Share

Bab 5. Ciuman Pertama

Vela membeku di hadapan Ridan yang berlutut memegangi tangannya. Dengan tampang minim senyum, sulit untuk memastikan apakah pria itu bercanda atau tidak. Namun dengan cincin bermata satu yang berkilauan di tangannya, lamaran itu tentu bukan main-main.

“K-kenapa kamu tiba-tiba melamarku? Kamu dipaksa Oma?” tanya Vela dengan canggung. Tanpa diduga, Eridan menggeleng santai.

“Enggak. Ini murni dari keinginanku sendiri. Aku mau menjadi orang yang selalu ada buat kamu, dan selalu mendukung apa pun impian kamu. Aku bakal membuktikan kalau kita bisa membungkam mulut orang-orang yang pernah merendahkan kamu,” tutur sang pria membuat napas sahabatnya tertahan.

Diam-diam, Vela memperhatikan wajah-wajah yang menyimak pembicaraan mereka. Semua tampak tidak senang dengan kenekatan Eridan.

“Bagaimana, Vela? Apakah kamu bersedia menerima seorang pria yang sederhana ini?” tanya Ridan yang terdengar seperti sebuah tantangan bagi Vela.

Napas perempuan itu pun mulai memburu. Detak jantungnya telah berpacu mengimbangi gejolak yang menggelitik hatinya. Setelah menelan ludah yang terasa kasar, Vela pun meninggikan sudut bibirnya.

“Ya, aku bersedia.”

Bibir Ridan ikut melengkung menyambut penerimaan. Tanpa ragu, tangannya mulai memakaikan cincin emas putih itu ke jari manis Vela. Hanya dalam sekejap, sahabatnya kini berubah menjadi calon istri. Kedua manusia gila itu telah berhasil mengejutkan para penonton. Situasi di ruangan sebelah kini terdengar riuh dengan seruan tak percaya.

“Vela benar-benar enggak waras. Kenapa mau saja menerima laki-laki seperti itu.”

“Hidup mereka enggak bakal senang. Dua-duanya sekarang pengangguran, loh.”

“Kasihan sekali mereka.”

Eridan kini tersenyum sambil mengelus mata cincin di jari Vela. Dengan tatapan hangat, ia menatap wajah calon istrinya. “Kita pulang sekarang?” ajak pria yang tidak ingin memusingkan suara di sekitar mereka. Telinganya sudah kebal dengan segala macam sindiran dan hinaan.

“Eng,” angguk Vela dengan senyum yang tak kalah lebar. “Tapi sebelum pulang, kita makan nasi goreng super dulu, ya. Aku lapar.” Si calon suami pun mengangguk setuju.

Sambil bergandengan tangan, pasangan instan itu berjalan meninggalkan orang-orang yang tidak mengucapkan selamat atas momen bersejarah mereka. Tidak ada seorang pun yang berani menghalangi langkah mereka, kecuali Ares yang entah sejak kapan berdiri di parkiran, di depan mobil Roger lebih tepatnya.

“Jadi, kalian baru mempertanggungjawabkan tindakan kalian sekarang?” ledek laki-laki congkak itu.

Seolah tidak mendengar apa-apa, Vela terus berjalan menuju joknya. Eridan pun dengan sigap membukakan pintu untuk si calon istri. Ketika berlalu di depan Ares, tiba-tiba saja, langkahnya melambat dengan telunjuk teracung mempertimbangkan kata.

“Ares, sepertinya aku harus mengucapkan banyak terima kasih. Berkat kau, aku akan punya istri yang sangat cantik. Dan aku yakin, malam-malamku bakal selalu menyenangkan. Jadi, terima kasih, ya,” ujar Ridan dengan ekspresi menyebalkan.

Usai mengakhiri kalimatnya, pria itu lanjut berjalan lalu masuk ke mobil. Ares hanya bisa tercengang mendengarkan ucapan yang tidak ia sangka. Bukannya memanas-manasi, dirinya malah menjadi frustrasi. Perempuan yang selama ini diidam-idamkan olehnya terancam jatuh dalam dekapan pria lain.

Tin tin! Bunyi klakson mengagetkan laki-laki yang semula bersandar pada kap mobil. Begitu berbalik, Ares dapat melihat Eridan mengayunkan tangan ke arah samping. Mau tidak mau, ia menurut dan bergeser ke sisi mobil. Dari posisinya, senyum penuh kemenangan tampak jelas di wajah musuhnya. Ya, detik itu juga, Eridan telah dicap sebagai lawan oleh Ares.

“Tunggu saja! Aku tidak akan membiarkan kalian menang. Vela tidak akan menyerahkan mahkotanya untuk laki-laki culun sepertimu. Akulah yang harus menikmatinya lebih dulu,” batin Ares dengan tangan terkepal sekeras tekad. Rencana licik telah berseliweran dalam benaknya.

***

“Kita enggak apa-apa makan di sini? Nanti Roger marah kalau mobilnya beraroma nasi goreng,” celetuk Vela yang sedang mengaduk-ngaduk butiran kecokelatan di piring agar panasnya menguap.

