Share

Mengubah Hal Dasar

Di dalam webtoon Perjuangan Cinta Meriel, Ranesha adalah teman masa kecil sekaligus partner kerja Hail Delmara. Bahkan sampai akhir, gadis ini hanya menjadi secret admirer Hail. Ranesha yang dididik dengan keras dan berbudi pekerti luhur, membuatnya tidak ingin menghancurkan rumah tangga orang lain.

“Duh.” Ranesha menepuk wajah sendiri. Ia bahkan diceritakan malah membantu Hail dalam masalah percintaan. “What a tragic story.” Lebih tepatnya, wanita bodoh. Kenapa mendukung Hail dikala itu akan membuat keduanya makin tersakiti? Benar-benar melelahkan.

“Aku tidak akan menjadi sebodoh dirimu,” tunjuk Ranesha pada pantulan dirinya di cermin toilet kantor.

“Padahal Ranesha ini sangat cantik dan elegan!” pujinya mengagumi diri sendiri.

Wajah khas orang asia. Berambut cokelat sebahu. Proporsi wajah mendekati kata sempurna yang membuat terlihat cantik dengan natural. Sedikit tirus karena begadang, mata sipit tapi memiliki lipatan kelopak  yang indah, alis tebal yang rapi tanpa dilukis lagi, hidung mancung dan bibir tipis yang memerah tanpa lipstik. Badan ramping tinggi bak model. Serta ….

“Tidak tepos.” Ranesha memegangi payudara dan pantatnya dengan bangga. “Benar-benar berisi,” ungkapnya senang. Ini tubuh yang terlalu sempurna. Kenapa saat membaca webtoon ia bisa tidak sadar akan pesona Ranesha, ya?

“Maaf, pe-permisi,” sapa seorang Cleaning Service dengan canggung. Pasalnya ia dari tadi menyaksikan Ranesha melakukan senandika yang memalukan.

“Oh?” Tangan Ranesha yang masih memegang buah dada dan pantatnya sendiri segera turun. Ia tersenyum kikuk. “Silahkan.”

Canggung sekali, Ranesha ingin menenggelamkan wajahnya di dalam kloset saja sekarang. Tetapi karena tidak bisa, ia langsung mengambil langkah seribu, kembali ke ruang kerja dengan wajah seperti kepiting rebus.

“Kau mengeram telur naga di toilet?” bentak Hail yang terlihat sibuk membenahi dokumen-dokumen di meja.

Belum apa-apa Ranesha sudah kena marah lagi. Tempramen Hail sungguh bukan main, padahal pria itu seperti malaikat saja kalau dengan Meriel. Betapa tidak adilnya.

“Ruangan sudah siap, kita tinggal ke sana saja,” sahut gadis itu dengan wajah menahan kesal.

Hail tiba-tiba menghampiri dengan meletakkan flasdisk di atas meja Ranesha. “Kau akan melakukannya, kan?” desak atasannya tersebut terlihat seperti ultimatum lalu kembali duduk di kursi kebesarannya.

Ranesha kehilangan kata-kata. “Dasar CEO gila. Ini kan, tugas dia. Kenapa melemparkan segala hal sembarangan begitu?” keluhnya dengan suara kecil tapi cukup untuk menggelitik telinga Hail.

“Hei, aku dapat mendengarmu.”

“Saya minta maaf. Saya tidak tahu Anda memiliki telinga yang tajam.”

Kalau bukan karena suka, Ranesha bisa saja menonjok wajah tampan di hadapannya sekarang. Hail sangat-sangat berbeda memperlakukan manusia. Keadilan sosialnya tidak dijunjung dengan tinggi.

Hail menggeleng-geleng. “Padahal kau hanya jatuh dari tangga. Tapi malah semakin aktif saja, ya,” sindirnya.

Namun Ranesha malah salah paham menganggap itu pujian. “Hehe, terima kasih,” sahutnya terlihat tersipu malu. Perubahan mood yang sangat luar biasa drastis.

Urat kepala Hail rasanya bisa meledak karena berdesakkan muncul. “Itu bukan pujian!”

“Jadi itu saran?”

“Tolong.” Hail memejamkan mata. “kerjakan saja tugasmu,” lanjutnya dengan nada rendah.

“Baik!”

Ranesha ingat sekali story line webtoon ini. Pada saat itu Delmara Company mengalami kerugian yang cukup besar karena tidak berhasil merekrut orang-orang yang baru saja habis kontrak dari perusahaan Babeldaob ke tim pengembangan mereka.

“Kalau bisa mengubah hal sedasar itu, berarti aku bisa mengubah hal yang lebih besar,” yakin Ranesha pada dirinya sendiri. Ia menengok sejenak ke arah Hail. “Aku akan menyelamatkan kita berdua dari kematiaan konyol itu,” gumamnya sangat pelan.

Tangan Ranesha menari lihai di atas keyboard komputer. Saking fokusnya sampai tidak menyadari keberadaan Hail di depan meja.

