“Anda harus tanggung jawab,” ulang Ranesha lagi karena Hail yang tak kunjung merespon. Pria itu masih menatapnya dengan raut wajah kebingungan.
“Apa … maksudmu ini?” heran Hail. Ia sama sekali tidak bisa membaca apa yang ada di dalam pikiran Ranesha.
Jika bumi bisa perempuan ini kendalikan, maka nicaya Ranesha akan menggiling Hail dan melemparkannya ke planet Mars. “Mari buat perjanjian. Tidak benar jika Anda mecampakkan saya seperti ini,” tukas Ranesha berkata jujur. Meski kata-kata ini sungguh memalukan. Namun, sepertinya berhasil, ada efek yang Ranesha lihat dari perubahan drastis mimik wajah Hail.
“Ran, aku tidak bisa—”
“Hanya sampai usia kandungan Meriel mencapai 12 minggu,” potong Ranesha terburu.
“Apa?” Alis Hail sudah bertaut karena kening yang berkerut.
“Anda h
Sinar baskara menyusupi cela-celah jendela yang tidak tertutupi gorden, menyelip rapi hingga mencapai pada titik manusia sejoli yang masih terlelap dalam dunia mimpi. Kemudian, suara alarm berhasil membuat keduanya menggeliat masam."Hnggh ..." lenguh Ranesha malas. Tangan mulus nan putih itu terulur ke arah nakas, reflek mematikan jam berbentok kotak yang berdering nyaring di atas sana."Sudah pagi?" Pria di sampingnya mulai membuka mata, berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk. Silau.“Morning kiss,” manja Ranesha yang kembali meringkuk ke dalam pelukan Hail. Tangan kecilnya selalu kesusahan tiap kali memeluk tubuh pria ini. Ranesha mendongak, menampilkan wajah baru bangun tidurnya yang lucu di mata Hail.Menguap kecil, sudut bibir Hail tertarik ke atas membentuk seulas senyuman tampan yang menyilaukan dari pada mentari di pagi hari.“Selamat pagi, Ra
“Kenapa kalian lama sekali? Apa ada masalah sampai kalian berdua bahkan datang terlambat bersama-sama?” tanya Juan yang lebih seperti nenek-nenek sedang mengomeli anak yang mengabaikan cucunya.“Sudahku bilang biar kita saja. Kalau kau tidak mau aku bisa mengatasinya,” oceh Alexi di samping. Laki-laki itu masih tetap sibuk dengan laptopnya sendiri. Entah sedang mengerjakan apa, tapi wajah Alexi begitu serius sampai-sampai terlihat berkeringat.“Hem ….”“Itu ….”Dua insan yang menjadi ikon tebesar dari Delmara Company ini hanya memasang wajah cengengesan. Mengingat mereka terlambat berangkat kerja karena hampir kelepasan pagi tadi. Betapa tidak profesionalnya.“Kita sudah bisa mengirim orang sekarang,” tukas Alexi lagi. Kali ini pandangan matanya sudah tidak berada di laptop lagi, melainkan menatap pada Rane
"Jadi ini sudah semua?" Alexi bertanya sambil mengotak-atik berkas-berkas yang dikeluarkan. Tidak banyak, tapi tidak juga sedikit.Pemuda dengan wajah kecil yang terlihat sangar itu memiliki mata abu yang mengilap tiap kali membaca deret baris dari kertas-kertas di tangan secara bergantian.Membuat objek yang tadi ia ajak bicara menyimpulkan kalau Alexi adalah agen atau mata-mata negara. Saking profesionalnya tentu saja. Apa dia coba tanyakan saja? Siapa tahu Alexi tidak sengaja mengaku. Ah, lupakan hal tidak penting seperti itu! Namun ini sangat mencurigakan ....Pasalnya pemuda berambut perak tersebut terlihat sangat piawai dalam pekerjaan seperti ini. Seolah dia sudah sangat terbiasa melakukannya. Semakin memperkuat asumsi liar kalau Alexi bisa saja memiki dua pekerjaan. Sebagai tim pengembangan di Delmara Company dan juga sebagai agen atau mata-mata. Bisa saja, siapa yang tahu pasti? Karena Alexi adalah sosok yang cu
Hari saat Zale Seibert di tangkap.Sarapan yang tentu saja dilaksanakan pada pagi hari bagi seluruh anggota keluarga Seibert tetap dilakukan seperti biasa. Tanpa keributan, tidak ada kegaduhan, samar akan kecurigaan, tanpa pertikaian di awalan. Selain Caspian dan Ranesha, satu keluarga di sana, yakni Patricia, Ronald, Zale, dan juga Olyvia tidak tahu-menahu masalah rencana penangkapan salah satu anggota keluarga mereka.Semua orang masih memasang wajah biasa, berbicara biasa, makan biasa, dan melakukan segala hal dengan biasa—termasuk mengusik Ranesha.“Kemarin kau ke mana, Ran? Aku dengar ada masalah masalah di kantor. Apakah hal itu sangat gawat?” tanya Bibi Patricia dengan wajah yang sangat menyebalkan bagi Ranesha. Namun, khusus hari ini perempuan itu tidak merasa perlu untuk terinterupsi saat sarapan.“Terima kasih untuk perhatian Bibi Patricia. Benar, ad
