Wanita bergaun pengantin itu mengusap airmatanya dengan kasar. Kejadian beberapa malam silam kembali berputar di kepalanya, dimana kejadian ketika sang anak majikan merenggut kesucian nya begitu saja.
Sedih? Tentu. Namun harus bagaimana lagi? Mungkin Tuhan sudah menakdirkannya begitu.
Mengelus perut, Cyra lantas tersenyum getir meratapi nasibnya. Kini, ia sudah sah menjadi istri dari seorang Alvon Williams dan menjadi ibu dari anak yang di kandung nya. Namun, sesuai perjanjian bahwa Cyra dan Alvon akan bercerai jika Cyra sudah melahirkan nanti.
"Berkembang lah dengan sehat." Ujarnya lirih.
klek.
Cyra refleks menoleh kearah pintu yang memperlihatkan seorang lelaki ber-jas dengan warna senada dengan gaunnya. Lelaki itu perlahan masuk dengan memasang wajah datar.
"Siapa yang menyuruhmu ke sini? Kamu berharap tidur dengan ku malam ini? Iya?" Tanya Alvon dingin.
"Aku-"
"Keluar."
"Al, kita kan-"
"Aku bilang keluar!"
Cyra berkesiap. Lantas ia pun bangkit, menatap Alvon sekilas sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan lelaki itu.
Di belakang pintu kamar, Cyra kembali menitikkan airmata nya. Ia menangis. Baru semalam mereka sah saja Alvon sudah sangat dingin dan seperti tidak menerima kehadiran nya. Bagaimana dengan hari-hari selanjutnya? Mungkin Alvon akan semakin dingin atau bahkan kasar pada nya.
"Kuat kan aku ya Tuhan. Kuat kan aku demi anak ini."
Cyra melangkah kemudian menuruni satu persatu anak tangga rumah mewah milik keluarga Williams untuk menuju ke kamar nya.
***
Sinar mentari menelisik masuk melalui celah-celah tirai berwarna merah itu membuat sang empu menggeliat, hingga perlahan membuka mata.
"astaga, sudah jam tujuh?" Cyra menatap tak percaya pada jam dinding nya yang menunjukkan pukul tujuh tepat.
"Aku harus membangunkan Alvon." sambung nya kemudian menyibak selimut dan berjalan keluar kamar.
Ketika ia hendak menaiki tangga, tanpa sengaja ia berpapasan dengan ibunda Alvon--Revani.
"Cyra? Kenapa kamu keluar dari kamar itu? Kamh tidur di situ semalam?"
"A- aku.."
"Jadi benar? Semalaman kamu tidak tidur bersama Alvon?"
"Aku-"
"Alvon memang keterlaluan!" Kesal Revani, kemudian berbalik hendak menuju kamar Alvon. Namun, dengan segera Cyra mencekal pergelangan tangan nya membuat langkah Revani terhenti.
"Jangan mah, jangan marah pada Alvon."
"Tidak Cyra, Alvon sudah keterlaluan padamu. Kamu itu sudah sah menjadi istrinya dan Alvon tidak berhakmemperlakukan mu seperti ini."
"Mah-"
"Maafkan Alvon nak.." Lirih Revani, seraya menggenggam lembut tangan Cyra. Cyra membalasnya. Ia tersenyum kecil pada sang mertua.
"Aku tidak papa mah."
"Kamu sangat baik Cyra."
"Mama bisa saja." Cyra terkekeh kecil, "Kalau begitu, aku permisi ya? Aku ingin membangunkan Alvon.”
"Baiklah, silahkan nak."
Cyra tersenyum sekilas pada Revani, sebelum akhirnya ia melangkah menuju kamar sang suami.
Di dalam kamar, hal yang pertama Cyra lihat adalah Alvon yang masih terlelap diatas tempat tidurnya.
Menghela nafas, Cyra pun perlahan melangkah menuju tempat tidur. Matanya menatap lekat pada wajah Alvon yang terlihat damai ketika sedang terlelap. Berbanding terbalik jika lelaki itu sudah membuka matanya. Terlihat menyeramkan.
"Al.. bangun.."
Cyra menggigit bibir bawahnya, seraya mengusap pelan pipi kanan Alvon. Ada sedikit ketakutan dalam dirinya. Takut jika nanti Alvon membuka mata, dan akan marah ketika melihat keberadaan nya di sini.
"Al.. Sudah pukul tujuh, apa kamu tidak ingin pergi ke kantor?"
"Al.."
Cyra meneguk saliva nya takut kala melihat mata Alvon yang mulai mengerjap.
