Zico lalu melangkahkan kakinya dengan cepat menaiki anak tangga untuk menuju kamarnya. Dia harus memastikan keadaan Nara saat ini. Nara tidak boleh mati dengan mudah seperti keinginannya. Dia harus merasakan penderitaan yang sama sepertinya sewaktu dia masih berumur 19 tahun.
“Buka!” ucap Zico tiba-tiba dengan suara tingginya seraya menggedor-gedor pintu kamarnya.Nara yang memang masih duduk bersimpuh di depan pintu itu merasa terkejut dengan suara gedoran pintu yang disertai suara Zico yang tiba-tiba. “Iblis itu, dia datang,” gumamnya.“Tikus kecil, aku bilang buka! Atau aku akan mendobrak pintu ini!”Nara sontak berdiri saat mendengar suara Zico yang semakin meninggi. Dia perlahan berjalan mundur, dia harus mencari cara untuk menghentikan Zico membuka paksa pintu kamarnya, saat ini Nara masih belum siap untuk meladeni Zico. Terlebih jika Zico menginginkan haknya.“Ti-tidak, a-aku tidak mau membuka pintunya,” gumamnya lagi yang terdengar oleh Zico.“Sepertinya kau menganggap sepele perkataanku, baiklah aku tidak akan sungkan lagi!” Zico sepertinya sudah habis kesabaran, dia mendobrak pintu itu dengan sekali gerakan.Gubrak, pintu itu langsung terbuka dan terdengar suara jeritan Nara yang terkejut dengan suara dobrakan pintu, dia juga menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, karena rasa terkejutnya itu.“Bagus sekali, kau pura-pura mati dengan cara tidak mengeluarkan suara sedikit pun? Apa kau sungguh ingin cepat-cepat menyusul keluargamu!”Nara kembali gemetar ketakutan saat melihat Zico dengan perkataan kasarnya.Zico menutup kembali pintu kamarnya dengan keras, dia lalu melangkahkan kakinya mendekati Nara yang terlihat sudah benar-benar ketakutan, di dalam pikirannya sudah terlihat kelebatan-kelebatan adegan yang sepertinya akan Zico lakukan padanya.Nara benar-benar merasa takut, jika dia bisa memilih, sungguh dia akan lebih memilih untuk menyusul kedua orang tuanya dan juga adiknya. Tapi hal itu mustahil, iblis di depannya ini tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi, kecuali Zico sendiri yang mengirimnya untuk bertemu dengan keluarganya.“Ja-jangan mendekat!” ucapnya dengan susah payah.Namun, Zico tidak memedulikan apa pun yang Nara ucapkan. Dia hanya terus melangkahkan kakinya mendekati Nara, tatapannya sangat tajam bahkan dengan tatapannya saja, Nara merasa sudah tertusuk sangat dalam.Zico langsung menarik Nara ke pelukannya saat dia sudah bisa menggapai wanita itu dengan tangannya.Nara mencoba mendorong Zico dengan sekuat tenaganya, namun semua itu sia-sia. Rangkulan tangan Zico pada pinggangnya terlalu erat, sehingga Nara yang memang memiliki tubuh kecil dengan tinggi badan yang mungil juga sangat kesusahan untuk mengimbangi kekuatan Zico, terlebih dia hanyalah seorang wanita.Zico mendekatkan wajahnya pada wajah Nara, terlihat api amarah yang begitu besar dari mata Zico padanya. “Bukankah aku sudah bilang kemarin, bahwa hari ini aku akan menunjukkan rasa sakit yang sebenar-benarnya padamu. Jadi bersiaplah!”Nara melebarkan matanya, ketika mendengar ucapan mengerikan yang keluar dari mulut Zico. Tangannya yang saat ini berada di dada Zico terasa sangat dingin dan juga bergetar. Pikirannya terus melayang memikirkan hal apa yang akan Zico lakukan padanya. Semengerikan apa rasa sakit yang