ranesha, seolah memberi ejekan, lalu ia membalas tatapan Caspian. “Sudah,” sahut lelaki berambut hitam kelam itu dengan penuh rasa bangga.

"Cih," desis Ranesha pelan.

Satu lagi bertambah daftar orang yang ingin Ranesha lemparkan piring ke wajah. Wah, ia benar-benar kehilangan selera makannya. Tubuhnya memang sesensitif itu. Gadis ini bahkan mati-matian kelihatan tegar dan tidak gemetar sekarang.

Apa … Ranesha yang asli sungguh selemah ini terhadap hal begitu? Entah kenapa kini ia sedikit mensyukuri kehidupannya dulu sebagai Julia. Punya keluarga pun kalau begini apa bedanya dengan neraka?

“Saya jadi kenyang berkat dukungan Ayah,” ceplos Ranesha meletakkan sendok dan garpunya ke meja dengan sedikit hentakkan.

“Lihatlah anak ini! Semakin tidak sopan!” hardik Patricia terperangah menyaksikkan hal baru dalam diri Ranesha.

“Terserah, deh. Saya permisi dulu,” pamit Ranesha begitu saja, meninggalkan ruang makan yang tiba-tiba jadi tegang.

“Huek!” Ranesha memuntahkan isi lambungnya di toilet sekembali ke kamar. Bisa mati dia kalau begini terus.

“Ah, dasar kalian semua brengsek! Memangnya ada dendam apa, kalian padaku?” bentaknya pada pantulan di cermin.

“Aku akan membedah isi otak kalian suatu saat nanti lalu membagikan potongannya di kebun binatang! Tunggu saja, dasar keparat!” sumpah serapah Ranesha penuh emosi, mengamuk sendiri.

Setelah puas mengeluarkan isi perut, Ranesha melangkah gontai ke luar, menuju mobilnya untuk tetap bekerja. Ya, bagaimana pun ia adalah seorang sekretaris, harus profesional. Terkutuklah kehidupan.

***

Rumah yang megah layaknya istana, dengan tiang-tiang yang menjulang tinggi dan marmer  yang berkulitas. Besar tapi terasa kosong dan dingin. Tiada suasana hangat sedikit pun di dalamnya.

Di sana, berdiri rapuh seorang wanita yang menatap nanar pada jendela. Ia seperti matahari yang redup tapi bukan senja. Berkat keberadaannyalah rumah tadi terlihat hidup.

“Selamat ulang tahun.” Suara berat dari belakang membuat wanita tadi menoleh. Ia lalu memasang senyuman yang dapat menggetarkan hati kaum adam.

“Terima kasih, Hail.”

“Maaf terlambat, padahal ulang tahunmu kemarin.”

“Tidak apa-apa.” Meriel tersenyum cerah.

Telinga Hail langsung memerah. Degupan jantungnya berpacu seperti atlet yang habis berlari maraton. Debaran yang hanya bisa ia dapatkan dari satu makhluk bumi. Pesona mematikan dari seorang Meriel.

“Tiup kuenya.” Ia menyodorkan kue ulang tahun kecil nan cantik ke arah sang istri.

Tertawa renyah, Meriel mendekat selangkah. “Bukankah lilin yang di tiup? Bukan kue,” godanya.

Membuat Hail menjadi malu bukan main. Wajah lelaki itu ikut memerah, pipinya terasa panas seakan dibakar.

“Aku tiup, ya.” Meriel pun meniup lilin ulang tahunnya setelah berdo’a dalam hati beberapa saat.

Netra Hail menangkap segala keindahan Meriel dengan teliti. Pandangannya yang hangat membuat siapa pun bisa tahu bahwa lelaki tersebut mencintai wanita ini setengah mati.

“Kalau boleh tahu, apa harapanmu?”

Mengerjapkan mata beberapa kali, Meriel mengusap dagu. “Rahasia.” Perlahan sudut bibirnya terangkat, membentuk senyuman yang dapat menyaingi keindahan senja.

Terpana. Raut wajah kosong tak berdaya Hail begitu ketara. Otaknya tidak dapat bekerja dengan baik jika di hadapan Meriel. “Ah, begitu," jawabnya gagap jadi terlihat sangat menggemaskan.

“Haha!” Meriel terkekeh. “Aku hanya bercanda.” Ia berbalik. Menatap ke luar dari jendela.

“Harapanku adalah … kebahagiaanmu dan kebahagiaanku dapat terwujud sempurna.” Tangan Meriel menyentuh kaca jendela. “tanpa saling terluka," lanjutnya entah kenapa terdengar menyedihkan.

Pupil Hail bergetar. Cepat-cepat ia meletakkan kue tadi di meja. Lalu meraih pisau dan mulai memotong kue itu kecil-kecil. “Ayo, coba makan ini. Enak, lho. Aku membuatnya sendiri," pinta sang suami mengalihkan pembicaraan.

Meriel berbalik. Tersenyum lebar sampai memperlihatkan sederet gigih putihnya yang rapi. “Kau setuju, kan? Iya, kan?”

