Home / Romansa / Marry Me / 3. Perselingkuhan

Share

3. Perselingkuhan

Author: Butiran Rinso
last update Last Updated: 2021-04-09 11:03:12

Hal yang tak bisa ditolerir dalam sebuah hubungan, perselingkuhan dan kekerasan.

Kata orang, menjelang pernikahan akan banyak masalah datang menerpa. Sepertinya itu benar, sebulan menjelang pernikahan, Rena justru dikejutkan dengan fakta bahwa calon suaminya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.

Siang itu, Rena menyempatkan waktu istirahatnya datang ke kantor Alan, calon suaminya. Pria yang bekerja sebagai Direktur di perusahaan properti milik orangtuanya. Alan yang selalu sibuk dengan deadline dan Rena yang sibuk mengurusi pasien, keduanya jarang punya waktu untuk sekedar makan siang bersama. Karena hal itu juga Rena menyempatkan diri datang menemui kekasihnya itu untuk mengajak makan siang sekaligus merayakan anniversary mereka yang pertama.

Senyum manis menghiasi wajah cantik Rena, ketika para karyawan menyapa. Mereka semua sudah mengenal Rena karena kabar pernikahannya dengan Alan sudah tersebar luas, bahkan sebelum undangan dibagikan. Mata birunya menatap lurus ruangan paling ujung saat lift terbuka, tak sabar ingin memberi kejutan pada Alan, Rena mempercepat langkah kakinya.

"Kamu tetap akan menikah?" Rena berhenti di depan pintu ruang kerja Alan, suara dari dalam mengurungkan niatnya untuk menarik gagang pintu. "Apa kamu nggak sayang aku?" Suara yang terdengar cukup familiar di telinga Rena. Di saat dia sedang menerka-nerka suara wanita itu, kini suara Alan yang menerpa gendang telinganya, membuat sekujur tubuhnya jadi kaku saat mendengar ucapan yang terlontar dari mulut pria itu.

"Aku sangat mencintaimu, tapi aku tidak mungkin membatalkan pernikahanku dengan Rena. Orangtuaku pasti akan sangat marah." Alan mencintai wanita lain? Seakan kilatan petir menyambar jantung Rena, mematikan seluruh saraf dalam tubuhnya untuk persekian detik.

Sakit? Jelas, siapa yang tidak sakit jika mendengar calon suaminya mencintai wanita lain, di saat pernikahan hampir di depan mata. Apa Alan berselingkuh? Rasa penasaran dan marah bercampur jadi satu, mendorong Rena untuk segera masuk. Tapi suara wanita dari dalam kembali mengurungkan niatnya, kakinya gemetaran menunggu jawaban apa yang akan Alan berikan atas pertanyaan yang dilontarkan sang wanita yang belum Rena ketahui identitasnya.

"Kamu mencintai Rena?"

Jantung Rena berpacu cepat, dia merapatkan telinganya di depan pintu kayu berwarna kecoklatan itu. Apakah kamu mencintaiku, Alan? Rena pun bertanya dalam hatinya. Apakah pria itu benar-benar mencintainya? Atau selama ini cinta yang diberikan hanyalah kesemuan belaka? Lantas semua ungkapan cinta penuh damba yang selalu diutarakan oleh pria itu, apa semua itu juga palsu?

"Dulu iya, tapi sekarang tidak. Aku sadar cintaku bukan lagi pada Rena tapi padamu. Hanya kamu, Satu-satunya wanita yang aku cintai." Jawaban Alan seperti belati yang ditancapkan pada jantung Rena, mematikannya dalam sekali hujaman. Tubuh wanita itu merosot ke lantai, kakinya tak bertenaga setelah mendengar pengakuan Alan.

"Satu tahun," lirih Rena, matanya berkaca-kaca. Bagaikan awan mendung yang siap menumpahkan air hujan. Air mata sudah menumpuk di pelupuk matanya, mendesak keluar. "Satu tahun kita bersama dan semua berakhir seperti ini. Seakan semua yang kita lalui itu sia-sia." Rena tak kuasa membendung air matanya yang langsung tumpah membasahi pipi, menghapus riasan make-up, membuat matanya sembab.

