Cyra berjalan riang menyusuri koridor kantor milik Alvon dengan sebuah jinjingan di tangan kanan nya.
"Bukankah itu istri pak Alvon?"
"Iya benar. Isu nya sih, pak Alvon menikahi nya karena bertanggung jawab."
"Maksud kamu, wanita itu hamil karena pak Alvon?"
"Ya seperti itu."
"Cantik sih, tapi kok pakaian nya seperti orang miskin ya?"
"Ya wajar lah. Dia kan pembantu dirumah pak Alvon."
Mendengar bisik-bisik dari beberapa wanita itu, Cyra pun refleks memberhentikan langkahnya. Matanya menyapu pakaian nya dari atas hingga bawah.
Memang benar. Terlihat sangat sederhana.
"Huh! Stop Cyra, jangan dengarkan apa kata mereka." Menghela nafas, Cyra pun akhirnya kembali melanjutkan langkahnya.
Hingga tidak lama kemudian, langkah Cyra berhenti tepat di depan sebuah pintu berwarna putih dengan nama 'ALVON WILLIAMS' yang tertera diatas pintu tersebut.
Dengan keberanian nya Cyra mulai meraih knop pintu kemudian mendorongkan secara perlahan.
"Al-"
Ucapan dan langkah Cyra mendadak terhenti. Tatapan nya berubah sendu, ketika matanya menangkap sosok Alvon dan seorang wanita tengah.....berpelukan?
Cyra membekap mulutnya tak percaya. Sesak. Sakit. Melihat tingkah Alvon yang ternyata seperti ini ketika sedang berada di kantor.
Cyra menatap jinjingan itu dengan nanar. Padahal, ia sudah memasak kan makanan siang untuk Alvon. Namun ini yang Alvon balas? Dengan menyakitinya?
Mengusap air matanya, Cyra pun memilih pergi dari ruangan Alvon dengan jejak luka yang tertinggal dihatinya.
***
Cyra berjalan di sepanjang trotoar sambil melamun memikirkan kejadian ketika diruangan Alvon tadi. Airmata nya tidak henti keluar sejak itu.
"Aku berusaha untuk menjadi istri yang baik untuk mu Al. Aku menerima apapun yang kamu katakan pada ku, aku tidak masalah ketika kamu menghina atau bahkan membentak ku. Namun, apa aku juga harus menerima semua ini?"
"Seandainya kejadian itu tidak pernah terjadi, pasti kita tidak akan seperti ini."
"Aku harus apa sekarang Al?" Gumam Cyra lirih.
***
Malam harinya Cyra tampak begitu sibuk mempersiapkan makan malam. Di sebelah nya, Revani juga membantu dengan meletakkan beberapa lauk.
"Kamu sudah menghubungi Alvon?" Tanya Revani.
"Sudah mah, tapi tidak di angkat oleh Alvon."
"Hubungi saja lagi. Mama permisi dulu, ingin memanggil papa."
"Iya mah."
Cyra mengambil ponselnya yang ia simpan di saku celana hitam nya, hendak menghubungi Alvon kembali. Namun, belum sempat ia menekan tombol panggilan, suara derap langkah seseorang membuatnya mengurungkan niat itu.
Dia Alvon. Sesegera mungkin Cyra langsung menghampiri Alvon. Kedua sudut bibir nya terangkat sedikit, seolah ia tidak memperdulikan dengan apa yang terjadi siang tadi. Ketika ia hendak meraih tas yang berada di tangan Alvon, namun Alvon segera menepis tangan nya kasar.
"Apaan sih!"
"Biar aku saja yang bawa."
Tanpa menjawab, Alvon segera bergegas menaiki tangga dengan Cyra yang mengekor di belakangnya.
Sesampai di kamar, Alvon melepas jas dan melemparnya asal diatas sofa. Ia memutar tubuh, menatap datar pada Cyra yang kini berdiri di hadapan nya.
"Sedang apa kamu disini?"
"Me-menunggu mu."
"Aku bukan bayi! Keluar!"
"Tapi Al-"
"Aku bilang keluar!"
Cyra mengangguk pelan, "Baiklah. Nanti setelah kamu mandi, langsung ke bawah ya? Makan malam."
"Ti-"
"Tenang saja, aku tidak akan ikut makan malam bersama mu. Aku akan makan di dapur. Aku permisi dulu."
Setelah mengucapkan itu, Cyra pun berbalik kemudian mengambil jas Alvon yang tergeletak asal diatas sofa.
"Letakkan jas nya!" Ujar Alvon.
"Kenapa? Aku akan membawa nya ke bawah."
"Aku bilang letakkan!"
Cyra menghela nafas, "Iya."
"Cepat lah turun, kamu pasti sangat lapar." Tambah Cyra, kemudian melenggang pergi.
***
Seusai makan malam, Tian mengajak Alvon ke ruangan nya. Dan kini, ayah dan anak itu tampak tengah mengobrol serius di sofa hitam yang berada di ruangan tersebut.
