Alvon terbangun dari tidur nya setelah mendengar suara kicauan burung yang terdengar bersahutan dari luar.
Ia refleks meringis. Punggungnya terasa sakit setelah ia berhasil merubah posisinya menjadi duduk. Semalaman, Alvon memang memutuskan untuk tidur di sofa. Dan mungkin ini penyebab mengapa punggung nya terasa sakit.
Menyibak selimut, Alvon lantas segera bangkit. Matanya melihat pada tempat tidur, yang ia ketahui jika Cyra tidur disana, namun ternyata tidak.
Hingga tatapan Alvon jatuh pada sosok wanita yang meringkuk tidur di lantai, tanpa menggunakan alas maupun bantal.
"Cyra?" Gumam Alvon seraya menatap perut rata wanita itu. Alvon berfikir sejenak, namun kemudian menggeleng keras.
"Tidak! Kenapa aku harus peduli padanya? Biarkan saja jika dia ingin tidur di lantai dingin itu!"
Tanpa menatap Cyra kembali, Alvon langsung saja berjalan memasuki toilet.
Hingga sepeninggal Alvon, beberapa menit kemudian Cyra pun mengerjap dan membuka matanya.
"Aish, kenapa kepala ku sangat sakit?" Cyra segera duduk, kemudian memegangi kepalanya yang terasa berdenyut. Apa mungkin ini efek karena tidur nya yang tidak benar?
"Apa Alvon sudah bangun?"
Cyra mengalihkan pandangannya kearah sofa, yang ternyata sudah tidak ada Alvon disana. Hingga kemudian terdengar lah suara gemericik air dari arah toilet. Cyra dapat menebak bahwa Alvon sedang mandi sekarang.
"Aku akan menyiapkan pakaian Alvon saja." Ujar Cyra sambil beranjak secara perlahan. Ia berjalan menuju lemari pakaian milik Alvon, dan mulai memilah-milih pakaian kantor yang cocok dikenakan oleh Alvon.
Setelah merasa puas dan suka dengan pakaian yang berada di tangan nya, Cyra lantas tersenyum lebar. Ia menyimpan pakaian itu diatas tempat tidur sebelum akhirnya bergegas keluar dari kamar.
***
Cyra menuangkan susu putih pada gelas milik Alvon. Diam-diam, Revani dan Tian mengamati nya sambil sesekali melempar senyum.
Ketika mendengar derap sepatu Alvon yang perlahan mendekat, Cyra segera pamit pada kedua mertua nya.
Dan Alvon, dengan santai nya ia duduk dan mulai mengambil dua helai roti kemudian mengolesi nya dengan selai. Padahal, sudah terlihat jelas di hadapan lelaki itu tertera sebuah piring yang sudah ada roti yang disiapkan oleh Cyra.
Di balik dinding, Cyra melihat itu semua. Tatapan nya berubah sendu. Pakaian yang tadi pagi ia siapkan, tidak di pakai oleh Alvon. Begitupun dengan roti nya yang juga tidak dimakan oleh Alvon.
Cyra menghela nafas sambil mengusap perut nya, "Kuat kan mama ya nak. Berkembang lah dengan sehat didalam sana, jangan nakal."
Cyra menghapus jejak airmatanya pelan. Entah, harus sampai kapan Alvon akan memperlakukan nya seperti ini.
Lumayan lama Cyra berdiam diri dibalik dinding, hingga kemudian ia melihat kearah meja makan yang ternyata Alvon hendak beranjak dari sana. Ia segera keluar dan berjalan menyusul Alvon.
"Al!" Panggil nya membuat Alvon menghentikan langkah sementara Revani dan Tian mengamati dari jauh.
Cyra tersenyum manis ketika dirinya berdiri di hadapan Alvon yang menatapnya datar.
"Hati-hati." Ujar Cyra kemudian meraih tangan Alvon, mencium punggung tangan nya.
Tanpa berkata, Alvon segera pergi meninggalkan Cyra. Cyra menatap punggung Alvon yang menghilang di balik pintu putih tersebut.
Tak apa walaupun Alvon tidak membalas ucapan nya, yang terpenting Alvon tadi tidak marah ketika ia memegang tangan nya.
Sebuah kebetulan, mungkin?
***
"Ini pembantu baru di rumah kita Cyra." Ujar Revani, memperkenalkan seorang wanita tiga puluh tahunan sebagai pembantu baru dirumah nya.
