Lepas hari itu, Nayla menjadi paling sibuk di antara yang lain. Lebih tepatnya dia hanya sok sibuk dengan urusannya sendiri. Berbeda dengan Vira yang sibuk sungguhan karena agenda kerja barunya dan Gilang yang sudah bercerita jika dia tidak mencintai kekasihnya. Takut jika hubungan itu berangsur saling menyakiti dan tidak sesuai ekspektasi, sekarang Gilang berusaha mengumpulkan kekuatannya untuk putus dengan sang kekasih. Nayla hanya bisa mendoakan yang terbaik. Bagaimanapun Gilang masih muda, dia berhak mencoba. Bukan seperti dirinya yang memang sudah ditakdirkan. "Jalan utara gang Melati di samping gerbang desa, rumah nomor 59 ber-cat cokelat tua, Luna tinggal di sana. Dia yang menjadikanku tumbal para tikus-tikus di gudang belakang sekolah waktu kami gotong royong membersihkan sekolah. Atas perintah Enna dia mengajakku ke gudang itu dengan alibi bersih-bersih bersama, tapi pada akhirnya dia meninggalkanku dan mengunciku selama sehari semalam dan menaruh satu ember penuh tikus be
Nayla harus mengecewakan Gilang lagi. Dia pulang terlebih dahulu dengan Shaka, melupakan semua kemegahan yang terjadi, dan kembali ke masa lalu. Masa lalu yang buruk dan kelam seperti danau rawa yang tiada dasar. Sampai Nayla bisa keluar dari jeratan orang-orang yang tidak berperasaan. Hujan turun tiba-tiba. Ternyata langit berbintang pun bisa menurunkan gelap dan cahayanya tertutup mendung yang serupa dengan langit. Di dalam mobil dan di jalan raya yang sepi. Mereka terus berbicara. Ditemani suara hujan yang mengalun seperti musik mengiringi perjalanan mereka. "Geng itu mendominasi SMP dan SMA. Mereka tetap tinggal di yayasan yang sama seolah tidak akan melepaskanku." Nayla masih mengingat itu. Awal mula di bangku SMP. "Kamu ingat siapa saja mereka?" Shaka mengemudi dengan pelan sambil menoleh. Nayla mengangguk, "Tentu saja ingat. Mereka tipe orang yang bakal aku ingat meskipun napasku di ujung tenggorokan." Shaka berpikir sejenak, "Kalau kamu sebenci itu ke mereka, kenapa ngg
Sepanjang perjalanan di lobi hotel yang masih penuh dengan hiasan dekorasi megah, Shaka mendudukkan Nayla di sofa. Mengambil segelas air dan memberikannya pada Nayla. Gadis itu masih terengah. Namun, syukurlah napasnya yang berat kini perlahan dapat mengalir seperti sebelumnya. Gilang dan Vira pun bergegas menyusul mereka dengan wajah panik. "Minum dulu. Tenang, semua baik-baik saja." Shaka menepuk halus pundak Nayla dan membantu Nayla untuk minum. "Apa yang terjadi? Kami dengar ada yang bikin onar di dekat kamar mandi terus lihat kamu sama Shaka buru-buru ke sini makanya kami nyusul. Nayla kenapa?" Vira bertanya cukup pelan meskipun sangat penasaran karena anaknya sedang tertidur dalam gendongannya. "Iya, habisnya kita asik makan tadi jadi nggak tau apa-apa. Mbak Nayla? Mas Shaka?" Gilang menatap kedua orang itu karena Nayla tetus mengatur napas agar stabil. Shaka mengangguk tanda mereka baik-baik saja dan menyuruh mereka tetap tenang. Lalu, Nayla mendongak dan tersenyum kepad
Gelas kaca memantulkan silau cahaya. Warna merah air memabukkan sedikit bergoyang di dalamnya. Jari-jari lentik yang memegang kuat gelas itu terpoles cat kuku merah, sama merahnya dengan dress yang melekat sempurna di tubuhnya yang penuh aroma mawar. Nayla bernapas dingin. Desisan itu melebarkan mata serta perasaan yang semula sudah tertutup rapat dan tidak bisa terbuka kembali. Namun, hari ini pintu itu terbuka tanpa praduga. "Xienna ... Arkeilin." tangan terkepal, getaran kecil merambat dari ujung kepala hingga badan, desisan Nayla mampu membuat wanita di depannya tersenyum lebih lebar. "Wah, daya ingat yang bagus. Sama seperti dulu." tatapan wanita itu berubah memicing tajam. Nayla pun tak kalah tegas di samping mengontrol dirinya. "Tak kusangka kita bisa bertemu di sini," lanjut wanita itu. "Kenapa kau bisa ada di sini?" tanya Nayla tanpa basa-basi. "Mempelai wanitanya temanku tau. Kenapa aku tidak boleh datang kalau kau saja bisa datang? Apa kau masih super introvert seper
"Shaka, kok, aku ngerasa cewek-cewek di sini pada ngelihatin kamu?" bibir menekuk sambil melirik setiap wanita yang curi-curi pandang pada suaminya. "Aku, 'kan, ganteng," dengan tenang Shaka berkata demikian. Sebenarnya Nayla ingin mengomel, tetapi Gilang sudah datang dan menghampirinya bersama Vira. Bahkan Vira sampai membawa anak beserta suaminya. Shaka secara tegas dan gentle langsung menyapa dan berjabat tangan dengan suaminya Vira. "Hai! Kalian lama banget datengnya. Kita nungguin dari tadi tau. Kamu bawa anakmu juga? Halo, Cantik! Apa kabar? Ih, lama nggak ketemu!" Nayla protes ke Gilang dan tersenyum manis saat menggoda anak perempuan di gendongan Vira yang berusia satu tahun. Bocah itu tersenyum saat Nayla menyapanya. "Selamat malam!" kata Shaka ala laki-laki ketika berjabat tangan. "Selamat malam! Ternyata kamu suaminya Nayla. Vira sering cerita soal kamu yang katanya sangat tampan seperti aktor. Ternyata aslinya memang tampan. Aku akui itu," kata suami Vira seraya mel
Karena mulut Nayla yang mudah kepancing, Shaka menjadi menganggap ucapan Nayla serius. Malam ini laki-laki itu mondar-mandir di depan televisi sambil menggaruk tengkuknya, menunggu Nayla keluar kamar karena habis mandi. Nayla pun keluar dengan pakaian biasanya. Shaka langsung kelagapan. Tentu saja Nayla merasa heran dengan gerak-gerik Shaka. "Kamu nungguin aku?" tanya Nayla santai. Shaka justru meringis dan mengangguk. Nayla semakin bingung karena jarang-jarang temannya itu tersenyum kelihatan giginya. "Aku belum ngantuk, nih. Pengen ngemil, tapi makan apa, ya?" Nayla hendak menuju dapur. Namun, Shaka terlebih dulu membuka lemari es. "Kayaknya masih ada mie instan. Mau aku buatin?" tawar Shaka antusias. "Kenapa kamu semangat banget? Yaudah kalau kamu mau." Nayla beranjak ke sofa sambil menyalakan televisi. Setelah mie tersebut matang, Nayla bingung lagi karena Shaka hanya membuatnya satu mangkuk."Loh, kok, cuma satu? Kamu nggak mau?" kata Nayla. "Mie-nya tinggal satu," jawab