"Kenapa semalam kamu tidak mengizinkan Cyra untuk tidur bersama mu?"
"Kenapa memang? Aku tidak suka dengan Cyra pah." Ujar Alvon jujur.
"Suka tidak suka, Cyra itu tetap istri mu Al. Bersikaplah layak nya seorang suami pada Cyra. Ingat, saat ini Cyra tengah mengandung anak mu. Darah daging mu."
"Aku tidak perduli."
"Semudah itu kamu mengatakan nya?" Tian tersenyum sinis, "Pokoknya, papa tidak mau tau! Jika malam ini kalian tidak tidur satu kamar lagi, maka papa tidak akan segan-segan menghukum mu."
"Kenapa sih pah? Papa selalu berbuat semau papa. Aku tidak menyukai Cyra, jadi tolong jangan memaksa ku! Sampai kapan pun, hanya Alice yang tetap ada di hati ku.”
“Alice?"
"Iya. Dan karena Cyra, hubungan ku dengan Alice berakhir berantakan.”
"loh seharusnya kamu sadar diri. Bukankah kamu sendiri yang memulai masalah itu? Kamu kan yang mabuk, terus menghamili Cyra?"
Skakmat. Alvon diam seribu bahasa. Benar. Papa nya memang benar.
"Kenapa diam?"
"Tidak." Alvon tersadar.
"Jika malam ini papa lihat kamu tidak tidur satu kamar dengan Cyra, maka kamu akan menanggung resiko nya besok.”
"Terserah papa." Ujar Alvon kemudian pergi meninggalkan sang papa.
***
"Ayo, mama antar kamu ke kamar Alvon."
Entah sudah yang ke berapa kali Revani mengatakan itu pada Cyra. Saat ini ia tengah berada di kamar Cyra, membujuk nya supaya mau ia antar ke kamar Alvon.
"Tidak mah, aku akan tidur di sini saja."
Bukan apa-apa. Cyra menolak nya hanya karena takut jika nanti Alvon akan marah, dan mengatakan jika Cyra lah yang mengadu pada mama dan papa nya.
Revani menghela nafasnya sambil mengusap lembut puncak kepala Cyra, "Cyra, kamu itu sekarang istri Alvon. Jadi kamu berhak untuk tidur satu kamar dengan nya. Jangan seperti ini, kalian terlihat seperti bukan sepasang suami istri."
"Tapi mah-"
"Ayo, mama akan antar kamu ke kamar Alvon."
Cyra membuka mulutnya, namun Revani segera kembali berujar.
"Jangan membantah mama."
Revani menggenggam tangan Cyra, membawa nya keluar dari kamar dan mulai menaiki tangga.
Ketika Revani dan Cyra telah berada didepan kamar Alvon, Cyra segera menahan tangan Revani. Dan hal itu tentu saja membuat Revani mengangkat satu alisnya bingung.
"Ada apa?"
"Ak-"
"Jangan khawatir, tidak akan apa-apa. Sana masuk."
Cyra hanya mampu menghela nafasnya ketika Revani telah membuka pintu kamar, kemudian mendorong punggung nya pelan hingga ia masuk ke dalam.
"Ya Tuhan, aku sangat takut.." Cyra menggigit bibir bawahnya. Demi apapun, ia sangat takut saat ini. Ketika tubuhnya di dorong oleh Revani tadi, tiba-tiba saja jantung nya berdetak tak karuan.
Pandangan Cyra menyapu seluruh penjuru ruangan kamar, namun tidak menemukan keberadaan Alvon. Hingga tidak lama kemudian, tatapan nya jatuh pada sebuah pintu balkon yang terbuka.
Apakah mungkin Alvon berada disana?
Dengan sedikit keberanian nya, Cyra pun memutuskan untuk berjalan menuju balkon dengan perlahan.
Dan benar. Lelaki itu tengah berada disana, dengan tubuh yang memunggunginya.
"Alvon?" Cicit Cyra pelan, namun mampu membuat sang empu nya memutar tubuh dan menatapnya datar.
"Aku tidak menyangka jika kamu sangat pandai berakting. Selamat, kamu ternyata berhasil membujuk mama dan papa ku." Alvon berdecih sinis.
"Al-"
"Kamu fikir aku mau tidur satu ranjang dengan mu hah? Menjijikan!"
Alvon menyenggol bahu Cyra kasar, sebelum akhirnya ia melenggang pergi.
Sementara Cyra? Wanita itu tak kuasa menahan air matanya mendengar ucapan yang terlontar dari mulut Alvon.
Sehina itu kah dirinya di mata Alvon?
Serendah itu kah dirinya di mata Alvon?
Dan semenjijikan itu kah dirinya di mata Alvon?
Padahal, sudah jelas-jelas ia hamil pun karena ulah Alvon.
