Share

Jangan Pernah Menyakiti Hati Kurenai!

🌺 Happy Reading 🌺

"Baiklah jika kalian telah sama-sama menerima perjodohan ini. Maka apakah kalian juga bersedia jika pernikahan ini akan dilakukan dua minggu lagi?" tanya ayah Kurenai sambil menatap anak dan juga calon menantunya.

"Apakah ini tidak terlalu cepat, Ayah?" tanya Kurenai yang sebenarnya keberatan karna pernikahan yang begitu cepat akan terlaksana mengingat dirinya belum begitu mengenal siapa Kaiso sebenarnya.

"Tidak, Sayang, karena bagi kami selaku orang tua akan lebih cepat lebih baik untuk meresmikan hubungan kalian. Bukan begitu, Nak?" tanya mamah Kaiso menatap anaknya yang tengah duduk di sampingnya.

"Ah iya, Mah, Kaiso merasa tidak keberatan sama sekali jika pernikahan ini akan dilakukan 2 minggu lagi. Kaiso akan menerima apapun keputusan yang terbaik dari kalian selaku orang tua saya," ujar Kaiso menegaskan setiap kalimatnya.

"Baik, jika Nak Kaiso telah setuju. Bagaimana denganmu, Nak?" tanya ayah Kurenai lagi kepadanya. Namun Kurenai tak kunjung menjawabnya karena dia juga merasa bingung apa yqng harus dijawabnya. Dia merasa dilema. Dia memang mau menikah tapi tidak secepat itu, dikarenakan dia pun juga sudah mau mulai praktek di rumah sakit.

"Udahlah, Kak, terima aja. Lagian, kan, Kakak sama Kak Kaiso juga sudah sama-sama menerima perjodohan ini. Mau 2 minggu lagi ataupun sebulan lagi toh juga sama aja, kan! Ujungnya akan tetap menikah," ujar Azura yang melihat kebimbangan di wajah kakaknya.

"Sayang, kami semua menunggu jawabanmu, Nak," tanya ibu Kurenai yang menunggu jawaban anaknya.

Kurenai pov

"Apa yang sebenarnya kupikirkan? Mengapa aku rasa tidak enak dengan pria ini, kenapa begitu banyak teka-teki yang kulihat di wajahnya?

"Kenapa begitu cepat pernikahan ini akan terlaksana, 2 minggu lagi masa bebasku. Apakah aku bisa menjadi istri yang baik nantinya? Apakah aku bisa membagi waktuku nantinya l? Mengingat aku yang akan mulai praktek dan mengurus cafe yang baru saja kubangun. Keputusan apa yang harus aku ambil saat ini?

"Udahlah, Kak, terima aja. Lagian, kan, Kakak sama Kak Kaiso pun sudah menerima perjodohan ini, mau 2 minggu lagi ataupun sebulan lagi toh juga sama aja kan! Ujung-ujungnya menikah," ujar Azura kepadaku.

"Ini bocah, yah, kenapa ikut-ikutan menyudutkanku dianya? Huft, awas aja yah, kamu kena nanti dariku. Tapi apa yang harus kujawab sekarang, aku bingung, Tuhan, ini semua terlalu mendadak bagiku. Mengingat diriku yang baru saja datang ke negara ini.

"Sayang, kami semua menunggu jawabanmu, Nak," tanya ibu kepadaku.

"Baiklah, aku akan menerima, aku akan mencoba belajar arti rumah tangga dan menjadi istri yang baik buat dia, aku harus membahagiakan orang tuaku dengan menerima apapun keputusan mereka, ya lebih baik begini saja.

Author pov

"Iya, Ayah, Ibu dan Tante, Kurenai akan menerima apapun keputusan kalian, kapanpun kalian menginginkan pernikahan ini terjadi maka Kurenai akan menerima apapun itu keputusannya," ucap Kurenai mencoba tersenyum kepada semua orang yang berada di sana.

Tanpa sadar Kaiso melihat senyum itu pun langsung merasakan debaran jantung yang seakan mau berhenti berdetak. Detakannya pun begitu cepat sehingga mau meledak rasanya.

"Oh God, kenapa senyuman itu mampu membuat jantungku seperti ini, bahkan ketika aku bersama Arine tidak pernah seperti ini," ujar Kaiso dalam hati yang sambil terus tunduk karena tidak tahan menahan detakan jantungnya yang terus berpompa kencang di setiap dia melihat senyum wanita itu.

" This, God, can't be happening (Tuhan, ini tidak boleh terjadi), aku memiliki Arine yang aku harus jaga hatinya. Aku mencintainya begitupun dia, aku tidak ingin mengecewakannya, Tuhan," ucapnya dalam hati yang tidak ingin merasakan debaran jantungnya terhadap Kurenai.