Tidak membalas pertanyaan Meriel, Hail hanya berdehem kecil. Lalu mengangkat sesendok kue, mengarahkannya pada mulut sang istri. “Buka mulutmu. Makan kuenya.”

Dengan senang hati, Meriel menerima suapan itu. “Kemari, Hail juga harus dapat suapan, kan?” Ia menarik tangan Hail, membawanya untuk duduk di kursi. Mengambil potongan kue lalu menyodorkannya ke mulut Hail.

“Ayo, aaa ….”

Mata mereka bertemu. Hail tidak pernah puas memandangi sepasang netra biru bak telaga terindah di muka bumi milik Meriel. Hatinya, jiwanya, segala miliknya siap untuk dipersembahkan kepada sang kekasih pujaan.

“Cantik.” Hail meraih tangan Meriel. Lalu menerima suapan kue tadi. Gerakan erotis yang membangun suasana romantis.

Untuk beberapa saat, waktu seakan berhenti. Kedua pasang mata yang saling menatap makin mendekatkan diri. Sampai deru nafas antara keduanya saling bertabrakan di permukaan kulit wajah.

“Ha-Hail ….” Meriel menunduk malu dengan pipi yang merona. “sedang ingin melakukan itu?” sambungnya bertanya memastikan.

Sempat terdiam sejenak, Hail pun akhirnnya menjawab, “Iya, sebagai suami,” Suara Hail terdenngar tegas.

"Oh, untung aku sudah bersih hari ini," ucap Meriel malu-malu, surai pirang keemasannya tampak berkilauan.

Pupil Pria di hadapannya itu membola sempurna, terkesiap akan pesona sang istri. "Boleh, kan?"

Namun walau bagaimana pun … bahkan jika Meriel hannya terpaksa menjawab iya sebagai tugas seorang istri, Hail ingin memiliki Mereil sepenuhnya. Hail bisa memafkan kelakuan menyimpang istrinya yang tidur dengan pria lain dalam sekejap mata, memang sangat lucu.

Hail benar-benar sudah dibutakan akan cinta, kepintarannya seolah tak berguna lagi. Segila itu dia mengagumi sosok Meriel

Lelaki ini kemudian dengan lembut menarik wajah sang istri mendekat. Perlahan mengelus tengkuk Meriel. Hail lalu memiringkan wajahnya. Memejamkan mata, mengecup bibir istrinya dengan mesra.

Kecupan yang awalnya lembut, lambat laun memainkan ritmenya menjadi cepat dan sangat panas. Hail berhasil membuai Meriel dalam permainan ini. Wanita itu akhirnya membuka mulut. Memberikan akses lebih banyak pada Hail. Lidah mereka pun beradu hebat. Saling mengisap dan memutar satu sama lain serta bertukar saliva.

Begitulah pasangan ini melewati waktu dengan panas di pagi  hari yang mendung.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mari Selingkuh   Penyelesaian

    Satu bulan telah berlalu sejak hari itu. Meriel sendiri telah kembali tinggal bersama ayahnya yang adalah seorang diktator. Secara sembunyi-sembunyi, Ranesha mendengar obrolan antara Caspian dengan kepala pelayan. Ternyata Caspian masih menyimpan dendam dengan Meriel. Wajar sekali sih, pria paruh baya itu hampir saja kehilangan satu-satunya harta paling berharga yang ia miliki di dunia ini—Ranesha. Walau bagaimanapun, Caspian ingin memastikan bahwa orang itu—Meriel—mendapat ganjaran yang lebih mengerikan dari pada penjara. Benar. Ranesha tahu sendiri bahwa bagi Meriel, kembali tinggal di rumah ayahnya yang bagaikan psikopat itu adalah hukuman paling berat di muka bumi ini. Bahkan tidak menutup kemungkinan, Meriel saat ini sedang merasa lebih buruk dari pada di neraka. “Apa aku sangat buruk karena senang dengan hal itu?” Ranesha bergumam. Saat ini rambut Ranesha sudah lebih panjang, mata hazelnut indahnya menatap pe

  • Mari Selingkuh   Memulai Hidup yang Baru

    “Aku berjanji,” lanjut Hail lagi semakin menunduk dalam. “A-aku berjanji kalau ini akan menjadi pertemuan kita yang terakhir.”“T-tunggu dulu, Pak. Apa maksudnya Anda ini sekarang—"“Ran … kata maaf saja memang tidak cukup untuk menebus segala kesalahan yang telah aku perbuat pada hidupmu.” Hail menyela kalimat Ranesha yang belum rampung. Pria dengan tampilan yang amat berantakan ini masih terus berceloteh dengan mengabaikan pendapat lawan bicaranya sendiri—sebuah kebiasaan buruk yang tak patut untuk ditiru.“Pak, saya—”“Aku akan pergi dari negara ini setelah segala urusan di perusahaan aku selesaikan. Jadi kau tenang saja. Cukup diam di sini dan beristirahatlah sebanyak mungkin. Kau tidak perlu mencemaskan apa pun lagi. Biar aku yang urus semuanya.”“Tapi saya—”&

