“Huacim!”
Stella terus bersin sejak tadi, padahal ia sudah berganti pakaian, mandi air hangat. Kini Stella tengah rebahan di atas ranjang dengan selimut tebal membelit tubuhnya yang menggigil. Inikah karma karena kemarin dia membohongi dan mengerjai dosennya? pikir Stella.
“Pendek,” panggil Adrian yang masuk ke dalam kamar Stella dan menyimpan nampan berisi segelas air dan kotak obat. Ia duduk di sisi ranjang dan memegang kening Stella. “Makin demam,” ucap Adrian. “Minum dulu obatnya.”
“Hmmm,” gumam Stella merasa tak mampu membuka matanya yang terasa panas dan perih.
Adrian mengangkat kepala Stella membuat Stella membuka matanya sedikit, Adrian menyuapkan obat ke mulut Stella dan memberiny
Nicho Kamu dimana?Me Sudah di tempat makan, kamu dimana dan pakai baju apa? Stella tengah mengintip di luar restaurant Jepang di salah satu mall. Ia sengaja belum masuk ke dalam dan ingin tau dulu bagaimana wajah teman kencannya itu hari ini. Saat mendengar suara pesan masuk, ia segera membukanya.Nicho Aku baru saja masuk, aku yang pakai hoddie warna biru. Mata awas Stella berpencar menyusuri seluruh penjuru restaurant untuk mengetahui dimana pria bernama Nicho itu berada. “Stella.” Panggilan itu mengagetkan Stella dari keterfokusannya. Ia langsung berbalik dengan sedikit meloncat dan mengusap dadanya sendiri karena kaget. “Pak Dosen TMII!” pekiknya.
Adrian baru saja masuk ke dalam kamar Stella. Pemakaman Naani Stella sudah di lakukan tadi siang. Tatapan Adrian tertuju pada gadis yang meringkuk di atas ranjang. Ia berjalan mendekati ranjang dan duduk di sisi Stella. Ia menatap Stella yang terlelap nyenyak, wajahnya sembab dan merah. Bahkan masih ada sisa air mata di sela-sela matanya juga pipinya. Adrian ikut merebahkan tubuhnya dengan posisi menyamping menghadap ke arah Stella. Tangannya terulur merapihkan helaian rambut Stella yang jatuh ke wajahnya.Gadis ini begitu cantik, gadis petakilan, ceria, cerewet dan satu-satunya wanita yang selalu melawan Adrian. Tetapi entah kenapa saat ini Adrian merasa sedih dan merasa kehilangan sosok Stella yang seperti biasanya. Sejak kemarin mereka kembali dari rumah sakit, Stella menjadi sosok yang sangat pendiam dan tak berhenti menangis karena kehilangan Naaninya. Adrian menghapus air mata di pipi Stella, Ia lalu menautkan tangannya pada telapak tangan Stella dan ikut terlelap di sis
Stella mengerjapkan matanya yang terasa sangat berat dan kepalanya terasa sakit. "Eugh! Kepalaku," gumamnya mencoba membuka matanya diiringi kernyitan di dahi karena rasa sakit.Stella membuka matanya dan tatapannya langsung tertuju pada seseorang yang berdiri di depannya."Dosen TMII?" Gumamnya menatap Adrian masih dengan kernyitannya."Jangan terus melipat dahimu, nanti muncul keriput," gurau Adrian seraya mengusap pelan dahi Stella."Kenapa kamu di kamarku?"tanya Stella saat tangan Adrian telah terlepas dari dahinya."Melihat keadaanmu," jawab Adrian yang kembali berdiri tegak di depannya."Keadaanku? Memangnya aku kenapa?" tanya Stella dengan sangat polos."Tak apa-apa, baiklah kau terlihat baik-baik saja sekarang. Aku harus ke rumah sakit." Adrian mengusap kepala Stella dan berlalu pergi."Dia kenapa? Dasar dosen TMII yang aneh," gumamnya memegang kepalanya sendiri.∞"Ya Tuhan!"Stella jingkrak jingkrak di atas
