Share

Benang Merah Antara Saudara

A–allant?" Suaraku tersendat, aku tidak tahu apa yang harus kukatakan padanya. "Ke–kenapa kau kemari, Sayang? Dimana Daddy?"

Allant melangkah masuk dan masih menatap bingung kearah Karrel, dan begitu juga dengan Karrel. "All kemari karena Mommy tidak ada," rengeknya mulai meneteskan air mata. Aku lansung turun dari atas tempat tidur lalu meraup tubuh kecil Allant ke dalam pelukanku. Dengan lembut, aku menepuk-nepuk pungungnya agar ia tak menangis lagi. Beberapa saat kemudian, akhirnya Allant berhenti menangis dan akhirnya mulai tertidur lagi.

Allant memang sangat manja padaku, terkadang aku harus menemaninya tidur dan kalau aku tidak ada, dia akan menangis dan mencariku kemana-mana. Aku akhirnya membaringkan Allant di sisi Karrel yang kini menatapku kebingungan. "Dia siapa, Ma?" Karrel bertanya padaku.

Dan sama seperti pertanyaan Allant tadi, aku juga tidak bisa menjawab pertanyaan Karrel yang di lontarkannya padaku sekarang.

Hening, awalnya aku hanya bisa diam. Otakku terus berputar untuk menemukan jawaban yang pas untuk membohongi kedua Anak ini sementara. Bukannya aku ingin menyembunyikan fakta bahwa mereka adalah bersaudara, tapi ini bukan saat yang tepat. Lagipula permasalahanku dengan Sill masih belum selesai dan firasatku mengatakan bahwa masalahku dengan Sill akan berubah lebih rumit dan pelik kedepannya.

"Ma...," Suara lembut Karrel menyadarkanku dari dalam pikiranku sendiri. Aku lansung melihat ke arahnya lalu tersenyum. "Iya. Ada apa Sayang?"

"Anak ini siapa?" Tunjuk Karrel pada Allant yang sedang tertidur kelelahan karena menangis. "Kenapa—"

"Ini adalah teman baru Karrel. Mama ingin kamu berteman dengannya, Sayang. Apa Karrel mau?" Aku berusaha membujuknya dan akhirnya berhasil, walau Karrel masih terlihat ragu dan ingin tetap menanyakan siapa Allant sebenarnya.

"Nanti akan Mama jelaskan tapi bukan sekarang, Sayang. Karrel bisa menunggu bukan?" Ia mengangguk.

Aku lansung tersenyum senang dan mengelus rambutnya. "Terima kasih, Sayang. Mama sangat bahagia jika kalian bisa berteman baik."

Pipi Karrel memerah dan ia pun mengangguk antusias. "Jika Mama senang, Karrel juga senang!" Karrel ikut tersenyum luas dan terlihat begitu ceria. Tidak tampak raut wajah kesakitan atau pucat yang ia miliki tadi. Selain pipinya yang memerah sehat, kulitnya juga kembali menjadi putih seperti porcelain daripada pucat warna mayat.

Aku diam-diam mendesah lega dalam hatiku. Setidaknya Karrel tidak akan banyak bertanya lagi, walau hanya untuk sementara. Lagipula Karrel terlalu kecil dengan usianya yang sekarang, ia pasti tidak akan mengerti apapun. Yang aku khawatirkan sebenarnya adalah Allant. Walau sikap Allant sering manja dan masih kecil, tapi terkadang Allant bisa terlalu peka dan tahu jika aku atau Harold berbohong padanya.

Sekarang Karrel masih menatap penasaran pada Allant, tapi ia hanya mengamatinya saja kali ini.

Lima belas menit kemudian, aku sedang menceritakan sebuah cerita dongeng pada Karrel sampai Allant akhirnya terbangun."Mommy?" Karrel lansung memandang penuh tanya kearahku, ketika mendengar panggilan Allant padaku. Aku menggelengkan kepala dan menaruh satu jariku di atas bibirnya dan Karrel pun menganguk, walau masih jelas terlihat kebingungan di matanya.

Aku mendekat ke arah Allant yang mulai membuka matanya."Selamat pagi, Sayang. Apa kamu lapar?" 

Allant yang masih belum bangun sepenuhnya, mengangguk pelan. Aku mengalihkan pandanganku pada Karrel. "Bagaimana denganmu Karrel? Apa sudah lapar sekarang?" Karrel menganguk antusias. "Apa Mama akan memasak?" Tanyanya penuh harap. Aku mengangguk.

Karrel lansung berseru bahagia, cukup keras hingga membuat Allant kaget dan membangunkan Allant sepenuhnya dari tidurnya."Ugh, hentikan! Jangan berteriak pagi-pagi." Allan menggerutu hampir seperti orang tua dan itu sangat lucu dan hampir aku menjembel pipi gembulnya, jika saja aku tidak menahan tanganku. Ini bukan saatnya untuk terpesona dengan kelucuan Allant yang baru bangun tidur.