Kamu jahat Alan! Rena memukul-mukul dadanya, merasakan sesak luar biasa menyiksa batin. Kecewa, marah dan putus asa, berpadu menjadi satu menekan rasa sakitnya semakin dalam.

"Lalu? Mau kamu bagaimana? Aku nggak bisa selamanya jadi wanita simpanan? Berada di balik layar, bertemu diam-diam, tidak ada status jelas. Jika kamu mencintaiku, harusnya kamu bisa menentukan pilihan. Kenapa kamu tidak batalkan saja pernikahan dengan Rena."

"Vera, ini nggak semudah itu. Please, kumohon mengertilah."

Vera?

Rena tertegun saat mendengar Alan menyebut nama wanita itu dengan panggilan Vera? "Nggak mungkin." Dia berusaha menepis dugaan yang muncul dalam pikirannya, tidak mungkin jika wanita bernama Vera yang ada di dalam ruangan Alan itu orang yang sama dengan yang Rena kenal. "Nggak mungkin itu Vera yang sama." Rena berusaha meyakinkan diri bahwa dia hanya berprasangka buruk. Tapi ucapan sang wanita meruntuhkan kepercayaan Rena dalam sekejap mata.

"Mengerti kamu bilang? Alan aku lelah, aku lelah berpura-pura baik pada Rena. Terlihat bahagia saat kalian bersama, bermesraan di depan mataku. Apa kamu tidak memikirkan perasaanku? Sakit. Di sini sakit!" Wanita itu berteriak histeris, terdengar suara Alan berusaha menenangkan.

"Vera, tenang. Jangan teriak-teriak, aku tahu perasaan kamu." Rena terdiam, tangannya terkepal mendengar percakapan keduanya yang terus berlanjut tanpa mereka sadari bahwa Rena mendengarkan semuanya di balik pintu yang tertutup rapat.

Rena tak habis pikir jika sahabat dan calon suaminya ternyata main serong di belakang dirinya dan bodohnya Rena baru mengetahui hal itu sekarang, di saat pernikahannya sudah semakin dekat, tinggal menghitung minggu.

"Mba Rena." Suara lembut sekretaris Alan menginterupsi Rena, dia mendongak melihat Maya, sekretaris Alan berada di depannya. "Mba kenapa duduk di bawah? Kenapa nggak langsung ma——"

"Aku tadi jatuh." Rena cepat-cepat menyeka air matanya, bangkit berdiri, tangannya mendorong gagang pintu hingga terbuka lebar.

Suara derit pintu terbuka berhasil mengejutkan dua sejoli yang sedang berpelukan di dalam ruangan. Rena tersenyum kecut, miris melihat adegan yang menodai pandangan matanya, menorehkan luka pada hatinya kian dalam.

Sedangkan Maya mematung di tempat, membungkam mulutnya yang terbuka lebar. Wanita itu nampak tak percaya jika atasannya sedang berselingkuh dan dopergoki langsung oleh calon istrinya. Maya beralih menatap Rena yang terdiam di ambang pintu,  wanita itu menyoroti kedua manusia tak tahu diri dengan ekspresi tak terbaca.

Rena yang malang.

—————

Rena terkekeh, sesudah menceritakan betapa konyolnya dia yang lari dari ruangan Alan begitu saja, setelah memergoki pria itu berselingkuh dengan Vera, sahabatnya. Dan yang paling menggelikan, Rena justru seperti wanita paling bodoh di dunia karena menghabiskan waktu di bar, mabuk-mabukan sampai teler akibat putus cinta.

Sementara Davin menatap sendu Rena, ada gejolak tak biasa muncul dalam benaknya, mendorong sebelah tangannya untuk menyeka air mata yang turun tanpa diminta. Mendengar bagaimana wanita itu bercerita persoalan asmaranya yang kandas, menarik rasa simpatinya.

