Beranda / Romansa / Married to My Childhood Friend / 7. Pengakuan Shaka dan Tangisan Nayla

Share

7. Pengakuan Shaka dan Tangisan Nayla

Penulis: Aloegreen
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-08 17:57:08

"Mungkin aku aja yang lagi banyak pikiran. Aku terlalu menganggapnya serius. Shaka cuma bercanda. Kenapa aku Moody's banget sama perilaku manis sekecil itu. Lidah laki-laki emang manis, tapi sebenarnya pahit." 

Pada akhirnya Nayla tak mampu menunggu lagi di dalam kantor. Dia keluar dan mendapati angin menerpa bajunya sampai rok panjang yang dia kenakan hampir tersingkap. 

"Wow, anginnya kencang banget." 

Sebenarnya Nayla masih teringat dengan kata-kata Shaka di dalam mobil kemarin. 

Dia menuju trotoar menunggu kala ada tukang ojek yang lewat. Namun, seolah terputus dengan gravitasi, langkah kaki Nayla berhenti tanpa berpijak. 

Seluruh hembusan angin membekukan dirinya. Pandangan Nayla lurus tertuju pada sebuah toko roti yang terbuka. Kala pintu itu kembali tertutup, sosok itu pun menghilang. 

Bibir Nayla perlahan menepis hawa dingin yang terus menerjang. 

"Shaka?" 

Perasaan Dejavu membuatnya gelisah. Untuk ke dua kalinya Shaka pergi ke toko roti itu bersama mantan kekasihnya. 

Shaka tersenyum. Tersenyum sangat manis, mungkin jauh lebih manis dari waktu itu. Terlebih lagi tangan Shaka berada di pundak Verlin. 

Nayla mencoba mengatur napas, "Apa yang mereka lakukan?" 

Dia beranikan kakinya untuk mendekati toko roti itu. Mengendap layaknya pencuri hanya untuk melihat apa yang mereka lakukan dari luar.

Nayla terkejut karena mereka justru duduk dan menikmati beberapa roti isi dengan kopi. 

Telinga Nayla seolah buntu karena terjangan angin. Sudah hampir lima menit Shaka tak kunjung keluar. Nayla merasa ada yang aneh dengan dirinya. Mengapa hatinya memanas. Bahkan suara detak jantungnya bisa terdengar. 

Sebaiknya Nayla pergi sebelumnya situasi semakin parah. Takutnya hari semakin gelap dan Shaka akan menggunakan alasan lain untuk menutupi keterlambatannya. 

"Jadi ... itu alasan mengapa dia terburu-buru tadi pagi dan akan terlambat menjemputku? Untuk bertemu Verlin?" 

Nayla membekap mulutnya di samping pohon menunggu ojek online yang baru dia pesan. Tatapannya kosong pada setiap debu dan daun yang berterbangan. 

Nayla tidak ingin mendengar kebohongan dari mulut Shaka. Itu akan menusuk hati dan kepercayaannya sedalam lautan. 

Pikirannya terlalu kacau sampai tidak sadar jika ojek yang dia pesan sudah datang. Tanpa menunggu lama Nayla segera pulang . 

Hari mulai gelap. Layaknya matahari yang ditelan bumi, cahaya di mata Nayla pun hilang berganti kegelisahan. 

Tidak ada satu pun panggilan telepon dari Shaka, bahkan meninggalkan pesan saja tidak. Bagus, Nayla mulai merasakan sensasi aneh di hatinya. Inikah yang disebut selingkuh? 

Gadis itu sedang merebus air untuk membuat mie instan. Saat hendak memasukkan mie tanpa sengaja dia juga memasukkan jarinya. 

"Aw!" 

Nayla segera memasukkan jari itu ke mulut dan sadar. Selama itu kah dia melamun, menahan sesikit sakit dan sedih yang membuat jantungnya berpacu tak menentu. 

Sekarang Nayla menemukan jawabannya. Dia adalah orang ke tiga. Perebut masa depan Shaka. Jika Shaka masih merasa nyaman dan ingin kembali pada Verlin, Nayla harus merelakannya.

Memikirkan hal itu membuat air mata pun keluar. 

"Tapi sakit!" cicitnya. 