"Perkenalkan non, saya Ratih." Ratih tersenyum tipis pada Cyra, dan dibalas senyuman manis oleh wanita itu.
"Baiklah Ratih, mulai sekarang kamu sudah bisa bekerja di sini." Ujar Revani.
"Terimakasih nyonya."
"Iya. Kamar mu yang tadi saya tunjukkan itu ya."
"Iya nyonya, sekali lagi terimakasih. Saya permisi ke dapur dulu."
Revani lantas mengangguk. Ia menoleh kearah Cyra.
"Cyra?"
"Iya mah?"
"Hari ini mama ingin memeriksa butik, tidak apa kamu mama tinggal di rumah?"
"Tidak apa mah. Lagipula, sekarang kan sudah ada bi Ratih jadi aku tidak sendiri."
"Baiklah, mama tinggal dulu ya? Apa kamu ingin menitipkan sesuatu?"
"Tidak mah, terimakasih. Mama hati-hati ya."
"Iya nak, mama pergi dulu."
***
"ARRGH!! Sial!" Alvon mengacak rambut nya frustasi. Sejak tadi, yang memenuhi pikiran nya hanyalah Alice, Alice, dan Alice.
Ia teringat ketika kemarin Alice menghampiri nya ke kantor, dan melabrak nya perihal pernikahan nya dengan Cyra.
Alvon memang sengaja untuk merahasiakan ini semua. Namun apalah daya, mulut manusia tidak bisa di percaya.
Flashback on.
Alvon tersenyum manis melihat sang kekasih datang ke ruangan nya.
"Sayang, kenapa kamu tidak bilang jika ingin kemari? Tau gitu kan-“
Plak!
Wanita yang diketahui bernama 'Alice' itu menampar pipi sang kekasih lumayan keras. Kedua matanya mulai berair.
"Sayang, kenapa-“
"KAMU TEGA MEMBOHONGI KU AL! KAMU MENGKHIANATI KU! KENAPA KAMU TIDAK BILANG JIKA KAMU SUDAH MENIKAH?!"
"Sayang, apa maksud mu-“
"AKU BENCI PADA MU! Mana janji mu hah? Kamu bilang akan segera menikahi ku, namun apa? Kamu mengkhianati ku Al! Mengkhianati ku!" Suara Alice terdengar lirih di kalimat terakhir. Airmata nya semakin keluar banyak.
"Jika kamu sudah tidak cinta pada ku, katakan! Jangan seperti ini!" Alice menjeda, "Kita akhiri saja hubungan kita sampai disini."
Alvon dapat melihat kesedihan yang mendalam pada diri kekasih nya. Di peluk nya erat tubuh rapuh itu. Bahkan, semakin erat ketika Alice meronta meminta dilepaskan.
Flashback off.
Alvon menatap foto dirinya dan Alice yang tertera dilayar ponselnya.
"Maafkan aku Alice, maafkan aku.."
Alvon meremas ponsel nya frustasi. Bayang-bayang ketika Alice mengatakan bahwa ingin mengakhiri hubungan nya, terus saja berputar di kepala Alvon.
klek.
Alvon mengalihkan pandangannya kearah pintu. Seketika, matanya mengilatkan kebencian yang begitu mendalam ketika mendapati siapa yang datang.
Wanita itu. Wanita yang telah membuat hubungan nya dengan sang kekasih harus rela berakhir.
"Al aku..... ARRGH!!" Cyra, wanita itu refleks menjatuhkan jinjingan nya dan terkejut ketika dengan tiba-tiba Alvon mencekik nya kemudian membenturkan punggung nya pada dinding.
Cyra memegang tangan besar Alvon yang mencengkram kuat leher nya. Kedua mata nya mulai berkaca-kaca.
"Al.. le.. lepas.."
"WANITA SIALAN! KARENA KAMU! KARENA KAMU HUBUNGAN KU DENGAN ALICE BERAKHIR!"
Cyra menangis. Cengkraman Alvon pada leher nya begitu kuat. Ia bahkan hampir kehabisan nafas.
"Al.. to.. tolong.."
Alvon tertawa sinis melihat wajah Cyra yang mulai memerah. Bahkan, ia tidak memperdulikan airmata Cyra yang menetes mengenai tangan nya.
"Al.. ak.. aku ti..dak bi..sa.."
Duk!
Dengan tega nya Alvon membenturkan kepala Cyra pada dinding seraya melepas cengkraman nya. Lelaki itu menatap Cyra sekilas, sebelum akhirnya keluar dari ruangan.