“Jadi begitulah kejadiaan sebenarnya. Kami mohonn maaf tidak bisa melibatkan kalian semua lebih jauh karena masalah pelik seperti ini. Pastinya kami hanya ingin menyelesaikan masalah kita dengan baik. Kami juga meminta maaf atas ketidaknyamanan bekerja di Delmara Company akhir-akhir ini.” Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Ranesha bersama Juan dan Alexi serta Bryan menunduk dalam.Meminta permohonan maaf sebesar-besarnya pada semua orang yang telah terlibat, bahkan ada yang menjadi korban perasaan. Telah terjadi kesenjangan sosial antara tim pengembangan yang baru dan tim pengembangan yang lama. Mereka jadi saling menjaga jarak, saling curiga, bahkan saling tatap saja yang ada hanya kesinisan semata.Apakah ini adalah kebenarannya? Apakah masa-masa pelik itu sudah berakhir dengan seperti ini?Maka, Reyhan, Sean, dan juga seluruh anggota tim pengembangan lain yang berada di sana bisa bernapas lega. Selama i
CUP.Satu kecupan yang Ranesha daratkan pada bibir Hail secara singkat. Kemudian disusul cepat dengan kceupan kedua, ketiga, keempat, dan kelima. Perempuan ini tersenyum jahil, ia sengaja menggoda Hail.Apalagi posisi Ranesha yang berada di atas pangkuan Hail membuatnya semakin mudah untuk memancing pria tersebut, memberi hukuman yang tentu akan berbalik pada dirinya sendiri nanti. Ranesha tahu betul akan hal itu. Namun, ia tidak peduli. Mungkin saja ini bisa menjadi cara dia untuk mengikat Hail agar tetap berada di sisinya.Berdecak kesal, Hail memiringkan kepala, membuatnya tepat berada di sisi wajah Ranesha. Ia berbicik dengan napas yang panas di telinga sang sekretaris. “Ran … hah … this is to much. I can’t handel it anymore.”“Saya sedang memberi hukuman. Jadi Anda tidak mendapat izin apa-apa,” tolak Ranesha tanpa basa-basi dengan waj
Bukankah malam perlu siang untuk tetap saling berdampingan? Bukankah lautan butuh terumbu karang untuk menjadi sebuah keistimewaan? Bukankah pohon bergantung pada air agar bisa bertumbuh kembang?Begitulah sosok Hail bagi Ranesha, kemudian … bagi Hail sendiri, Ranesha bagai malaikat penolong yang menariknya dari kegelapan, dari jurang rasa sakit dan kesengsaraan. Orang yang rela terjun ke neraka demi membawa Hail keluar dari sana.Kedua orang ini sudah terikat begitu kuat. Hati mereka, perasaan mereka, sorot mata yang membara itu seakan mengatakan segalanya.“Ugh …,” desis Ranesha reflek, ketika Hail sudah membaringkannya di tempat tidur khusus yang berada di dalam ruang kerja sang CEO.“Say my name … Ran—hh,” pinta Hail tepat di telinga perempuan yang sudah ditindihnya ini. Tangan Hail bergerak lembut pada kedua paha Ranesha, membuka lebar
“Makan,” pinta seorang pria dengan rambut sedikit ikal yang pirang, mata biru malamnya bagai lautan samudera yang tenang, tapi tersirat kesan yang lumayan menakutkan di dalam sana. Aron menatap wanitanya dengan sendu, entah ingin menafsirkan apa dari ekspresi wajahnya yang rancu.Menunduk ketakutan, wanita bersuami di hadapan Aron sekarang mengambil dengan ragu piring berisi bubur hangat yang menggiurkan. Yah, setidaknya akan begitu kalau kondisi antara sepasang kekasih ini sedang baik-baik saja, masalah saat ini tidak begitu.“Kenapa hanya ditatap? Apa perlu aku suapi?” tanya Aron dengan suara dingin yang menusuk uluh hati. Ia tanpa basa-basi mengambil alih bubur tadi, menyendok sedikit lalu menyodorkannya ke mulut Meriel. Suasana di antara mereka berdua akhir-akhir ini memang sangat suram.“A-Aron … aku—”“Kau harus makan. Anakmu. Anakku.