Alvon baru saja terbangun dari tidur nya. Mata nya langsung di suguhkan dengan pemandangan yang benar-benar indah. Lelaki itu lantas mengangkat tangan nya guna mengelus pipi istri nya yang masih terlelap. Wajah cantik Cyra terlihat damai saat tertidur.Alvon tiba-tiba saja terkekeh. Ia teringat dengan hal konyol yang ia lakukan semalam dengan Cyra.-flashback on-Alvon membuka mata nya dan langsung melihat jam dinding yang kini menunjukkan pukul dua dini hari. Pandangan nya kemudian beralih kepada Edward dan Cyra yang tidur di samping nya. Mereka terlihat pulas sekali. Apalagi, Edward.Alvon terkekeh sejenak. Terbesit sebuah ide di benak nya. Ia segera bangun dari po
Cyra tersenyum memperhatikan Edward yang sedang bermain di temani dengan beberapa mainan nya. Anak itu benar-benar terlihat lincah dan menggemaskan. Kaki mungil nya bergerak lincah mengelilingi taman belakang dengan sebuah pesawat mainan yang ada di tangan nya. Mulut nya bergerak menirukan suara pesawat yang akan terbang.“ayo kita terbang ke mommy..” Edward berlari menghampiri Cyra yang sedang duduk di gazebo. Cyra tersenyum kemudian merentangkan tangan nya, menyambut Edward ke dalam pelukan nya.“sudah sore, kita mandi ya?” Cyra mengelus rambut tebal Edward. Anak itu sekarang duduk di pangkuan nya.“ayo!” ujar Edward penuh semangat. Cyra lantas mengecup puncak kepala Edward.“mau mommy gendong?” tanya nya.“mau!”“ayo kita terbang.&rd
Tiga tahun kemudian..“daddy ayo bangun!”“daddy!!”Lelaki beralis tebal itu mengerjapkan matanya ketika mendengar teriakan anak kecil. Masih dengan nyawa yang belum sepenuh nya terkumpul, mata nya samar-samar melihat sosok anak kecil tengah duduk di atas perut nya. Dia, putra nya. Kebiasaan nya adalah setiap pagi selalu membangunkan nya tidur.“hei.” Suara serak Alvon terdengar. Tangan besar lelaki itumengusap kepala putra nya dengan sayang.“mommy mana?” tanya Alvon.“mommy di bawah sedang menyiapkan sarapan, ayo daddy bangun.”“berikan kiss
“mah, mama ahh..”Wanita itu bergerak gelisah diatas tempat tidur sambil memegangi perut buncit nya. Peluh sudah mengalir banyak, dari dahi sampai turun ke leher. Mata nya bahkan sesekali terpejam seolah sedang menahan sakit.“mama..”Suara nya tidak kuat untuk teriak. Ia tampak menahan kesakitan sambil mengatur nafas nya.“huh, huh..”“Cyra, ayo makan—CYRA!” Revani spontan berteriak saat membuka pintu kamar menantu nya. Ia segera berlari menuju tempat tidur dan memegang tangan Cyra yang sudah berkeringat.“mah..” panggil Cyra melemah.“astaga, kamu ingin melahirkan nak!” Revani bergerak panik.“PAH! PAPA!”Tidak lama kemudian Tian-suami nya datang bersama pembantu nya di belakang. Sama hal nya seperti Reva
“ahh Roy..” wanita itu memejamkan mata nya ketika pria yang berada diatas tubuh nya menjilati leher nya dengan rakus dan bergairah. Kedua tangan nya melingkar di leher sang pria dengan manja. Sementara sang pria memeluk pinggang nya dengan mesra.“uhh su-sudah Roy..”Roy seakan menulikan telinga nya dan terus melanjutkan aktivitas nya. Kini ciuman nya naik ke rahang, pipi, lalu berhenti di bibir ranum Luna. Roy mengecap dan memainkan bibir itu dengan penuh gairah. Erangan Luna semakin terdengar, dan tentu membuat Roy semakin bersemangat melakukan aktivitas nya.Roy mengangkat tubuh Luna ala bridal, lalu di jatuhkan nya tubuh itu diatas tempat tidur besar nya. Roy melepas kaus nya dengan terburu-buru sebelum ia kembali menindih tubuh sang istri. Kedua tangan Roy menggenggam kedua tangan Luna sehingga ia leluasa melakukan nya nanti.&ldqu
“Al, aku tidak bisa tidur.” Rengek Cyra seraya menatap Alvon yang ada di layar ponsel nya. Saat ini mereka sedang melakukan panggilan video call.“kamu harus tidur, ini sudah malam sayang.” Ujar Alvon dari seberang sana.“aku ingin di peluk.” Cyra memanyunkan bibir nya sebal. Ah, jika saja Alvon ada disana pasti ia akan mencium bibir menggoda wanita itu.“hei, aku belum tiga hari disini. Ini, aku saja masih lembur mengerjakan kerjaan untuk besok.” Alvon menunjukkan kepada Cyra, beberapa berkas yang berceceran diatas meja nya.“kasihan kamu. Coba saja kamu mengizinkan aku ikut, pasti sudah aku temani.”“sudah, tidur sana.”“jaga kesehatan ya. Jika sudah selesai langsung istirahat.” Ujar Cyra.