“Santai saja, aku tetap akan ikut ke sana. Kau hanya perlu presentasi dengan baik dan berhasil memikat setidaknya satu dari lima orang itu untuk menambah tim pengembangan kita.”

Entah itu adalah nasihat atau kata-kata memberi semangat, yang pasti Ranesha tidak boleh gagal kali ini. Setelah dirasa segala sesuatunya siap, mereka berdua berjalan menuju ruang rapat.

Presentasi pun di mulai dengan cukup lancar sampai akhir.

“Jadi, seperti yang dapat kalian lihat. Kita memiliki visi dan misi yang sama, dan perusahaan ini.” Ranesha membuka tangan. “adalah wadah yang tepat untuk kita semua,” sambungnya dengan intonasi hangat tapi terdapat ketegasan di dalamnya.

“Kita menginginkan kemajuan teknologi untuk kebahagiaan banyak orang? Perusahaan ini membutuhkan sumber daya manusia untuk mewujudkannya. Saya harap, kita semua dapat menjadi satu kesatuan dalam kemajuan umat manusia. Terima kasih,” tutup Ranesha yang diakhiri dengan memberi hormat berupa tundukan kecil dan senyuman yang berwibawa.

Hail yang berdiri di samping sana tiba-tiba merasa menjadi kecil, kemampuan bicara Ranesha adalah yang terbaik. Delmara Company tidak akan pernah ada tanpa bantuan perempuan itu.

“Terima kasih nanti akan kami kabari.”

“Terima kasih kembali, kami tunggu kabar baiknya.”

Setelah saling jabat tangan satu sama lain, dan orang-orang telah ke luar dari ruangan. Ranesha akhirnya bisa mengembuskan nafas dengan lega. Ia segera mendaratkan bokongnya dengan nyaman di kursi.

“Bagaimana menurut Anda? Apa mereka akan menandatangani kontrak kerja dengan kita?”

Sempat diam sejenak, Hail pun menjawab, “Prediksiku tiga dari lima orang itu akan bergabung dengan perusahaan kita.”

Ranesha menatap sang atasan skeptis. “Anda ingin menghibur saya?”

Hail menarik kursi, duduk di samping Ranesha. “Tidak, aku sedang menghibur diriku sendiri,” jelasnya sedikit melonggarkan dasi karena merasa sesak.

Ranesha menggigit bibir melihat pemandangan di hadapannya sekarang. Seorang Hail yang kelelahan dan banjir keringat. Boleh tidak, ia terkam saja lelaki beristri ini?

“Kalau mereka menolak, kita akan diserang tim pengembangan karena mereka kelelahan hanya berdelapan orang. Belum lagi menghitung kerugian karena tidak bisa meluncurkan proyek baru dengan tim ini saja.” Hail memandang ke luar jendela, berusaha mengalihkan hal yang mengusik pikirannya.

“Bos tampan brengsek! Kenapa malah menebar pesona, huh?” umpat Ranesha dalam hati. Kenapa Hail yang terlihat galau malah makin meggoda iman dan takwa?

“Tuhan, tolong maafkan pikiranku,” keluh Ranesha tiba-tiba, membuat Hail menoleh kepadanya.

“Sejak kapan kau percaya Tuhan?” sindir Hail sarkastik.

“Sejak saya mengajak Anda selingkuh. Kenapa tidak menikah dengan saya saja? Saya akan setia pada Anda. Akan saya buat Anda melupakan wanita it—maksud saya Nyonya Meriel,” cerocos Ranesha merasa gemas. Bisa-bisanya Hail masih memikirkan istrinya yang sedang bercinta dengan laki-laki lain.

“Nona Seibert, aku ini atasanmu.”

“Hanya saat jam kerja, sekarang sudah berakhir.”

Hail tidak akan pernah menang berdebat dengan wanita ini. “Terserah kau saja,” pasrahnya.

Mata Ranesha langsung berbinar. “Anda mau silngkuh dengan saya?”

“Tidak mau.”

“Menikah dengan saya?”

“Tidak akan.”

“Menceraikan Nyonya Meriel?”

Never!”

KRUUKKK.

Di tengah pergelutan itu, perut Ranesha malah berbunyi. Membuat keduanya saling pandang dengan raut wajah yang bertolak belakang. Satunya malu, satunya penuh tanda tanya.

“Su-sudah saya bilang, kan, saya lapar,” kilah Ranesha memalingkan wajah yang memanas. Mengumpat perut sialannya yang tak beradab di dalam hati.

“Memangnya kapan kau bilang begitu?”

“Tadi, dalam hati.”

“Oh.”

“Hanya ‘oh’?” Ranesha menoleh. “Saya ini kelaparan karena tugas dadakan yang Bapak berikan!” beonya tidak sopan, dengan nada tinggi pula.

Hail memijat pangkal hidungnya, menghela nafas. “Baiklah, ayo kita makan dulu.”

“Di restoran—”

“KANTIN!”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ylialia Ningsih
gak tau kenapa ini novel nya rame banget, dan pengen baca aja teruss...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status