"Sedang apa kamu disini?"
"A-aku hanya ingin.."
Alvon merubah posisinya sambil menatap tajam pada Cyra yang kini menunduk.
"Apa?!"
Cyra terlonjat kaget. Kedua matanya mulai berkaca-kaca.
"Maaf Al.."
"Apa aku menyuruhmu untuk membangunkan ku hah?!"
"Ti..tidak, aku hanya.."
"Keluar!"
"Al.."
"Aku bilang keluar!"
"I-iya. Tapi tolong izinkan aku untuk menyiapkan pakaian mu ya?"
"Tidak! Keluar sekarang!"
"Al, aku mohon biarkan aku menyiapkan pakaian mu dulu sebelum keluar."
Habis sudah kesabaran Alvon. Masih sangat pagi, namun Cyra sudah memancing emosi nya.
"Ingin keluar sendiri atau perlu aku seret?!" Tanya Alvon dingin.
Cyra menelan saliva nya takut. Jangankan membalas perkataan Alvon, menatap nya saja rasanya ia sudah sangat merasa takut.
***
Cyra, Revani, dan Tian--ayah Alvon sedang duduk di kursi makan menunggu kehadiran Alvon.
"Cyra?" Panggil Tian, dan Cyra segera mendongak.
"Apa benar semalam kamu tidak tidur dengan Alvon?"
Cyra beralih menatap Revani. Ia yakin, pasti Revani sudah menceritakan nya pada Tian.
"Jangan takut untuk menjawab nya Cyra, katakan saja pada papa." Sahut Revani.
"I-iya pah. Tapi papa dan mama tidak perlu khawatir, aku tidak masalah jika aku harus tidur berpisah dengan Alvon. Aku nyaman tidur di kamar ku." Balas Cyra tersenyum.
"Mulai nanti malam, kamu tidak boleh tidur sendiri. Harus dengan Alvon."
"Tapi pah-"
"Nanti papa yang akan mencoba berbicara pada Alvon."
Cyra tidak bisa berbuat apa-apa selain mengangguk patuh menuruti kemauan sang ayah mertua.
Hingga tidak lama kemudian, terdengarlah suara sepatu yang berjalan mendekati meja makan. Cyra segera mengalihkan pandangan dan menatap Alvon yang kini tengah menarik kursi makan.
"Biar aku saja." Cyra mengambil alih sebuah sendok selai yang hendak di ambil oleh Alvon. Ia mulai mengoleskan selai coklat tersebut pada roti yang berada di sebelah tangannya.
Melihat itu, Revani dan Tian saling melempar senyum. Mereka yakin, pasti Cyra tengah mencoba menjadi seorang istri yang berbakti pada Alvon, suaminya.
"Silahkan di makan." Cyra meletakkan roti tersebut di atas piring dengan senyuman manis nya.
Bukannya makan, Alvon justru bangkit, memundurkan kursi hendak pergi. Namun Cyra segera mencekal tangan nya.
"Kamu mau kemana?"
Alvon menyentak tangan Cyra kasar. Matanya menatap tajam pada wanita itu, kemudian kembali membalikkan tubuhnya hendak pergi. Namun, lagi lagi Cyra mencekal tangan nya.
"Kamu harus sarapan Al-"
PRANG!
Alvon membanting sebuah piring miliknya yang terisi oleh roti yang telah disiapkan oleh Cyra. Cyra terlonjat kaget, begitupun dengan Revani dan Tian yang menatap Alvon tak percaya.
Nafas Alvon kian memburu. Mata tajam nya menatap Cyra penuh kebencian.
"KAMU FIKIR AKU SUDI SARAPAN SATU MEJA DENGAN MU HAH?! KAMU ITU MISKIN! TIDAK SEPANTASNYA KAMU BERADA DISINI!"
Cyra menunduk ketika Alvon membentak nya. Airmata nya menetes. Hatinya terasa sakit mendengar kalimat yang barusaja di lontarkan oleh Alvon.
"Alvon! Jaga ucapan mu!" Ujar Tian yang tampak marah dengan sikap putranya pada Cyra.
Alvon hanya diam dan akhirnya melenggang pergi meninggalkan meja makan.
Sepeninggal Alvon, tubuh Cyra meluruh ke bawah. Diiringi airmata nya yang terus keluar, ia mulai mengambil pecahan-pecahan piring tersebut.
"Nak, sudah biarkan saja." Revani berjongkok di hadapan Cyra, dan segera membawa tubuh mungil itu kedalam dekapannya.