akan Zico berikan padanya.Zico lalu melepaskan Nara, dia melihat Nara dari atas sampai bawah. Zico memamerkan smirknya ketika melihat penampilan Nara yang masih menggunakan pakaian pengantin. “Jadi kau masih memakai pakaian ini? Apa kau sangat menyukai pakaian pengantin ini, atau karena warnanya putih, sehingga kau berpikir bahwa pakaian ini cocok untuk berkabung atas meninggalnya keluargamu?”Clakk, air mata Nara turun membasahi pipinya tanpa seizinnya. Sekuat apa pun dia menahan air matanya untuk tidak turun, tapi rasa takut di hatinya mengalahkan pertahanannya. Walau bagaimanapun laki-laki di hadapannya ini benar-benar semenakutkan iblis.“Ussshh usshhh, ini bukanlah waktu yang tepat untuk mengeluarkan air matamu, kau harus mengeluarkan air matamu di waktu yang tepat, bukan?”Entah kenapa ucapan Zico semakin membuat detak jantung Nara semakin berdetak cepat, entah apa sebenarnya yang akan Zico lakukan.Nara tersentak saat tiba-tiba Zico menarik tangannya dan melemparkan tubuhnya ke atas ranjang. Seperti sebelumnya, tubuh Nara terpelanting dengan kerasnya ke atas ranjang besar itu. Zico langsung membuka jas dan juga kemeja yang dipakainya. Nara semakin terkejut saat melihat Zico sudah membuka semua kancing kemejanya dan memperlihatkan bentuk tubuhnya yang sempurna.Zico memang memiliki wajah yang sangat tampan, dengan warna kulitnya yang putih, bola mata berwarna cokelat, hidung mancung, tubuh yang menjulang tinggi tegap dan juga otot-otot seksinya. Dia termasuk tipe suami ideal yang diidam-idamkan banyak wanita, walaupun kenyataannya Zico memang selalu diikuti banyak wanita yang menginginkannya. Namun, bagi Nara semua kesempurnaan itu tidak berarti apa-apa. Karena di matanya, Zico hanyalah seorang iblis yang sudah membantai keluarganya tidak lebih dan tidak kurang dari itu.Perlahan Zico mulai mendekati Nara, malam ini dia sudah bersiap untuk menyiksa tikus kecil yang ada di hadapannya.“Ja-jangan!” Nara terus menggeser tubuhnya menjauh dari Zico. Tapi Zico tidak akan semudah itu melepaskannya, dia justru lebih senang jika wanita di depannya ini terus memberontak, karena itu artinya dia akan lebih menderita.“Wanita, sayangnya malam ini. Aku tidak ingin mendengar kata penolakan,” ucapnya.Zico langsung meraih tangan Nara dan merobek dengan brutalnya pakaian pengantin yang dipakai Nara.Nara langsung melindungi tubuhnya dengan kedua tangannya saat Zico sudah berhasil merobek pakaiannya.“Ja-jangan, aku mohon.” Nara masih berusaha untuk menghentikan Zico melakukan hal itu, karena sungguh dia masih sangat berat menyerahkan kesuciannya pada Zico, walaupun sekarang Zico sudah sah menjadi suaminya, tapi Nara masih belum bisa menerima Zico sebagai suaminya.Zico kembali tidak menggubris permohonan Nara, dia malah memegang kedua tangan Nara yang berusaha menutupi tubuh polosnya. Sekuat apa pun Nara mempertahankannya, tetap saja dirinya kalah. Karena kekuatannya jelas kalah jauh dari Zico, dia hanyalah seorang wanita kecil yang lemah. Berbeda dengan Zico yang memiliki tubuh kekar dan atletis.Zico berhasil melepaskan perlindungan tangan Nara dari tubuhnya, sesaat kemudian Zico pun langsung mencium bibir Nara dengan brutal. Dia memaksa dengan kasarnya bibir Nara untuk terbuka, agar lidahnya bisa menjelajahi setiap inci mulut Nara.Zico