Hari ini para little Brotherhood pergi mendaki gunung Semeru di Jawa Timur. Sebuah gunung berapi kerucut di Jawa Timur, Indonesia. Gunung Semeru merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa, dengan puncaknya Mahameru, 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl). Gunung Semeru juga merupakan gunung berapi tertinggi ketiga di Indonesia setelah Gunung Kerinci di Sumatera dan Gunung Rinjani di Nusa Tenggara Barat[1]. Kawah di puncak Gunung Semeru dikenal dengan nama Jonggring Saloko. Gunung Semeru secara administratif termasuk dalam wilayah dua kabupaten, yakni Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur. Gunung ini termasuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru."Haruskah kita mendaki sebelum kegiatan baksos?" tanya Stella saat mereka semua ke 9 pasangan little brotherhood sampai di tempat."Kenapa? Kau belum pernah mendaki?" Tanya Adrian."Belum pernah, apa menyenangkannya? Cape yang ada," kel
"Hai Kak," sapa Adrian masuk ke dalam ruangan Leonna. Leonna tampak sedang menbaca berkas laporan medis pasien."Kau datang?" Tanya Leonna memicingkan matanya."Aku bawakan makan siang, ayo makan bersama." Adrian duduk di sofa yang ada di ruang kerja Leonna seraya membuka bungkus cup makanan yg dia pesan."Kenapa tidak makan siang dengan istrimu?" Tanya Leonna yg kini berjalan mendekati Adrian."Dia jaga malam," jawab Adrian menyuapkan makanan ke mulutnya."Aku tau pasti ada masalah, tidak biasanya kau datang ke rumah sakit ini," ucap Leonna yg kini duduk di hadapan Adrian dan membuka makanannya. Ia mengambil sumpit dan mulai memakan makanan yang di bawa Adrian."Aku bingung," gumam Adrian menyimpan sumpitnya di samping bungkus makanannya."Aku tau semuanya tak baik-baik saja," ucap Leonna seraya menyuapkan makanan ke mulutnya."Dia mengajukan lagi perjanjian," ucap Adrian menghela
Hari ini mereka semua mulai bekerja di klinik, dan sejak pagi juga Stella tak melihat keberadaan Adrian. Stella terus saja di perintah oleh salah seorang perawat untuk mendata obat-obatan yang di suplier ke Klinik di sana. Stella sibuk dengan mencatat setiap obat yang berada di dalam kardus ke etalase kaca yang tersedia di sana. Tak jauh darinya terdapat seorang apoteker yang juga sibuk membaca daftar obat yang akan di butuhkan di sana. Tak lama masuklah Datan dan menyerahkan sebuah berkas ke apoteker perempuan itu dan ia tersenyum jahil saat melihat keberadaan Stella. Ia berjalan mendekati Stella yang sibuk menata obat obatan ke dalam etalase. “Kau di sini ternyata,” seru Datan membuat Stella menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke arah Datan. “Do
“Gak tidur?” tanya Datan saat melihat Adrian hanya duduk termangu di atas ranjang dengan bersandar ke kepala ranjang. “Belum mengantuk,” jawab Adrian dengan malas. “Masalah Stella lagi?” tanya Datan yang kini duduk di samping Adrian. “Dia terlihat semakin dekat dengan Ivan, dan itu membuat gue sangat kesal.” Adrian tampak tersulut emosi karena itu. “Kenapa tidak lu coba untuk mengatakan kejujuran perasaan lu padanya, Rian.” “Entahlah, gue hanya takut dia akan menghindar dan malah mejauhi gue. Dan yang paling gue takutkan dia memilih mempercepat perceraian kami karena perasaan ini, sudah jelas dalam perjanjian yang dia buat, dia ingin bebas dari gue.”&nb
“Ngelamun aja, kenapa sih lu?” tanya Lenna berdiri di samping Stella yang sama sama sedang jaga malam di UGD. “Menurut lu gimana sih Dokter Dara itu?” tanya Stella. “Dokter Dara? Dia baik kok, memang kenapa?” tanya Lenna. “Dia juga cantik banget kan?” seru Stella. “Iya, dia memang cantik,” seru Lenna. “Tuh kan jelas banget gak ada apa-apaya di bandingkan gue, dan lagian lu kenapa gak ada gitu bikin hati gue seneng. Komentarnya jangan jujur banget kek,” ucap Stella dengan wajah cemberut. “Maksud lu apa sih?” tanya Lenna yang benar-benartidak paham.&nbs