Share

Persimpangan Musim Dingin Dan Musim Semi

Aku mengandeng Allant dengan tangan kiriku dan Karrel dengan tangan kananku. Kami bertiga berjalan bergandengan menuju dapur sekaligus ruang makan yang bersatu di lantai bawah. Selama perjalanan aku mendengar celotehan dari Allant dan Karrel lalu setelah itu mereka akan menyanyikan lagu acak yang tidak kukenal. Aku tersenyum dan akhirnya ikut bersenandung bersama mereka.

Tiba di lantai bawah, kami lansung menuju dapur. Dapur bersatu dengan ruang makan itu awalnya adalah ide Harold, begitu juga semua desain rumah ini baik di luar ataupun yang di dalam. Ruangan dapur bernuansa sedikit gelap dengan warna coklat berbahan dasar kayu dengan gaya sedikit klasik, tapi sebagian besar bergaya minimalis. Meja makan berbentuk persegi panjang berada di tengah ruangan dengan enam kursi kayu yang mengelilinginya.

Sebenarnya ruangan ini di desain agar terlihat tidak terlalu mewah dan sederhana. Akan tetapi,  aku masih tetap bisa merasakan kemegahan khas Bangsawan di dalam ruangan ini, bagaimanapun desain awal dari ruangan ini sebenarnya adalah meniru gaya desain dapur yang berada di dalam Manor keluarga Black. Dan tentu ini hanya skala kecilnya saja, karena mustahil untuk meniru semuanya.

Aku menarik sebuah kursi untuk Allant dan satu buah kursi lainnya untuk Karrel dan akupun mendudukan mereka di atasnya. Dan menyuruh mereka menunggu sampai makanan siap.

Lalu aku pun segera memasak, aku awalnya bingung mau memasak apa, tapi akhirnya aku putuskan untuk membuat Full Breakfast saja, selain untuk meningkatkan kesehatan Karrel, itu juga cukup mudah untuk di buat. Pertama aku membuat telur mata sapi lalu bacon, sosis, roti bakar, baked beans (kacang putih yang dimasak dengan saus tomat), dan terakhir tomat goreng. Aku juga menyiapkan tiga gelas jus apel untukku, Karrel dan juga Allant, secangkir kopi Java Arabica untuk Harold dan secangkir teh bunga Camomile untuk Sill.

Tidak berapa lama kemudian, akhirnya Harold dan Sill datang bersama-sama. Aku terkejut ketika melihat kedatangan mereka, tapi akhirnya memilih untuk diam ketika melihat wajah Sill yang tertekuk seperti sedang menahan kesal dan menatap tajam Harold. Di sisi lain Harold malah terlihat sangat santai, bahkan aku bisa melihat Harold tersenyum, walaupun ia berusaha menyembunyikannya.

Apa yang sebenarnya telah terjadi? Aku sangat bingung.

Memberikan setiap satu orang satu piring yang berisi satu set Full Breakfast serta minuman masing-masing, aku pun akhirnya duduk dan berniat untuk menikmati sarapan pagiku, tentu saja setelah sebelumnya kami mengucapkan doa sebelum makan. Tapi, belum sempat aku menggali kedalam makananku, aku di hentikan oleh pertanyaan Sill yang ia lontarkan padaku. "Kau masih mengingatnya?"

Aku berkedip bingung melihatnya. "Mengingat apa?"

Ia mengangkat cangkir teh dan memperlihatkannya padaku. "Kau masih mengingat teh yang selalu kuminum setiap pagi dulu."

Aku mendengus. "Lalu memang mengapa? Itu tidak ada yang aneh sama sekali. Aku hidup denganmu selama satu tahun, tentu aku mengetahuinya."

"Dan menguntitku selama empat tahun. Jadi kau tahu semua kebiasaanku selama lima tahun." Sambung Sill dan itu sungguh membuatku kesal. Aku membanting tanganku diatas meja dan memelototinya. "Sill kau—"

"Mama..., jangan bertengkar dengan Papa." Karrel menghentikanku dengan melihatku mata penuh permohonan. "Papa juga jangan membuat Mama marah. Papa sudah janji tidak akan membuat Mama menangis lagi bukan?" Sambung Karrel melihat Sill dengan mata yang sama.

Aku dan Sill langsung terdiam dan tidak tahu harus berbicara apa sekarang. Aku benar-benar merasa sangat malu karena telah melakukan tindakan yang kekanak-kanakan.

"Mommy?" Tangan kecil Allant menarik ujung gaunku. "Kenapa Mom marah? Jangan marah lagi ya?" Allant kini juga memintaku dengan mata memohon yang sama. "All tidak mau melihat Mommy marah atau sedih, karena All ingin Mommy tersenyum."

Aku mengangguk lalu tersenyum lembut dan membelai kepala Allant lembut. "Tidak akan, Sayang. Maaf Mommy membuat All takut dan khawatir."

Aku melihat Karrel. "Maafkan Mama juga sayang," aku juga ikut membelai lembut kepalanya dengan tanganku yang lain.

Harold hanya tersenyum, tapi matanya melirik tak suka pada Sill. Sedangkan Sill sekarang hanya diam dan mengabaikan kami semua seraya melanjutkan sarapannya dengan tenang.

Dia bahkan tidak mengatakan rasa penyesalannya dengan meminta maaf walau satu katapun. Mendesah kesal dalam hati, seharusnya aku tahu Sill tidak akan pernah meminta maaf padaku.

Melihat Karrel yang begitu terlihat senang dengan pipi menggembung memakan sarapannya, perasaan jengkel di hatiku tiba-tiba menghilang. Setidaknya Karrel bisa tersenyum bahagia sekarang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status