"Baiklah, jika kedua belah pihak telah menerima perjodohan ini, maka kami segenap pihak keluarga menyepakati pernikahan akan tejadi dua minggu lagi," ucap ayah Kurenai dengan tegas.

"Terima kasih yah, Kurenai Sayang, kamu telah mau menerima anak Tante sebagai suami kamu," ucap mamah Kaiso yang sambil memegang kedua tangan Kurenai sambil mengeluarkan tetesan cairan bening dari matanya, dia tak sanggup menahan haru kebahagiaannya karena pernikahan ini.

Dia berharap dengan adanya pernikahan ini akan mengubah kepribadian Kaiso menjadi lebih baik lagi, dan bisa membuka mata dari anak laki-lakinya bahwa wanita yang bernama Arine memanglah tidak baik. Dan dia berharap suatu saat nanti Kaiso akan sadar bahwa selama ini dia telah salah dalam memilih seseorang yang dia cintai. Dan dia menginginkan segala usaha dan harapannya saat ini tidak akan sia-sia.

"Iya, Tante, sama-sama. Bagi Renai, Tante sudah seperti orang tua Renai juga. Kebahagiaan Tante pun juga kebahagiaan Renai, Tante," ucapnya sambil menghapus air mata di kedua pipi mamah Kaiso.

"Jangan panggil Tante yah, Nak, panggil Mamah, Sayang! Karwna sebentar lagi kamu akan jadi menantu Mamah," ucap mamah Kaiso lagi pada Kurenai.

"Iya, Mah," ucap Kurenai dengan menganggukkan kepalanya.

"Terima kasih juga kepada kalian, Zaiko, dan kamu, Amoera, terima kasih karena kalian selaku orang tua dari Kurenai yang mau menerima perjodohan ini. Terima kasih karwna telah memiliki putri yang sangat cantik dan baik hati seperti Kurenai yang sangat cocok menjadi menantu saya. Terima kasih banyak," ucap mamah Kaiso tulus menatap kedua orang tua Kurenai.

"Tidak perlu berterima kasih seperti itu, Meta. Kami selaku orang tua dari Renai pasti mengaharapkan yang terbaik untuk anak-anak kita. Apapun yang terjadi ke depannya itu pun tetap akan menjadi tanggung jawab kita sebagai orang tua agar mendidik anak-anak kita menjadi istri dan suami yang baik di kehidupan selanjutnya," ucap ayah Kurenai yang hanya diangguki oleh mamah Kaiso.

"Dan untuk kamu, Kaiso. Saya adalah orang pertama yang memeluknya, memanjakannya dan menerima apapun yang dia perbuat selama ini, saya adalah orang pertama yang mencintai dia dan akan selamanya, tapi sekarang di saat dia telah dewasa seperti ini, aku harus melepaskan dia kepadamu. Orang kedua yang akan memberikannya cinta dan kasih sayang setelahku. Jadi dengan sangat, saya memohon kepadamu, tolong sayangi dia, berikan dia cinta sebesar cinta kami kedua orang tuanya, jangan pernah menyakitinya apalagi sampai bertindak keras kepadanya. Jika suatu saat nanti kamu sudah tidak suka dengannya, tidak bisa menerimanya lagi menjadi pasangaanmu, lepaskan dia! Pulangkan dia! Saya selaku orang pertama yang mencintainya akan selalu membuka pintu lebar untuk menerimanya kembali," ucap ayah Kurenai yang tidak sadar meneteskan air matanya yang sebenarnya tidak ingin melepas putrinya dengan orang lain.

Deg.

Jantung Kaiso seakan berhenti seketika mendengar perkataan dari ayah Kurenai, dia serasa tidak bisa membuka mulutnya untuk berbicara dan menjanjikan apapun, karena dari awal niatnya menikahi Renai hanya untuk menutupi dan menyembunyikan hubungannya dengan Arine saja tidak lebih, tapi bagaimana jika orang tua Kurenai tahu akan niatnya itu? Bisa-bisa dia dikirim ke Antartika.

"I..i..iiy..iyaah, Om, saya akan berjanji akan selalu menyayangi dan memberikan cinta sepenuhnya kepada Renai," jawabnya yang sebenarnya dia pun enggan untuk menjanjikan hal itu, tapi demi keselamatannya malam ini dia pun akhirnya mengucapkan janji itu.

"Terima kasih," ucap ayah Kurenai menatap Kaiso

"Sama-sama, Om," jawab Kaiso menganggukkan kepalanya.

Tidak terasa malam sudah begitu lewat. Pembicaraan tentang perjodohan pun akhirnya telah selesai dan diakhiri di saat malam telah menunjukkan pukul 10.35 malam yang sangat panjang dan indah, menurut mereka.