"Maafkan Alvon nak." sambung Revani.
"Al-Alvon memang benar mah. Apa yang dikatakan oleh Alvon memang benar, aku miskin. Dan aku tidak pantas sarapan bersama kalian. Aku hanya seorang pembantu disini."
"Tidak nak, kau sekarang sudah menjadi istri Alvon, menantu kita. Jangan berbicara seperti itu."
"Maafkan aku. Karena aku, keluarga kalian malu karena sudah memiliki seorang menantu pembantu seperti ku."
"Tidak, jangan berbicara seperti itu. Mama mohon jangan dengarkan apa kata Alvon tadi."
Revani memejamkan matanya, ia juga dapat merasakan betapa sakitnya Cyra ketika di hina dan dibentak oleh Alvon tadi.
Alvon memang keterlaluan.
Cyra berjalan riang menyusuri koridor kantor milik Alvon dengan sebuah jinjingan di tangan kanan nya."Bukankah itu istri pak Alvon?""Iya benar. Isu nya sih, pak Alvon menikahi nya karena bertanggung jawab.""Maksud kamu, wanita itu hamil karena pak Alvon?""Ya seperti itu.""Cantik sih, tapi kok pakaian nya seperti orang miskin ya?""Ya wajar lah. Dia kan pembantu dirumah pak Alvon."Mendengar bisik-bisik dari beberapa wanita itu, Cyra pun refleks memberhentikan langkahnya. Matanya menyapu pakaian nya dari atas hingga bawah.Memang benar. Terlihat sangat sederhana."Huh! Stop Cyra, jangan dengarkan apa kata mereka." Menghela nafas, Cyra pun akhirnya kembali melanjutkan langkahnya.Hingga tidak lama kemudian, langkah Cyra berhenti tepat di depan sebuah pin
Alvon terbangun dari tidur nya setelah mendengar suara kicauan burung yang terdengar bersahutan dari luar.Ia refleks meringis. Punggungnya terasa sakit setelah ia berhasil merubah posisinya menjadi duduk. Semalaman, Alvon memang memutuskan untuk tidur di sofa. Dan mungkin ini penyebab mengapa punggung nya terasa sakit.Menyibak selimut, Alvon lantas segera bangkit. Matanya melihat pada tempat tidur, yang ia ketahui jika Cyra tidur disana, namun ternyata tidak.Hingga tatapan Alvon jatuh pada sosok wanita yang meringkuk tidur di lantai, tanpa menggunakan alas maupun bantal."Cyra?" Gumam Alvon seraya menatap perut rata wanita itu. Alvon berfikir sejenak, namun kemudian menggeleng keras."Tidak! Kenapa aku harus peduli padanya? Biarkan saja jika dia ingin tidur di lantai dingin itu!"Tanpa menatap Cyra kembali, Alvon langsung saja berjalan memasuki toilet.
Cyra tampak termenung menatap beberapa hamparan bintang yang bersinar terang malam ini."Ayah, ibu, kalian sedang apa disana? Aku sangat merindukan kalian. Maafkan aku yah, bu. Maafkan aku karena sudah mengecewakan kalian.""Aku lelah. Aku lelah hidup ku di perlakukan seperti ini oleh suami ku sendiri. Bisa kah kalian menjemput ku? Bisa kah kalian membawa ku pergi dari mimpi buruk ini?"Cyra menunduk ketika airmata itu keluar dengan sendirinya. Ia sudah seperti orang yang berputus asa. Seolah, mati adalah jalan satu-satunya untuk meninggalkan semua luka yang Alvon berikan."Kenapa kamu berbicara seperti itu nak?"Spontan, Cyra mendongak dan segera memutar tubuh nya."Mama?" cicit nya pelan.Revani menatap Cyra sendu. Segitu terluka nya kah Cyra, hingga berani mengatakan itu?"Jangan berbicara seperti itu." Revani menggenggam tangan Cyra,
Weekend adalah hari yang cukup di nantikan oleh beberapa orang, karena mereka bisa bersantai-santai di rumah, berkumpul dengan keluarga, atau pun hangout bersama teman dan kekasih.Sama hal nya dengan Alvon, lelaki itu pun kini tengah bersiap ingin menemui sang kekasih. Ah ralat, mungkin lebih tepat nya mantan kekasih karena waktu itu Alice berkata untuk mengakhiri hubungan dengan nya.Melipat lengan kemeja putih nya, Alvon lantas melirik arloji yang kini menunjukkan pukul delapan pagi. Ia segera mengambil kunci mobilnya kemudian bergegas turun ke lantai bawah.Ketika langkahnya telah sampai di akhir tangga, suara Cyra menggema memanggil nama nya."Al!" Cyra berjalan menghampiri Alvon. Matanya menatap Alvon dari atas hingga bawah."Kamu ingin kemana? Bukankah ini hari minggu, dan ituartinya kamu libur di kantor?"