mencium Nara dengan begitu lamanya, hingga Nara merasakan sesak di dadanya dan tidak bisa bernafas. Nara berusaha untuk mendorong Zico agar melepaskan pautan bibirnya, tapi rupanya Zico masih enggan untuk melepaskan pagutan bibirnya itu pada bibir Nara.Nara memukul-mukul dada bidang Zico dengan kerasnya, dan akhirnya Zico pun melepaskan ciumannya pada Nara. Mulut Nara menghembuskan nafas yang terengah-engah saat berhasil lepas dari bibir Zico. Namun, baru saja Nara bisa mengambil nafas. Tak lama kemudian Zico langsung menyerangnya lagi. Dia kembali mencium Nara dengan brutalnya, namun kali ini Zico tidak hanya mencium bibir Nara, tapi dia melakukannya ke seluruh tubuh Nara hingga menimbulkan bekas merah di sana.“Ahhhh sakittttt, sakitttt hiks!” teriak Nara dibarengi dengan bulir-bulir bening yang keluar dari pelupuk matanya saat merasakan selaput daranya robek karena hantaman benda keras milik Zico.Nara bukan hanya merasakan sakit di bagian bawah perutnya, tapi dia juga merasa sakit di hatinya, karena mahkotanya telah direnggut oleh suami yang tidak diinginkannya dan juga tidak menginginkannya.Zico terus menyiksa Nara di malam itu semalaman, dia tidak melepaskan Nara sedetik pun sampai dia sendiri yang merasa puas dan menghentikannya.Di malam itu, Zico tidak memedulikan sama sekali tangisan dan juga rintihan yang keluar dari mulut Nara. Zico malah membisikan sesuatu yang membuat hati Nara semakin sakit karena ucapannya. “Dengar tikus kecil! Kau tak lebih, hanya seorang boneka ranjangku. Kau tidak berhak menolakku, karena tugasmu hanya melayaniku sebaik mungkin di atas ranjang.”Sinar matahari kini sudah naik cukup tinggi. Karena waktu sudah menunjukkan pukul 08.12 pagi. Nara terbangun dari tidurnya, dia merasa seluruh tubuhnya remuk, terutama di bagian bawah perutnya. Saking sakitnya dia bahkan tidak bisa bergerak sedikit. pun.Nara mencoba untuk bangun dan duduk di atas tempat tidur, dia menutupi tubuh polosnya dengan selimut berwarna putih. Saat Nara menarik selimut itu untuk menutupi tubuhnya, dia melihat noda darah yang begitu banyak menodai warna seprei yang awalnya seputih salju.Air mata Nara kembali menetes ketika melihat noda darah itu. Dirinya sudah ternodai oleh seorang suami yang hanya menganggapnya sebagai boneka ranjangnya tidak lebih dari itu.“Nona, Anda sudah bangun?” tanya pelayan Sari yang memang menjadi penanggung jawab Nara di rumah Zico.Nara tidak menjawab pertanyaan pelayan Sari, dia hanya menundukkan wajahnya dengan lelah dan lesu.“Tuan sudah pergi ke kantor sejak pagi tadi Nona.” Sari memberitahukan hal yang tidak Nara tanyaka
Zico kembali ke ruangannya dengan penuh emosi, dia menutup pintu ruangannya dengan sangat keras, beruntung Jo yang berada di belakangnya bisa menghindar saat pintu itu hampir saja menghantam wajahnya.“Jo, siapa yang berwenang memasukkan para karyawan baru?” tanya Zico.“Pak Hartawan Tuan,” jawab Jo.“Urus dia!”“Baik Tuan.” Jo langsung membungkukkan badannya dan keluar dari ruangan Zico, dia menyuruh salah satu staf sekretarisnya untuk memanggil pak Hartawan ke ruangannya.Beberapa menit kemudian, pria yang berumur kira-kira 37 tahun itu datang ke ruangan Jo dengan perasaan gugup.Tok tok. “Sekretsris Jo, ini saya Hartawan.”“Masuk!” sahutnya.Hartawan pun masuk dengan perasaan takut, dia berpikir apakah dia telah melakukan kesalahan besar sampai-sampai sekretaris Jo memanggilnya.“Anda memanggil saya?” tanya Hartawan yang sekarang sudah berada di depan meja kerja Jo.“Apa kau sudah tahu, kenapa kau dipanggil kemari?” tanya balik Jo.Hartawan terlihat sangat bingung, kenap