“Enggaklah, dia enggak mungkin marah. Lagian, memangnya kamu mau makan di situ, dilihat oleh banyak laki-laki? Penampilan kamu malam ini menarik perhatian, loh,” timpal Ridan dengan suara yang tak jelas. Mulutnya sudah mulai mengunyah dengan penuh semangat.

“Tumben, kamu perhatian?” gurau perempuan dengan senyum hangatnya.

“Kapan sih aku enggak perhatian sama kamu? Apalagi, sekarang kamu calon istriku,” timpal Ridan santai. Sahabatnya pun tertawa kecil menanggapi candaan itu.

“Tapi tadi, akting kamu bagus banget, loh. Natural begitu. Aku jadi salut,” angguk Vela sebelum memasukkan sesuap nasi ke dalam mulutnya. Pada saat itulah, matanya menangkap pantulan cahaya dari mata cincin di jari manisnya.

“Oh iya, hampir saja aku lupa. Ini cincinmu, aku kembalikan,” ujar perempuan yang kini mulai menarik lingkaran logam mulia di tangannya.

“Loh, kenapa dikembalikan? Kan, cincin itu sudah kuberikan untuk kamu,” timpal Ridan di sela lahapnya.

“Tapi cincin ini terlalu mahal untukku,” tutur Vela seraya memindahkan piring dari pangkuannya. Dengan begitu, ia bisa lebih leluasa mengerahkan tenaga untuk mencabut cincin yang tersangkut di ruas jarinya.

“Uh …. Lain kali, kalau mau bersandiwara, jangan pakai properti sungguhan, dong. Jadi ribet begini. Mana salah tangan lagi. Seharusnya, kamu pasangkan cincin ini di tangan kiri,” gumam sang wanita sukses menghilangkan nafsu makan sahabatnya. Laki-laki itu terpaksa meletakkan kembali sendok ke atas piring.

“Tadi itu, aku enggak bersandiwara, Vel,” aku Eridan dengan nada serius. Tawa kecil Vela pun terdengar.

“Jangan bercanda, Ridan. Kita sama-sama mau menikah dengan orang yang kita cinta. Mana mungkin kamu menikah denganku?” celetuk Vela yang masih berjuang dengan cincinnya.

“Aku serius, Vel. Aku memang melamar kamu,” ucap sang pria sebelum memindahkan piring ke atas dashboard. Selang satu kedipan, ia memutar posisi duduknya hingga menghadap wanita di jok sebelah. “Kamu sekarang calon istriku.”

Mencium aroma keseriusan di udara, Vela pun mematung. Perempuan itu butuh waktu untuk mencerna kondisi yang di luar nalarnya. “Jadi, tadi itu sungguhan?” tanyanya masih tak percaya. Pria yang menatapnya pun mengangguk.

“Dan, aku sudah menerima lamaranmu?” seru Vela dengan mata sebulat purnama. Dua detik kemudian, indra penglihatan wanita itu mulai menyipit. “Sebenarnya, apa sih yang sudah kamu bicarakan dengan Oma? Kenapa kamu jadi … aneh begini?”

Helaan napas sang pria pun berembus mencairkan suasana. Ia tidak ingin ketegangan di antara mereka terus merangkak naik. “Bukan hal yang penting, kok,” sahut Ridan diiringi gelengan kepala.

“Bohong. Kalau enggak penting, kenapa kamu sampai nekat melamarku?” desak Vela yang sudah sangat mengenal sahabatnya. Eridan bukanlah pria yang bisa mengambil keputusan dengan sembrono. Pasti ada alasan yang disembunyikan olehnya.

“Bukankah tadi sudah kubilang? Aku mau membuktikan kalau kamu enggak pantas direndahkan,” terang sang pria yang tampak tidak berdusta.

“Aku? Bukan kita?” selidik Vela dibantu dengan gerak telunjuknya.

“Ya … kamu. Aku enggak suka dengan cara mereka memperlakukan kamu,” jawab Ridan abu-abu.

“Lalu, apa hubungannya hal itu dengan lamaran tadi? Memangnya dengan kita menikah, mereka akan berhenti menghinaku?” desak perempuan yang masih belum mengerti.

“Begini … kalau suatu saat nanti kamu sukses menggapai impian dengan status sebagai istriku, itu berarti kamu juga berhasil membuat mereka menjilat ludah sendiri,” tutur sang pria akhirnya membocorkan rahasia. Wanita dalam pantulan bola matanya pun menarik napas panjang.

“Oke, berarti benar dugaanku. Oma pasti sudah memancing emosi kamu,” simpul Vela seraya mengitari sudut matanya sebelum kembali pada Ridan. “Tapi kamu tahu, kan? Aku enggak mungkin menikah dalam waktu dekat? Aku belum siap. Pacaran saja, aku belum pernah. Aku bahkan enggak tahu caranya berciuman.”

Cup! Tiba-tiba, Eridan menempelkan bibirnya pada bibir Vela. Momen itu berlangsung sangat cepat, tetapi efeknya merambat hingga ke tulang. Sang wanita kini membeku dalam keterkejutan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status