"Baiklah kalo begitu, kami pulang dulu yah. Terima kasih telah mengundang kami makan malam dan menerima perjodohan ini," ucap mama Kaiso yang berpamitan kepada penghuni rumah.

"Iya, sama-sama. Nanti kan kalo sudah jadi besan jadi lebih sering ngundang makan malam dong pastinya," ucap ibu Kurenai yang berjalan mengantarkan para tamunya ke pintu luar rumahnya.

"Kamu jaga diri baik-baik yah, Nak, ingat sebentar lagi kamu akan menikah persiapkan dirimu dengan baik yah, Sayang," ucap mamah Kaiso lagi dengn mengelus rambut milik Kurenai.

"Iya, Mah. Renai akan persiapkan diri dengan sebaik mungkin untuk pernikahan ini," ucap Kurenai sambil mencium punggung tangan mamah Kaiso.

"Kalo begitu, kami pamit yah, Zaiko dan Amoera," ucap mamah Kaiso yang sambil bercipika-cipiki bersama ibu Kurenai.

"Saya juga pamit ya, Ayah, Ibu," ucap Kaiso yang mencium punggung tangan kedua orang tua Kurenai. Dia pun memulai memanggil kedua orang tua Kurenai dengan sebutan ayah dan ibu karena permintaan dari Zaiko langsung.

Setelah berpamitan Kaiso dan mamahnya pun masuk ke mobil dan mulai meninggalkan kediaman keluarga Victorus , di saat mobil itu sudah menghilang dari perkarangan rumah, keluarga Victorus pun ikut masuk ke dalam rumah.

"Ehm, Ayah, Ibu, Azura masuk kamar duluan yah. Udah capek nih, ngantuk, besok juga ada meeting pagi," ucap Azura yang berpamitan kepada kedua orang tuanya dan mencium pipi kedua orang tuanya itu.

"Iya, udah sana masuk," ucap ibunya.

"Kurenai juga ya, Ayah, Ibu. Kurenai besok sudah mulai harus ke rumah sakit untuk mulai praktek," ucap Kurenai yang sambil memegang keningnya yang mulai sakit karena menahan rasa letih dan ngantuknya.

"Loh emangnya besok udah mulai praktek, Sayang?" tanya ayahnya.

"Iya, Ayah, besok Kurenai udah mulai praktek di rumah sakit," ucap Kurenai sambil menguap.

"Baiklah, kalo begitu masuk dan beristirahatlah, Sayang. Ayah tahu malam ini adalah malam yang melelahkan bagimu," ucap ayah Kurenai.

"Baiklah, Ayah, Ibu, Renai masuk duluan ya, bye," ucapnya yang tak lupa mencium kedua pipi orang tuanya.

"Kalo begitu, kita masuk juga ya, Bu. Ayah juga letih seharian ini plus besok Ayah juga harus ke kantor," ucap ayah lagi dan diangguki oleh ibunya.

Dan berakhirlah malam ini, malam yang begitu panjang bagi mereka semua.

Di lain sisi, di sebuah mobil, terlihat Kaiso dan mamahnya tengah berada di jalan menuju rumah mereka, yang awalnya hening lalu mulai terjadi perbincangan.

"Menurutmu bagaimana, Nak?" tanya mamahnya pada Kaiso.

"Bagaimana apannya, Mah?" tanya Kaiso balik.

"Huft, setelah kamu menerima perjodohan ini, Mamah harap kamu memutuskan hubunganmu dengan kekasihmu itu," ucap mamahnya dengan tegas.

"Iya, Mah, nanti Kaiso pikirkan bagaimana cara agar bisa putus dari Arine," ucapnya datar.

"Mamah harap kamu bisa memegang kata-katamu, Kaiso," ucap mamanya terdengar seperti ancaman bagi Kaiso.

"Iya, Mah, iya," jawab Kaiso malas.

"Kamu jangan main-main ya. Ingat, jangan pernah menyakiti hati Kurenai! Jika kamu sampai melakukannya maka jangan panggil mamahmu dengan sebutan Mamah karena aku bukan lagi orang tuamu! Mengerti?" ucap mamahnya tegas, sedangkan Kaiso hanya bisa menelan salivanya dalam-dalam.

"Iii..ii.iiya, Mah," ucap Kaiso datar yang sebenarnya kesal karena mamahnya lebih mementingkan perasaan orang lain dibandingkan dia anak kandungnya sendiri.

"Bagus," ucap mama lagi namun Kaiso tak menjawab dan seketika hening sepanjang perjalanan hingga sampai ke rumah mereka.

To Be Continue. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status