Share

Merebut Suami Orang

“Terima kasih, kami akan menemukan variebelnya agar pemakaian baterai ponsel saat menggunakan My Teacher tidak boros lagi,” ujar Hail setelah mengecek beberapa dokumen dan mendengarkan keluhan dua klien di depannya saat ini.

“Baguslah, kami mengharapkan yang terbaik dari aplikasi ini.”

Hail memasang senyum bisnis. “Apa ada lagi?”

“Ah … itu, sebenarnya—”

BRAK!

Pintu tiba-tiba dibuka paksa, menampilkan seorang wanita dengan kemeja putih dipadu blazer dan rok cokelat muda yang serasi. Tubuh ramping dan tingginya menunjukkan aura seorang model profesional. Belum lagi ditambah indah dengan wajah tirus cantik elegan dan rambut cokelat sebahu yang terang.

Namun, image elegan tersebut langsung sirna ketika sang sekretaris ini melontarkan kalimat yang membuang harga dirinya.

“Pak, mari kita selingkuh!”

Mental Hail terjun bebas ke inti bumi. Ia ingin pingsan saja sekarang. Sepertinya setelah kecelakaan, otak sekretarisnya ini ada bagian yang hilang.

“Ah—maaf, sekretaris saya baru sembuh dari kecelakaan, ia masih di bawah pengaruh obat bius jadi sedikit gila” jelasnya asal bunyi.

Bagaimana pun keadaan seperti ini mana mungkin bisa ia duga. Hail memasang senyum bisnis khasnya lagi, berharap para kliennnya percaya walau hanya pura-pura.

“Oh … kami turut prihatin. Kalau begitu, mari kita bahas masalah ini lebih lanjut setelah dijadwalkan lagi. Kami pamit undur diri dulu.” Setelah mereka saling bersalaman. Kedua tamu tadi segera ke luar ruangan.

Memastikan tidak ada orang lagi, Hail menghampiri Ranesha. “Nona Seibert, apa kepala Anda terbentur sesuatu?” Tidak. Itu bukanlah pertanyaan orang yang khawatir. Air wajah Hail seperti Hulk yang akan segera berubah.

Bagaikan tembok, Ranesha malah tersenyum semanis mungkin. “Tidak. Saya menyukai Anda, Pak. Mau bercerai dan menikahi saya?” tawarnya seperti sedang berjualan teh es di pinggir jalan. Ia menatap Hail dengan mata yang berbinar. Seolah pria itu adalah piala dunia.

Lelaki tampan ini memijat kepala, frustasi. “Jangan bercanda.” Belum masalah pekerjaan, ia dihadapi dengan kegilaan sekretarisnya sendiri.

“Hm … kalau begitu, bagaimana dengan selingkuh sama saya?” Ranesha tidak terlihat bercanda barang sedikit pun.

Hail kebingungan bukan kepalang, biasanya Ranesha tidak begini. Segila apapun gadis itu, Hail kenal betul karena mereka adalah teman sejak kecil. Ranesha sudah seperti dirasuk orang lain saja.

Dan sejak saat itu, hari-hari Hail dipenuhi dengan ajakan tidak senonoh dari sekretarisnya sendiri.

“Anda serius tidak ingin selingkuh dengan saya? Saya ini cantik, lho!” yakin Ranesha untuk kesekian kalinya. Sekretaris kurang ajar ini benar-benar bermental baja dengan wajah tembok yang tebal.

Sudah terhitung seminggu sejak Ranesha kembali bekerja sambil menggoda—atau lebih tepatnya mengganggu mental Hail, atasannya sendiri.

“Hah ….” Hail menghela napas lelah. Ia menutup dokumen yang belum selesai dibacanya lalu menatap Ranesha dengan tajam. “Kau masih membicarakan ini?” sinis Hail tidak suka. Baginya, perasaan dan hubungan atas nama cinta bukanlah hal yang main-main.

Tersenyum manis, Ranesha mengangguk dengan semangat empat lima. “Saya tahu Anda kesal. Tapi pihak yang lebih kesal itu adalah saya,” cerocosnya tanpa pikir panjang.

Memejamkan mata menahan amarah, Hail kembali mendengus kasar. “Kalau tidak memikirkan ayahmu dan saham, kau pasti sudah kupecat,” ancamnya kesal.

Bukannya tersinggung, Ranesha malah berbangga hati. “Benar! Salah satu pemegang saham tertinggi adalah Caspian Seibert, lalu saya, baru Anda. Jadi tidak mungkin untuk memecat saya. Para investor bisa mengamuk.”

Hail menggeleng lelah. “Sosialisasi malam ini kau saja yang presentasi.” Ia meletakkan dokumen tadi ke meja.

“Eh, Kenapa? Bapak memberi saya hukuman?” protes Ranesha tidak terima.

“Kau pikir aku orang yang seperti itu?” tajam Hail balas tidak terima dipandang seperti atasan yang kejam.

Ranesah terlihat berpikir sok keras. “Mungkin?” sahutnya membuat Hail dongkol.

“Bukan begitu. Istriku ulang tahun hari ini,” elak Hail jujur. Ia merasa lelah sekali berhadapan dengan Ranesha yang sekarang.

Kali ini gadis itu yang mendengus jengkel. “Astaga, kenapa Anda masih berbaik hati dengannya? Dia akan menghabiskan malam dengan Ar—maksud saya, tuan Aron!”

Ranesha mengetahui ini dari story line webtoon yang masih ia ingat betul. Untunglah dia tidak terlalu lambat masuk ke dunia ini. Jadi tragedi tragis itu masih ada kesempatan untuk dicegah.

Kening Hail mengerut dalam, berpikir bagaimana Ranesha bisa tahu isi pesan yang dikirim Meriel padanya.

“Nona Seibert, Anda melanggar privasi dengan mengecek ponselku,” tuduh Hail sembarangan dengan keyakinan yang tinggi pula.

“Saya tidak mengintip ponsel Anda, kok, serius.” Ranesha tentu saja mengelak.

“Kalau begitu jelaskan dari mana kau bisa tahu istriku akan bercinta semalaman dengan selingkuhannya?” Hail secara tidak sadar menumpahkan rasa kesal dan sakit hatinya pada Ranesha.

“Hanya menebak saja. Insting wanita itu kuat.”

Netra hazelnut milik Ranesha menelusuk mata teduh Hail. Ada emosi sedih dan amarah segregatif yang saling menindih satu sama lain di sana.

“Tapi—ah, sudahlah.” Hail menyerah. Tidak ada istilah kemenangan jika berdebat dengan kaum bernama wanita.

“Buatkan aku kopi,” titahnya mengalihkan pandangan kembali ke tumpukan dokumen.

Ranesha segera tersenyum. “Pakai cinta?” godanya nakal.

“CEPAT!” Emosi Hail meledak. Ia sudah jadi Hulk sungguhan sekarang. Untungnya Ranesha segera mengambil langkah seribu sebelum kena amukan.

God.” Hail menghela napas lagi. “Apa yang terjadi pada sekretarisku sejak kecelakaan itu?” keluhnya pelan, bertanya-tanya.

Hail merasa seperti anjing yang terpanggang ekornya. Cinta dan perselingkuhan bukanlah api yang bisa dijadikan mainan. Walaupun istrinya sendiri selingkuh dengan bujangan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status