Rena terkesiap, tawa sumbangnya seketika reda, mata biru yang berkilat memancarkan kesedihan saling beradu dengan sorot mata sayu yang menatap lekat dirinya. Ada sesuatu yang tiba-tiba menyeruak dalam dada, perasaan aneh yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

"Nggak papa nangis kalau itu bisa bikin lo lega, tapi kalau itu cuma buat menangisi pria berengsek kaya Alan ... sebaiknya lo simpan air mata lo buat hal yang lebih penting." Usapan lembut jemari Davin membuat Rena terdiam kaku. "Mungkin kata-kata gue nggak bisa bikin lo jadi baik-baik saja, gue tahu nggak semudah itu buat ngelupain seseorang yang kita cintai, apalagi orang itu bagian dari kehidupan yang kita jalani selama ini. Tapi ...." Davin meraih kedua tangan Rena, mengusap punggung tangannya dengan ibu jari. Berharap mampu memberikan sedikit kekuatan pada wanita itu.

"Lo harus dengerin baik-baik apa yang bakal gue ucapin." Seulas senyum tipis terbit menghiasi wajah teduh Davin, mampu memikat pandangan Rena sampai tak berkedip melihatnya. "Bukan jodoh yang salah, tapi hanya waktu yang belum tepat." Davin menjeda ucapannya, menatap Rena dengan tatapan yang menghangatkan. "Karena akan ada laki-laki yang menjadi penghalang atas apa yang Tuhan rencanakan dalam hidup lo. Tapi di balik itu akan ada laki-laki yang membangun hidup lo."

"Jadi?" Rena tak mengerti maksud ucapan Davin, terlalu susah dimengerti untuk otaknya yang sedang tumpul.

"Intinya, Tuhan selalu memberikan jodoh terbaik untuk hambanya. Hanya saja akan ada waktunya yang tepat. Jangan terlalu terburu-buru menentukan pilihan, karena kalau jatuh pada laki-laki yang tidak tepat, dia hanya akan jadi penghalang atas apa yang Tuhan sudah rencanakan atas kehidupan lo. Sementara jika jatuh pada laki-laki yang tepat, dia akan membangun hidup lo menjadi lebih baik."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Marry Me   Hari Bahagia

    Rena mengernyit ketika mobil Davin berhenti di pelataran rumahnya, sorot matanya langsung tertuju pada barisan mobil yang terparkir di depan rumah—————nyaris memenuhi teras rumahnya.Ada apa ini?Rena bertanya-tanya, matanya memperhatikan keadaan rumahnya yang terpantau sepi meski banyak mobil terpakir di depannya.Apa ada tamu? Tapi siapa yang bertamu pagi-pagi begini? Hanya orang-orang kurang kerjaan yang bertamu sepagi ini. Bahkan mungkin orangtuanya baru terbangun. Di saat Rena sibuk dengan berbagai pertanyaan yang berseliweran di dalam kepalanya, dari arah samping suara Davin menginterupsi."Ayo." Davin sudah melepas sabuk pengaman, bersiap akan turun.

  • Marry Me   Dari Hati ke Hati

    Kitaperlu bicara, dari hati ke hati.-Davin-Davin berjalan gontai memasukiprivat roomdi klub miliknya. Ketika pintu terbuka, bunyi terompet berpadu dengan suara teriakan heboh dan percikan kertas kerlap-kerlip menyambutnya."Surprise!!" seru kelima pria tampan yang tak lain sahabat-sahabatnya sejak SMA.Namun, bukannya senang mendapat kejutan tak terduga dari para sahabatnya. Davin malah mendengkus pelan, wajahnya nampak kusut dan tak bersemangat. Langkahnya seperti zombi kelaparan, berjalan lesu menuju sofa tanpa menghiraukan satu pun para sahabatnya yang dibuat cengo oleh sikapnya."Lo kenapa?" tanya Rey