Tubuh Cyra meluruh ke bawah. Airmata nya semakin banyak keluar. Memegang leher, ia spontan meringis merasa sakit.
Mengapa Alvon tega memperlakukan nya seperti ini?
"Hiks, hiks, kamu sangat jahat Al.."
Cyra menatap sendu pada makanan yang ia bawa untuk Alvon yang berserakan di lantai. Seakan tidak memperdulikan siapa wanita yang Alvon peluk kemarin, Cyra memang berinisiatif untuk mengirimkan Alvon makan siang hari ini.
Namun, apa? Lagi lagi luka yang Cyra dapatkan.
Cyra tampak termenung menatap beberapa hamparan bintang yang bersinar terang malam ini."Ayah, ibu, kalian sedang apa disana? Aku sangat merindukan kalian. Maafkan aku yah, bu. Maafkan aku karena sudah mengecewakan kalian.""Aku lelah. Aku lelah hidup ku di perlakukan seperti ini oleh suami ku sendiri. Bisa kah kalian menjemput ku? Bisa kah kalian membawa ku pergi dari mimpi buruk ini?"Cyra menunduk ketika airmata itu keluar dengan sendirinya. Ia sudah seperti orang yang berputus asa. Seolah, mati adalah jalan satu-satunya untuk meninggalkan semua luka yang Alvon berikan."Kenapa kamu berbicara seperti itu nak?"Spontan, Cyra mendongak dan segera memutar tubuh nya."Mama?" cicit nya pelan.Revani menatap Cyra sendu. Segitu terluka nya kah Cyra, hingga berani mengatakan itu?"Jangan berbicara seperti itu." Revani menggenggam tangan Cyra,
Weekend adalah hari yang cukup di nantikan oleh beberapa orang, karena mereka bisa bersantai-santai di rumah, berkumpul dengan keluarga, atau pun hangout bersama teman dan kekasih.Sama hal nya dengan Alvon, lelaki itu pun kini tengah bersiap ingin menemui sang kekasih. Ah ralat, mungkin lebih tepat nya mantan kekasih karena waktu itu Alice berkata untuk mengakhiri hubungan dengan nya.Melipat lengan kemeja putih nya, Alvon lantas melirik arloji yang kini menunjukkan pukul delapan pagi. Ia segera mengambil kunci mobilnya kemudian bergegas turun ke lantai bawah.Ketika langkahnya telah sampai di akhir tangga, suara Cyra menggema memanggil nama nya."Al!" Cyra berjalan menghampiri Alvon. Matanya menatap Alvon dari atas hingga bawah."Kamu ingin kemana? Bukankah ini hari minggu, dan ituartinya kamu libur di kantor?"
Cyra menatap wajah pucat Alvon dengan sendu. Sudah hampir delapan jam Alvon belum sadarkan diri setelah dirinya di pindahkan di ruang rawat VIP.Akibat kecelakaan itu, satu kaki Alvon terluka lumayan parah, begitupun dengan bagian kepalanya. Dan dokter mengatakan jika Alvon harus mendapatkan penanganan dan perawatan yang khusus."Nak, istirahat lah. Sejak tadi kamu duduk di situ terus."Revani berdiri di sebelah Cyra yang duduk di kursi samping brankar Alvon. Sejak tadi, sejak di pindah kan nya Alvon ke ruang rawat, Cyra dengan setia nya duduk di situ menunggu Alvon tersadar."Aku tidak apa mah."Revani dapat melihat kekhawatiran yang begitu mendalam dari tatapan Cyra. Bahkan, bercak air mata pun masih terlihat di sekitar mata dan pipinya."Nak, Alvon pasti akan baik-baik saja." Ujar Revani sambil mengelus bahu Cyra."Iya mah. Aku sangat m
Gadis itu tampak begitu sibuk memasukkan barang-barang nya kedalam sebuah koper yang ia letakkan di samping lemari.Mengalihkan pandangan, gadis itu spontan terdiam memandang figura foto yang menetap diatas meja panjang yang terletak di samping lemari tersebut.Ia berdiri. Tangan nya meraih figura itu dan memeluknya sambil memejamkan mata."Kenapa hubungan kita harus berakhir menyakitkan seperti ini Al? Seandainya kamu tidak melakukan kesalahan besar itu.."Airmata gadis itu jatuh hingga mengenai kaca figura yang tengah di peluknya. Mungkin, semalam adalah hari terakhir nya ia melihat sang mantan kekasih, karena pagi ini ia harus terbang ke Jerman bersama kedua orangtua nya untuk urusan pekerjaan.Tok!Tok!"Alice, cepatlah nak, papa sudah menunggu mu di bawah!"Alice berkesiap. Menghapus airmata, ia pun lantas memandang figura it