Pelayan Sari memapah Nara sampai ke ruang makan, terdapat 4 pelayan yang berdiri di samping meja makan, tugas mereka adalah melayani tuan dan nona mereka saat sedang berada di meja makan.Saat Nara telah sampai di ruang makan, ke empat pelayan itu langsung membungkukkan badan mereka kepada Nara seraya mengucapkan selamat siang kepadanya dengan serentak.Salah satu dari mereka menarik kursi makan untuk Nara duduki. Dengan bantuan dari pelayan Sari, Nara pun duduk di sana. “Terima kasih,” ucapnya kepada ke empat pelayan itu dan juga pelayan Sari.“Nona, keadaan Anda sangat lemah. Saya menyuruh koki untuk memasakan Anda sup daging sapi agar kondisi Anda kembali pulih.” Pelayan Sari menyuruh pelayan yang bertugas menyiapkan makanan agar segera memberikan makanannya kepada Nara.Pelayan itu pun membungkuk dan menaruh sup dan juga nasi pada piring dan mangkuk Nara. “Silakan Nona,” ujarnya.Nara mendongak dan melihat kepada Sari dengan tersenyum. “Terima kasih, aku akan memakannya," uc
Nara kembali ke kamarnya dengan perasaan tidak tenang, dia bahkan menutup kamarnya dengan tangannya yang sudah gemetaran.“Tidak, aku tidak mau tinggal di sini lagi. Ini bukan rumah tapi sarang bagi para psychopath, aku tidak mau! Bagaimana pun caranya aku harus keluar dari sini,” ucapnya.Nara berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya, dia harus mencari cara yang tepat agar bisa melarikan diri dari iblis itu, dia tidak bisa tinggal lagi di rumah ini walau sedetik pun.“Awww,” ringisnya saat kembali merasakan sakit di bagian bawah perutnya. “Sakit sekali.” Nara pun akhirnya memilih untuk duduk, karena jika dipaksakan terus bergerak, rasa sakitnya pasti akan semakin terasa.“Bagaimana caranya aku kabur dari sini? Aku harus melakukannya dengan hati-hati, jangan sampai mengundang rasa curiga dari semua pelayan yang ada di sini. Terutama kepala pelayan itu, sepertinya dia adalah tangan kanan kedua setelah orang bernama Jo itu.”Setelah lama berpikir, Nara pun akhirnya mendapatkan ide
Glek! Nara menelan salivanya dengan gugup. Ketika tangannya terangkat untuk mengetuk pintu di depannya. “Jangan takut Nara, jika kau ingin keluar dari sini. Kau harus memberanikan dirimu,” ucapnya meyakinkan dirinya sendiri.“Masuklah Nona!” ujar pak San yang berada di dalam ruangan.Nara tersentak saat mendengar ucapan pak San yang menyuruhnya untuk masuk. “Bagaimana dia bisa tahu kalau aku ingin masuk ke ruangannya? Padahal pintunya tertutup dan aku tidak berbicara sama sekali, apa dia itu paranormal?” bingungnya.Dengan perasaan gugup dan takut, Nara pun memegang gagang pintu ruangan pak San.Ceklek! Suara pintu terbuka pun terdengar. Nara masih terus menerus menelan salivanya untuk menghilangkan rasa gugupnya.Pak San rupanya sudah melihat ke arah Nara yang baru saja masuk ke dalam ruangannya “Saya sudah menduganya, bahwa Nona pasti akan menemui saya,” ucapnya dengan tersenyum.Pak San lalu berdiri dan melangkahkan kakinya mendekati Nara yang masih terdiam di depan pintu.