  • Mari Selingkuh   Tiada Kata Pergi Lagi

    Buruk. Ranesha bahkan hampir tidak bisa mengenali penampilan Hail saat ini. Sungguh, ketika baru saja ia selesai diperiksa oleh dokter, mengobrol ringan bersama dengan sang ayah, Ranesha hampir saja terkena serangan jantung tadi saat Hail tiba-tiba masuk ke dalam ruangan ini dengan sedikit gebrakan yang cukup mengejutkan.Dan kini, Caspian setelah menantap pria itu dengan intimidasi mengancam, pergi meninggalkan Hail dan Ranesha sendirian. Ini cukup mengejutkan karena Ranesha tahu bahwa Caspian dari dulu membenci sosok Hail—entah karena alasan apa.“Ran, aku ….” Hail masih menunduk, tidak sanggup menatap kondisi mengenaskan Ranesha. Padahal saat ini malah Ranesha yang tengah memandanginya dengan tatapan kasihan. Penampilan Hail sungguh berantakan, tidak terurus. Wajah tampannya terlihat kusam, dengan kumis danjenggot yang tidak dirapikan. Rambut legam Hail juga tampak kusut. Apalagi bajunya, apa Hail tidak meminta or

  • Mari Selingkuh   Neraka Bagi Pendosa

    “Meriel aku ….” Hail memejamkan mata, lalu memjiat pelipisnya yang terasa berdenyut-denyut, berusaha untuk tidak berlaku kasar pada seseorang yang dulu pernah ia cintai setengah mati ini.“A-Aku mohon Hail! Jangan seperti ini … j-jangan lakukan ini! Aku minta maaf! Aku sangat menyesal, j-jadi tolong hentikan semua ini Hail! Jangan menyiksaku ... aku mohon padamu dengan sangat-sangat!” Meriel masih bersimpuh di kaki Hail, menangis sampai meraung-raung. Memohon seperti orang yang tidak memiliki harga diri lagi.Hail menengadah, mendengkus kasar, Ia sangat tidak sudi untuk menyentuh Meriel barang seujung jari pun. Memang benar kata orang dulu, kalau perbedaan antara benci dan cinta itu setipis benang saja. Hari ini kau bisa sangat membenci dia, tapi besok kau bisa saja sangat menggilainya. Begitu pula sebaliknya. Hari ini mungkin dia adalah duniamu, dia adalah segalanya bagimu, tapi besok … bisa saja

  • Mari Selingkuh   Cinta Sejati

    Runtuh. Hancur tanpa sisa kepingan lagi. Tiada kata-kata yang dapat menggambarkan perasaan Caspian saat ini. Ketika Ranesha, harta satu-satunya yang ia miliki di dunia ini, dikabarkan kembali mengalami kecelakaan. Apalagi ini bukanlah kecelakaan biasa. Setelah diusut oleh tim keamanan pribadinya, Caspian menemukan fakta bahwa Ranesha telah diserang.“Lalai … Ayah lagi-lagi gagal dalam menjagamu.” Caspian masih menangis sambil memeluk erat tangan Ranesha, menciumnya sesekali, meletakkan tangan kurus itu di keningnya dalam perasaan kalut bercampur haru.“Ibu dan adikmu pasti saat ini sedang mengutuk Ayah. Kau juga harus melakukannya.” Caspian masih mengoceh di sela isak tangis. “Tolong siksa Ayah dengan hal lain Ran. Kau boleh membenci Ayah. Kau juga boleh memukul Ayah. Kau boleh melakukan apa pun, tapi tolong ….” Kedua tangan Caspian yang meremas lembut jari-jari putri tercintanya ini.

  • Mari Selingkuh   Keajaiban Dari Semesta

    Langit malam bertiup kencang melewati seonggok tubuh kecil, yang kini tengah melayang setelah terpeleset dari atap gedung dengan lima belas lantai.“Ah … perasaan dejavu,” ungkap gadis itu yang tak lain dan tak bukan adalah Julia. Benar. Sosok asli dari Ranesha yang seharusnya terjebak di dalam dunia webtoon. Lantas, kenapa di bisa berada di sini? Dia jelas pernah mengalami ini. Sebuah peristiwa nahas yang membuat jiwanya berpindah menjadi tokoh sampingan dalam webtoon Perjuangan Cinta Meriel.“Padahal aku sebagai Ranesha habis mengalami kecelakaan,” gumam si gadis berbadan mungil yang memakai jaket nan tipis tersebut. Ia ingat bagaimana mobil Ranesha terguling dan dirinya tengah sekarat saat itu. Sekarang dia berada di sini dengan sangat membingungkan. Tubuhnya yang jatuh dari atap gedung tinggi serasa melmbat. Seolah-olah gravitasi bumi tengah menolak dirinya.Mata bulat si gadis menatap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status