Senyum Shaka ketika memasuki toko roti masih membekas di benak Nayla. 

Bagaimana bisa Shaka berbohong. Kalau ingin berkencan dengan perempuan itu kenapa lokasinya harus berdekatan dengan kantor Nayla. Apa Shaka sudah hilang akal? 

Brakk! 

"Nayla! Kamu udah pulang?!" 

Pintu didobrak sang pemilik rumah sambil terengah dengan wajah panik. Dia berlarian mencari Nayla dan mendapati Nayla sedang memasak mie sampai asapnya mengepul. 

Shaka melotot segera mematikan kompor itu membuat Nayla menoleh kaget. 

"Astaga, Nay, itu airnya sampai habis! Kalau gosong gimana? Kamu melamun?" 

Mata Nayla membulat bertatapan dengan manik hitam itu. Seketika Nayla mundur membuat Shaka mengernyit. 

"Ma-maafkan aku, aku terlambat. Tapi udah aku bilang, 'kan, tunggu aja di kantor nanti kalau kerjaanku udah selesai aku jemput kamu." Nayla justru menjauh saat Shaka ingin meraih tangannya. 

Tatapan Nayla perlahan-lahan mulai menajam. Deru dadanya terdengar semakin memompa udara. Namun, dia tetap bisa tenang.

Hanya satu hal yang terlintas di benak Nayla. 

"Kamu ... masih mencintai Verlin?" Nayla mengatakannya. 

Shaka tersentak diam tak bergeming. Kerlingan matanya menunjukkan sesuatu yang dia tutup-tutupi. 

Nayla tersenyum miring, "Ternyata aku yang bodoh sudah termakan omongan manis kamu."

Shaka semakin mengerutkan dahi. 

"Kamu pikir aku gadis polos yang mudah dibutakan oleh senyum palsu? Maaf, aku tumbuh di atas duri sejak kecil. Perihal bodoh seperti cinta tidak akan bisa mengusik diriku. Hanya saja ... aku tidak suka dibodohi." tajam Nayla membuat Shaka kian tercengang. Tidak menduga kata-kata itu keluar dari mulut Nayla.

Laki-laki itu tidak mengelak. Artinya tuduhannya benar? 

"Shaka ... kita cukup sampai di sini," ujarnya sesak.

"Apa? Nayla, tunggu!" 