Nara terus melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah sakit walaupun rasa risi dan juga khawatir terus menerpanya, namun Nara harus tetap terlihat biasa saja. 'Aku harus bisa membodohi mereka, jika aku izin ke kamar mandi. Mereka pasti akan menyuruh Sari untuk mengikutiku, itu artinya aku harus membuat Sari meninggalkanku dulu.’ Pikirnya.Nara kembali melirik ke samping kirinya, di mana di posisi itu terdapat Sari yang dengan setianya menemani langkah kakinya. “Aduhhhh,” ringis Nara tiba-tiba.Sontak Sari dan kedua pengawal itu pun langsung terkejut dan menghampiri Nara. “Ada apa, Nona? Apa Anda baik-baik saja?” tanya Sari dengan wajah khawatir.“Aku baik-baik saja, aku hanya merasa lemas karena kurang minum. Hmm Sari bisakah kau belikan aku minum,” pinta Nara.“Biar saya saja Nona,” ucap salah satu pengawal itu.“Tidak! Aku maunya Sari. Sari kan pelayanku, dia yang harusnya melayaniku,” kukuhnya.Dengan tatapan ragunya, Sari melihat ke arah pengawal yang tadi berbicara. Da
“Maafkan saya Tuan, jika saya mengganggu. Tapi ada hal penting yang harus saya sampaikan,” ucap Jo.Tidak bisa dipungkiri, bahwa Jo merasa terkejut dengan adegan tadi. Dia berpikir bagaimana perempuan itu bisa sangat berani, dan anehnya tuannya itu hanya diam saja tanpa menolak. Biasanya tuannya tidak seperti ini, dia biasanya sangat anti untuk di sentuh oleh wanita.Jo melirik ke arah Marin yang masih menunjukkan ekspresi kesalnya. 'Sudah jelas, wanita ini tipe wanita yang tidak tahu malu,' batinnya.“Katakan!” seru Zico dengan suara dan ekspresi wajah dinginnya.“Nona melarikan diri Tuan,” jawab Jo.Zico melihat cepat ke arah Jo dengan wajah terkejut sekaligus marah. Dia berdiri dengan cepat sehingga membuat Marin yang tadi duduk di pangkuannya langsung terjatuh ke lantai. “Awww,” ringisnya.“Apa kau bilang?!” Zico kembali bertanya dengan suaranya yang semakin mendingin.“Nona telah melarikan diri Tuan.” Jo kembali mengulang perkataannya.Brakkk!Zico menggebrak meja kerja
Zico menghentikan langkahnya tepat saat dirinya sudah berada di dalam ruang kerjanya, Jo berdiri tak jauh dari posisi Zico, sedangkan pak San berdiri tepat di hadapan Zico masih dengan wajah tertunduknya.Zico berbalik dan melihat kepada pak San, dia melangkahkan kakinya mendekati pak San dan berhenti tepat di hadapannya. “Beritahukan padaku apa yang terjadi, sehingga tikus kecil itu bisa melarikan diri dari perangkapku?” tanyanya dengan suara penuh penekanan.Tiba-tiba pak San berlutut di hadapan Zico dan menjawab pertanyaannya. “Maafkan saya Tuan, saya sudah membuat kesalahan. Saya mengizinkan Nona pergi keluar, dia bilang dia ingin pergi ke rumah sakit, untuk memeriksa tubuhnya yang terasa sakit. Saya sudah menugaskan kedua bodyguard dan juga pelayan untuk menjaganya, tapi saya tidak menduganya bahwa nona bisa mengelabui mereka dan pergi melarikan diri,” jelasnya.“Di mana mereka?!”“Di ruangan saya,” jawab pak San dengan cepat.Tanpa basa basi, Zico langsung keluar dari ruang