Karrel menghentikan seruannya dan memandang Allant intens. Mata besar biru musim dingin berkedip polos memandangi mata hijau musim semi yang menatap sedikit waspada tapi tetap penasaran. "Kamu siapa...?" Allant mengalihkan pandangannya kearahku. "Mommy dia—"

Karrel lansung menerjang Allant hingga membuat mereka bergulingan diatas kasur. Tubuh kecil Allant berjuang untuk melepaskan dirinya dari dalam pelukan Karrel yang memang mempunyai tubuh lebih besar darinya. Aku awalnya terkejut, aku pikir mereka akan bertengkar tapi nyatanya tidak. Karrel lansung melepaskan pelukannya dan lansung memperkenalkan dirinya dengan senyum lebar. "Aku Karrel, namamu siapa?"

"Huh?"

"Kata Mama kita harus berteman! Jadi katakan namamu, agar kita bisa berteman!" 

"Ugh...."

Karrel terus memberondong Allant dengan pertanyaan siapa namamu dan itu sepertinya membuat Allant cukup kesal. Itu terlihat dari bibirnya yang mengerucut dan siap untuk berteriak agar Karrel berhenti, tapi sebelum itu aku lansung membawa Allant dalam gendonganku. "Sebentar Karrel! Mama ingin bicara dulu dengan All. Kamu bisa menunggu kan, Sayang?"

"Umm..., baik." Karrel lansung mengangguk patuh dengan bibir cemberut. Akupun lansung bergegas membawa Allant keluar dari ruangan dan menutup pintu agar Karrel tidak mendengar apa yang akan kukatakan nantinya.

Setelah di anggap aman, aku lansung berbicara pada Allant."All, Mommy—" aku segera ingin tertawa saat itu juga, melihat wajah Allant yang sudah tertekuk karena kesal dengan bibir yang tertekan kebawah dan pipinya yang menggembung seperti ikan Buntel, tapi aku segera menahan tawaku lagi dan berusaha untuk menjelaskan siapa Karrel, walaupun aku terpaksa harus berbohong lagi pada Allant juga.

Aku berusaha memikirkan sebuah alasan hingga akhirnya aku menemukan alasan yang kuanggap cukup untuk menyembunyikan kenyataan pada Allant, walau hanya untuk sebentar. 

"Mommy adalah Godmothernya Karrel, Ibu kandung Karrel telah meninggal." Aku lansung meminta maaf pada Karrel di dalam hatiku. "Jadi, tidak aneh jika Karrel menganggap Mommy adalah Mamanya. Lagipula Karrel sedang sakit, jadi apakah All mau menjadi teman Kak Karrel? Dia hanya lebih tua dua tahun darimu, sayang. Mommy yakin kalian bisa menjadi teman baik." 

Allant terlihat berpikir, tapi ia akhirnya mengangguk. "All mengerti, Mom. Kak Karrel pasti sedih kehilangan Mamanya, karena itu All akan berteman dengan Kak Karrel."

"Iya." Aku tersenyum lalu membelai lembut kepalanya. Dalam hatiku, aku sangat menyesal membohongi mereka. Tapi, ini juga untuk kebaikan mereka sekarang dan lagipula seharusnya aku juga sudah mati dalam kehidupan Karrel, jika saja Sill tidak mempertemukan kami kemarin. Aku mendesah dalam hati.

Dan sampai sekarang pun aku masih tidak mengerti, kenapa Sill ingin aku kembali hidup dalam kehidupan mereka? Ketika sebelumnya dulu Sill ingin mematikan semua keberadaanku dari hidupnya.

Sekali lagi, aku tidak mempunyai jawaban dari semua pertanyaan itu dan hanya Sill lah yang bisa menjawab semuanya.

Setelah aku menganggap Allant sudah mengerti, aku membawanya kembali ke dalam kamar. Karrel masih di atas tempat tidur tapi kini ia lebih memilih untuk duduk di sisinya dengan kakinya di goyangkan dan sepertinya bosan. Ketika dia melihat kami masuk, Karrel lansung tersenyum lebar dan ingin turun dari atas tempat tidur tapi aku mencegahnya. "Jangan turun, Sayang! Biar kami yang kesana, tubuhmu masih terlalu lemah!" Karrel menurut dan ia kini tetap diam di tempat, walaupun ia terlihat sedikit kesal.

Aku menurunkan Allant dari gendonganku dan Karrel tersenyum melihat Allant dengan sedikit memiringkan kepalanya. Allant juga merespon dengan mendekat kearah Karrel walau awalnya dengan langkah ragu-ragu. "Kak Karrel?"

"Umm...." Karrel masih menunggu.

Kini Allant ada di depan Karrel, ia mengulurkan tangannya."Namaku Allant, tapi Kak Karrel bisa panggil All saja."

"All..." Karrel menatapku. "All, apakah kamu mau jadi teman Karrel?" Allant mengangguk. Karrel lansung tersenyum senang dan mengenggam tangan Karrel. "Kalau begitu mulai sekarang All mulai sekarang adalah teman Karrel." 

"Iya!" Allant juga terlihat antusias.

"Sekarang siapa yang sudah lapar?" Aku tersenyum pada mereka berdua.

"All!"

"Karrel juga!"

Kedua anak itu mengangkat tangannya keatas bersamaan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status