Nayla pergi dalam keadaan marah. Shaka mengejar mencoba menghentikannya, tetapi ucapan Nayla seolah membuat kakinya lumpuh. Shaka hanya bisa menatap kepergian Nayla di ambang pintu. 

~~~

Isak tangis membanjiri bangku taman kompleks. Tidak jauh dari rumah Shaka. Sepi dan temaram. Nayla menumpahkan segala kegelisahannya di sana. Tanpa sadar acara tangis itu berlangsung selama satu jam. Lelah pun menyerang, akhirnya Nayla tertidur di sana. 

Sebuah langkah kaki mendatangi tempat duduk itu. Dia menghela napas dan menutupi tubuh itu dengan selimut. Kemudian, lengan kokoh itu menggendongnya seperti anak kecil. 

Shaka tersenyum tipis memandang ketenangan di pelupuk mata istrinya yang tertutup. 

"Ayo kita pulang." 

Kamar terasa dingin karena angin malam yang menembus ventilasi. Shaka merebahkan Nayla pelan di ranjang, lalu mematikan AC serta menutup jendela dan tirai. 

Dia melepas kemeja dan celana kerjanya dan diganti dengan kaos oblong serta celana olahraga. Setelah pikiran dan tubuhnya merasa tenang dia ikut merebahkan diri di samping Nayla. Sangat dekat bahkan tubuh mereka hampir bersentuhan. 

Senyum Shaka kembali muncul. Tangan besarnya membelai rambut Nayla yang dingin nan kasar akibat udara malam di luar. Namun, tidak masalah. Shaka menyukainya. 

Itu rambut seseorang yang telah menemaninya dari dulu bahkan masih tulus sampai ke jenjang sakral sekarang. 

Meskipun begitu, hati Shaka tidak bisa berbohong. Raut wajahnya menjadi redup. Rasa bingung menyelimuti di setiap pandangan. 

"Maafkan aku, Nayla," ujarnya halus seiring belaian tangannya semakin lembut. 

Shaka menunduk, "Aku memang masih menyukai Verlin." 

Dalam hati Nayla seakan disambar petir. Shaka tidak tahu jika gadis itu sudah terbangun sejak dia menggendongnya. Nayla hanya pura-pura tidur karena ingin melihat apa yang Shaka lakukan. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Married to My Childhood Friend   48. Niat Jahat di Club Malam

    Benar, dia Verlin yang sama seperti yang mereka duga. Detak jantung Nayla serasa tidak bisa dirasa. Mengapa wanita itu datang? Tidak mungkin dia menyusul dirinya sampai ke tempat ini bukan. "Dasar penguntit. Kenapa dia berkeliaran dimana-mana," gerutu Nayla dalam humaman. Dentuman sepatu Verlin semakin dekat ke pusat tempat mereka duduk. Seluruh pandangan pun tertuju padanya. "Hai, Tuan. Maaf aku terlambat karena masih ada hal kecil yang harus ku selesaikan di pemotretan, haha. Kuharap aku tidak membuatmu menunggu lama." Verlin menjabat tangan kolega Shaka dan memberi salam melalui pipi ke pipi. Sudut bibir Nayla langsung menungging. "Ha?" heran Nayla. "Hahaha, mana mungkin aku menunggu lama. Duduk, duduklah. Eee, pelayan, tambah lagi alkoholnya!" seru orang itu. "Oh, maaf, aku sedang diet. Alkohol bisa membuatku terlihat jelek di kamera." bisik Verlin manja dan manis dan orang itu tertawa ringan. Mulut Nayla semakin terbuka mendengar penolakan halus apa Verlin. Jelas dia tahu

  • Married to My Childhood Friend   47. Dinamisme Hiburan Dunia Malam

    Di tengah kota, ada satu tempat yang tidak pernah Nayla kunjungi. Itu bernama Great Waterfall. Dan Shaka diundang di sana. Mengulak-ulik surat undangan dari kolega, jas kantor masih melekat di badan Shaka sore dini hari. Di meja dekat nakas ruang tamu Nayla menghampirinya dengan kondisi rambut basah habis mandi. "Apa itu?" Shaka terkejut tiba-tiba Nayla ada di sampingnya. Rambut Nayla masih sedikit basah. Handuk kecil tersampir di pundak. Aroma mawar merah muda mencuat kuat dari tubuhnya.Shaka terdiam sejenak."Nayla..." suaranya hampir berbisik, "Kenapa bisa basah begini?"Nayla meringis, "Kamu aja yang nggak langsung mandi. Habis pulang kerja enaknya tuh mendinginkan akal sehat di kamar mandi tau. Itu apa?"Shaka meneguk ludahnya pahit lalu menggeleng kecil, "Ini undangan dari kolega kantor.""Hmm? Undangan?" Nayla mengambil undangan itu sambil mengeringkan rambut dengan handuk kecilnya, "Kok, bentuknya agak aneh?""Ya ... namanya emang agak aneh. Itu di ... Great Waterfall." Sh

  • Married to My Childhood Friend   46. Di Atas Ranjang