"Kenapa kamu seperti ini sih Al? Kamu sangat kasar pada Cyra." Rezka menggelengkan kepala nya menatap Alvon yang terdiam duduk diatas brankar."Apa kamu tau? Semalam om Tian melarang Cyra untuk menemani mu di sini. Namun apa? Cyra tetap kekeuh ingin menemani mu Al."Benar apa yang dikatakan oleh Roy. Sejak insiden semalam, Tian memang melarang Cyra untuk menemui Alvon. Ia tidak ingin menantu nya di sakiti lagi oleh putranya.Namun, Cyra tetaplah Cyra sang keras kepala. Wanita itu dengan niatnya yang tulus selalu menemani Alvon tidur walaupun dengan posisinya yang duduk.Dan sejak pagi tadi, Cyra di paksa pulang oleh Revani dan Tian setelah pagi-pagi sekali ia muntah-muntah."Cyra itu lelah mengurus mu Al. Kata tante Revani, sejak kamu sakit Cyra selalu tidur dengan posisinya yang duduk. Apa kamu sama sekali tidak memikirkan nya Al? Kamu sama sekali tidak memikirkan anak mu yang di kandung
Terhitung satu minggu sudah Alvon di rawat di rumah sakit. Dan kini, waktunya ia untuk pulang.Di dalam ruangan tersebut hanya ada Cyra dan Alvon, karena Revani sedang keluar membayar administrasi.Cyra tampak sibuk memasukkan beberapa barang-barang milik nya dan milik Alvon ke dalam sebuah tas besar, sementara Alvon hanya duduk termenung diatas brankar dengan tatapan mengarah pada ponselnya.Cyra menghela nafas berat melihat itu. Merasa tak tega sekaligus merasa bersalah kepada Alvon."Cyra?"Cyra berkesiap ketika seseorang menepuk bahu nya. Ia menoleh, dan mendapati sang mama mertua dengan dua orang pria berbadan besar di sisi kanan dan kirinya."Mama." Ujarnya tersenyum."Sudah di masukkan semua?""Sudah mah."Revani mengangguk, lantas ia pun menatap kedua asisten pribadi nya bergantian."Tol
Sup iga yang dibelikan oleh Robby beberapa menit yang lalu kini tandas di lahap oleh Alvon. Kedua sahabatnya dan Cyra hanya melempar senyum melihat itu. Entah memang Alvon lapar, atau memang ia sangat menyukai dan menginginkan nya."Biar aku simpan dulu di dapur." Cyra meraih mangkuk tersebut, kemudian bergegas untuk menyimpannya di dapur."Kau lapar hah?" Kekeh Rezka."Berisik!" Balas Alvon, seraya menyimpan gelas nya diatas nakas."Melihat kamu di layani oleh Cyra, aku merasa iri Al. Rasanya aku ingin cepat-cepat menyusul mu untuk menikah." Ujar Roy."Menikah saja, memang siapa yang melarang?" Tanya Alvon santai."Justru itu, aku belum ada calon. Jika kamu berbaik hati boleh lah kau mencarikan ku calon. Secara, para wanita kan selalu mengantri pada mu.""Itu sih tergantung pada mereka, mau tidak dulu dengan mu?" Ejek Rezka, membuat Roy menatapnya tajam.
Cyra tersenyum menatap sekitar taman sambil mendorong kursi roda milik Alvon. Banyak anak-anak kecil yang berlarian, bermain, bahkan tertawa bersama orangtua nya.Cyra menghentikan kursi roda Alvon di dekat sebuah bangku taman. Ia duduk di bangku tersebut."Ramai ya Al, anak-anak itu sangat lucu." Ujar Cyra, dengan mata yang mengarah pada beberapa anak kecil yang sedang berlarian itu.Alvon terdiam seraya menatap lekat beberapa anak kecil itu. Memang, terlihat sangat menggemaskan.Flashback on."Kau berjanji kan tidak akan pernah meninggalkan ku?" Tanya Alice seraya menatap lekat wajah sang kekasih.Alvon terkekeh, ia mengacak gemas rambut Alice sambil merangkul nya."Iya sayang. Aku sangat mencinta