  • Marry Me   Salah Paham

    Dering ponsel memekakkan telinga, Rena yang masih terlelap di atas kasur empuknya mulai terusik oleh suara nada dering dari ponselnya yang begitu bising memenuhi ruang kamar. Kelopak mata Rena perlahan terbuka, ia menoleh ke samping, tangannya terulur meraih ponsel.Rena mendengkus pelan ketika melihat nama si penelepon yang muncul di layar, orang yang telah mengusik tidur lelapnya. Padahal semalam Rena pulang waktu dini hari, rasa kantuk jelas masih mendominasi meski saat ini waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi."Kenapa?" Rena langsungto the pointketika mengangkat panggilan dari kakaknya. "Mama?" Ia mengerutkan kening, sebelum akhirnya mengembuskan napasnya dengan kasar. "Kak Reyvan nelpon aku cuma buat nanyain mama di mana? Kakak 'kan bisa telepon langsung ke nomor mama, kenapa harus nelepon aku. Ganggu or

  • Marry Me   Mantan

    Acara lamaran antara Davin dan Rena sudah dilakukan seminggu yang lalu, kedua keluarga sudah memutuskan tanggal pernikahan yang akan digelar satu bulan lagi. Terkesan mendadak memang, namun itu demi kebaikan bersama mengingat banyak rumor tak sedang yang beredar. Demi menepis segala gosip miring itulah pernikahan keduanya dipercepat dan selama beberapa hari ini baik Rena dan Davin sudah sibuk mempersiapkan segala perlengkapan pernikahan keduanya, dibantu kedua orangtua masing-masing.Rena tersenyum manis ketika mendapat pesan dari Davin, pesan romantis dan terkesan ambigu seperti biasa. Ya, ia sudah terbiasa dengan kelakuan Davin, hal itu justru membuat Rena semakin mencintai pria itu. Davin yang romantis, terkadang nyeleneh, memberikan kesan berbeda di mata Rena."Iya, ini sudah selesai," ucap Rena ketika mengangkat panggilan telepon d

  • Marry Me   Camer

    Seperti biasa, saat Rena keluar dari rumah sakit sudah ada mobil Davin yang menunggu di depan lobi. Pria itustand bydi samping pintu mobil, menyunggingkan senyum manisnya ketika Rena menghampiri."Hai, makin cakep aja pacar aku." Dan seperti biasa, gombalan garing akan meluncur dari mulut Davin."Kenapa? Terpesona ya?" balas Rena, mencondongkan sedikit tubuhnya ke depan Davin yang lebih tinggi darinya."Iya, nih," ucap Davin, kemudian mengecup kening Rena sampai membuat sang empu membeku sesaat."Davin!" pekik Rena setelah kesadaran mengambil alih, ia melirik ke sekitar di mana orang-orang tampak berseliweran keluar masuk rumah sakit, beberapa dari mereka mencuri pandang ke arahnya. "Rese!" Seraya menahan malu Ren

  • Marry Me   Pernikahan

    Lima menit berlalu, suasana hening masih menyelimuti ruang rawat Vera. Hanya embusan napas berat yang silih berganti antara dua orang wanita yang sama-sama membisu seribu bahasa. Kecanggungan antara Vera dan Rena terlihat jelas dari gestur tubuh keduanya, saling melirik satu sama lain, namun enggan membuka obrolan lebih dulu."Gimana?" Rena akhirnya buka suara setelah keheningan yang cukup lama, menurunkan sedikit egonya untuk berbicara lebih dulu. "Nggak ada yang sakit 'kan? Kata Dokter Maya, hari ini lo udah boleh pulang."Vera mendesis pelan, melirik sinis Rena. "Nggak usah sok perhatian lo! Bukannya lo seneng, lo pasti lagi bahagia banget 'kan lihat gue sengsara kaya gini?"Rena menghela napas panjang, tak terpancing akan ucapan Vera yang mencercanya. "Gue tahu Ver, ini nggak mudah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status