Share

Bab 2

Aku baru saja sampai di rumah dengan wajah yang di tekuk karena masih sangat kesal dengan dosen TMII itu. "Aduh anak Mama yang begitu cantik, kenapa cemberut pulang kuliah?" aku menengok ke arah Mama yang terlihat tengah duduk santai sambil membaca majalahnya.

"Mama,, Stell lelah." Aku merajuk manja pada Mamaku dengan memeluknya dari belakang.

"Ya sudah sebaiknya kamu mandi biar segar terus makan. Mama akan hangatkan makanan untukmu."

"Oke Ma." Aku berlalu pergi meninggalkan Mama, dan sedikit berlari menuju kamarku.

30 menit sudah aku habiskan dengan berendam air hangat di dalam bathup untuk menetralisir pikiranku tentang dosen TMII itu. Akupun segera menuju ke ruang makan, karena perutku sudah berdrum band meminta upah.

"Ayo sayang makan." Sesampainya aku di meja makan, aku melihat Mama tengah menyajikkan makanan ke dalam piring untukku.

"Makasih Mamaku sayang," aku menampilkan senyuman terbaikku padanya. Mama duduk di dekatku dan menemaniku makan nasi dengan lauk pauknya ayam goreng. Makanan favoritku dan harus pahanya, kalau bukan pahanya aku tidak mau memakannya. Jangan tanya alasannya, yang jelas upin ipin saja menyukainya, kenapa aku tidak. Simple,

"Sayang,"

"Ya Ma." aku menengok ke arah Mama sambil menggigit ayamku.

"Besok malam bisakah kamu meluangkan waktu."

"Memang ada acara apa, Ma?" tanyaku sangat penasaran, wajah Mama terlihat serius.

"Kami ada pertemuan dengan teman lama, bisakah kamu ikut ke acara makan malam kami?"

"Jam berapa? Besok aku ada latihan bulu tangkis."

"Pukul 08.00 malam, kami akan makan malam bersama."

"Baiklah Mamaku sayang, apa kau senang sekarang?" Mama terlihat tersenyum merekah membuatku bahagia melihatnya. Senyuman Mama adalah kebahagiaanku. Melihat senyuman indahnya itu hatiku terasa sangat damai dan sejuk.

***

Pagi itu aku sampai di kampus dan langsung di sambut oleh Lenna. Dia terlihat senang sekali hari ini, entah karena apa. "Kenapa dengan wajah loe?" tanyaku yang sudah sangat kepo.

"Apa gue sudah terlihat sangat cantik? Apa parfum gue ke cium?" tanyanya begitu antusias membuatku memutar bola mataku malas. Apalagi alasan si Lenong bisa sebahagia ini kalau bukan karena dosen TMII itu.

"Loe berdandan seperti ini untuk si Dosen TMII itu."

"TMII? Apaan tuh? Taman Mini?" tanya Lena.

"Bukan, dengarkan baik-baik nona Lena yang cantik. Dosen TMII itu adalah dosen tengil, menyebalkan, idiot, idihhhh udah gitu tua Bangka." Seketika tawa Lena pecah mendengar ocehanku. Apanya yang lucu? Kata-kataku benarkan?

"Awas lho, terlalu benci lama-lama bisa jadi terlalu cinta. Lagian loe langsung benci karena di hukum kemarin." Lenna masih mentertawakanku.

"Pokoknya hari ini gue sudah menobatkan dosen itu sebagai pria yang harus gue jauhi dan gue benci. Pria arogant dan tengil itu sungguh pengen gue bejek-bejek." Aku sungguh gemas karena pria itu.

"Memangnya loe di hukum apaan kemarin?" tanya Lenna masih terkekeh.

"Kemarin gue di suruh nulis di 10 kertas HVS bolak balik, dan setelah selesai dia membuangnya begitu saja dan dia berkata tulisanku seperti ceker ayam, dan sulit di baca. Dia menyuruhku untuk mengetik ulang menggunakan laptop. Sialan bukan?" aku mengucapkannya dengan penuh dendam dan berapi-api dan Lenna malah semakin tertawa ngakak membuatku ingin mengumpankannya ke ikan Dugong biar di telen bulat-bulat.

"Serius itu?" kekehnya. "Jahil juga tuh dosen."

"Pokoknya gue akan menarik kembali semua pemikiran yang baik padanya. Sekarang dia hanya seorang dosen TMII yang gue benci!" ucapku dengan begitu berapi-api.

"Jangan benci orang sampai segitunya, nanti jadi cinta lho," goda Lenna membuatku bergidik ngeri mendengarnya. Yang benar saja,

"Imposibble!" Aku mulai mengeluarkan bukuku dari dalam tas setelah menjawab ucapan Lenna.

"Lucu jargon dari loe, panjang kali lebar, luas banget" tawanya pecah membuatku mencibir, daritadi dia hanya memikirkan Jargonnya saja. "Tapi ada yang perlu di ralat, dia gak idiot dan tua. Dia masih muda. Baru juga 27 tahun, dan dia juga seorang Dokter. Oh my God !! bukankah itu sangat sempurna Stell. Gue bahkan bisa terserang asma mendadak saat berada di sampingnya. Ya Allah kenapa kau menciptakan makhluk sesempurna Mister Adrian."

Aku memutar bola mataku malas, dia mengatakan sesuatu yang membuatku mendadak mual dan ingin memuntahkan semua isi sarapanku tadi pagi. "Alay loe semakin akut yah, gue khawatir loe makin kritis kalau ke alayan loe sudah memasuki stadium akhir."

"Sialan !!" ucapnya memukul pundakku.

Aku semakin meringis dan mengernyit melihat para siswi hampir semuanya yang ada di kelas kecuali aku tentunya, tengah bercermin dan berdandan, karena sekarang pelajaran Mister TMII itu. Astaga kenapa menyambut dosen saja seperti menyambut seorang pangeran dari negri jiran.

"Good Morning All," sapaan itu menyadarkanku dan dialah si dosen TMII yang baru ku nobatkan sebagai musuhku. Dia tampak berjalan santai dengan senyuman sok coolnya berjalan menuju mejanya. Bukannya langsung ke materi, dia malah berbasa basi dulu dengan kata-kata menyebalkannya.

***

"Ada apa sih ini?"

Aku bertanya pada Lenna yang tampak sibuk dengan makanannya. Lenna menoleh ke sekitarnya saat beberapa gerombolan wanita memenuhi akses masuk Kantin.

"Meneketehe," ucap Lenna mengedikkan bahunya acuh.

Suara para wanita mulai memekan telingaku dan rasanya aku ingin mengguyur mereka semua dengan air comberan biar pada diam. Oh, sekarang aku tau apa alasan semua keributan di sini yang sangat mirip dengan acara jumpa pers.

"Mister Adrian," ucap Lenna dengan mie yang masih menggantung di bibirnya.

"Telen dulu mie nya, Lenna." Aku menegurnya tetapi tatapannya masih tertuju pada dosen sok tampan itu. Dosen itu terlihat memesan makanan untuknya dan tatapannya mengarah kepadaku membuatku langsung membuang muka. Aku tidak ingin bertatapan dengan musuhku.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status