Cyra menatap wajah pucat Alvon dengan sendu. Sudah hampir delapan jam Alvon belum sadarkan diri setelah dirinya di pindahkan di ruang rawat VIP.Akibat kecelakaan itu, satu kaki Alvon terluka lumayan parah, begitupun dengan bagian kepalanya. Dan dokter mengatakan jika Alvon harus mendapatkan penanganan dan perawatan yang khusus."Nak, istirahat lah. Sejak tadi kamu duduk di situ terus."Revani berdiri di sebelah Cyra yang duduk di kursi samping brankar Alvon. Sejak tadi, sejak di pindah kan nya Alvon ke ruang rawat, Cyra dengan setia nya duduk di situ menunggu Alvon tersadar."Aku tidak apa mah."Revani dapat melihat kekhawatiran yang begitu mendalam dari tatapan Cyra. Bahkan, bercak air mata pun masih terlihat di sekitar mata dan pipinya."Nak, Alvon pasti akan baik-baik saja." Ujar Revani sambil mengelus bahu Cyra."Iya mah. Aku sangat m
Gadis itu tampak begitu sibuk memasukkan barang-barang nya kedalam sebuah koper yang ia letakkan di samping lemari.Mengalihkan pandangan, gadis itu spontan terdiam memandang figura foto yang menetap diatas meja panjang yang terletak di samping lemari tersebut.Ia berdiri. Tangan nya meraih figura itu dan memeluknya sambil memejamkan mata."Kenapa hubungan kita harus berakhir menyakitkan seperti ini Al? Seandainya kamu tidak melakukan kesalahan besar itu.."Airmata gadis itu jatuh hingga mengenai kaca figura yang tengah di peluknya. Mungkin, semalam adalah hari terakhir nya ia melihat sang mantan kekasih, karena pagi ini ia harus terbang ke Jerman bersama kedua orangtua nya untuk urusan pekerjaan.Tok!Tok!"Alice, cepatlah nak, papa sudah menunggu mu di bawah!"Alice berkesiap. Menghapus airmata, ia pun lantas memandang figura it
"Kenapa kamu seperti ini sih Al? Kamu sangat kasar pada Cyra." Rezka menggelengkan kepala nya menatap Alvon yang terdiam duduk diatas brankar."Apa kamu tau? Semalam om Tian melarang Cyra untuk menemani mu di sini. Namun apa? Cyra tetap kekeuh ingin menemani mu Al."Benar apa yang dikatakan oleh Roy. Sejak insiden semalam, Tian memang melarang Cyra untuk menemui Alvon. Ia tidak ingin menantu nya di sakiti lagi oleh putranya.Namun, Cyra tetaplah Cyra sang keras kepala. Wanita itu dengan niatnya yang tulus selalu menemani Alvon tidur walaupun dengan posisinya yang duduk.Dan sejak pagi tadi, Cyra di paksa pulang oleh Revani dan Tian setelah pagi-pagi sekali ia muntah-muntah."Cyra itu lelah mengurus mu Al. Kata tante Revani, sejak kamu sakit Cyra selalu tidur dengan posisinya yang duduk. Apa kamu sama sekali tidak memikirkan nya Al? Kamu sama sekali tidak memikirkan anak mu yang di kandung
Terhitung satu minggu sudah Alvon di rawat di rumah sakit. Dan kini, waktunya ia untuk pulang.Di dalam ruangan tersebut hanya ada Cyra dan Alvon, karena Revani sedang keluar membayar administrasi.Cyra tampak sibuk memasukkan beberapa barang-barang milik nya dan milik Alvon ke dalam sebuah tas besar, sementara Alvon hanya duduk termenung diatas brankar dengan tatapan mengarah pada ponselnya.Cyra menghela nafas berat melihat itu. Merasa tak tega sekaligus merasa bersalah kepada Alvon."Cyra?"Cyra berkesiap ketika seseorang menepuk bahu nya. Ia menoleh, dan mendapati sang mama mertua dengan dua orang pria berbadan besar di sisi kanan dan kirinya."Mama." Ujarnya tersenyum."Sudah di masukkan semua?""Sudah mah."Revani mengangguk, lantas ia pun menatap kedua asisten pribadi nya bergantian."Tol