    Tepat satu jam setelah Shaka pulang, Nayla tiba di rumah. Namun, situasi sedang tidak baik-baik saja. Ini seperti perang dingin yang sangat membingungkan. Shaka tidak bertanya bagaimana Nayla bisa pulang. Kenapa tidak ada pembicaraan di antara mereka dan setiap kali Nayla mendekat Shaka selalu menghindar. Apakah Shaka benar-benar akan menunggu sampai jam dua belas malam? Nayla pun tidak habis pikir dengan laki-laki itu. "Baiklah kalau mau menunggu. Aku juga mau menunggu. Sambil tidur." Nayla meringkuk di sofa ruang tamu dan membiarkan TV menyala. Sayangnya, keduanya tidur sampai pagi menjemput di ruang yang berbeda. Sadar-sadar Nayla sudah bangun di pagi hari dan Shaka sudah tidak ada. Brak! "Astaga! Kenapa lagi ini anak? Datang-datang ngamuk meja?" Vira terjingkat sampai menghentikan tangannya yang menari di atas keyboard. Nayla cemberut, duduk di kursinya sambil menghidupkan komputer, "Shaka marah tau.""What?! Cowok setenang itu bisa marah?! Kamu apain?!" Vira sampai ikutan

  • Married to My Childhood Friend   45. Nayla Tertangkap Basah

    Perasaan aneh muncul di setiap menit berkendara. Rasanya Nayla ingin putar arah dan melihat ke belakang. Pandangan kabut berasap di jalanan semakin menyibak penasaran. "Jangan-jangan Shaka benar-benar mau dihasut olehnya. Aku bukan takut Shaka mau direbut, tapi ... untuk jaga-jaga saja. Apa yang cewek itu lakukan ke Shaka." Akhirnya Nayla putar arah. Toko itu sepi, dinding seolah punya telinga, dan Nayla bersembunyi di balik pintu penyekat antara ruang depan dengan lorong menuju dapur dan ruangan kerja Verlin. Mata Nayla melebar kala melihat situasi Shaka yang semakin dekat dengan Verlin. Mereka tengah memantau rekaman cctv dari laptop. Bukan itu yang Nayla resahkan, tetapi jarak di antara yang begitu dekat. Semakin Nayla lihat semakin tak sadar tangannya menekan pada dinding tempat dia bersandar. Nayla heran mengapa dahi Shaka berkerut. Seharusnya rekaman cctv itu baik-baik saja bukan. Dia telah merekayasanya. "Tunggu! Hentikan adegan itu!" Shaka menunjuk layar laptop. "Yang

  • Married to My Childhood Friend   44. Rasanya Terlahir Kembali

    "Bagaimana bisa mereka keracunan?! Siapa yang berani melaporkan tuduhan itu?! Kenapa berita bodoh ini langsung menyebar ke seluruh kota?!" Verlin marah besar. Semua karyawannya menunduk bingung sekaligus takut. Ini pertama kalinya Verlin marah sejak menjabat sebagai bos baru. Belum lagi di luar terjadi kericuhan. Petugas dari balai pengawas obat dan makanan datang untuk memeriksa beserta beberapa instansi lainnya. Tidak sedikit pula para pelanggan semalam yang tidak terima karena dibuat sakit perut selama tiga jam. Mereka bahkan membawa surat keterangan dari rumah sakit. "Sshhh, jangan diam saja lakukan sesuatu!" Verlin mondar-mandir naik darah. "Eee, meskipun sakitnya hanya tiga jam, tetapi nama kita sudah tercemar," ujar salah satu karyawan takut-takut. "Se-semua pelanggan juga mengalami hal yang sama. Du-durasi yang sama pula," sahut temannya. "Kita harus bagaimana, Nona? Pihak berwajib di depan sudah tidak tahan ingin kita membuka pintu. Kalau mereka terus memaksa pintunya b

  • Married to My Childhood Friend   43. Hadiah Kecil yang Mematikan

    Mencari begitu lama, Nayla akhirnya memberitahu bahwa dia ingin catatan biografi Verlin dengan alasan untuk belajar. Tidak tahu bodoh atau lugu mahasiswi itu memberikan semua catatan umum Verlin kepada Nayla. Ketika membacanya, Nayla bagai tertiban reruntuhan emas. Identitas asli Verlin lebih menakutkan dari yang dia kira. Ternyata wanita itu adalah keturunan konglomerat. Tidak heran takdirnya bisa sesukses dan sekaya itu. Uang sudah seperti debu baginya. Tanpa dicari pun kepopuleran dan harta akan datang dalam genggamannya. Nayla menutup semua buku itu sembari menarik napas dalam. "Aku mengerti sekarang. Dia bukan lawan yang bisa dihadapi sembarangan," gumam Nayla tanpa sengaja mengutarakan isi pikirannya. "Hmm? Kamu bilang sesuatu?" mahasiswi itu tiba-tiba bingung mendengar Nayla di saat sedang sibuk membaca. "Oh, bukan apa-apa. Terima kasih, ya, kau sangat membantu. Aku sudah merekap beberapa inti yang kuanggap penting. Kurasa aku tau apa yang harus kulakukan." Nayla menggoya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status