Share

Bab 13

Di apartement Amanda. Gadis itu tengah duduk kursi meja rias. Ia termenung menatap dirinya yang telah siap mengenakan dress sederhana berwarna hijau muda dengan riasan wajah minimalis. Sejenak ia menarik nafas dan menghembuskannya pelan untuk menetralkan detak jantungnya yang bertalu cepat. ini pertama kalinya ia bertemu dengan pria yang dulu dicintainya dan ia tinggalkan begitu saja hanya karena alasan sepele. Sebersit keraguan dihatinya. Haruskah ia datang ketempat itu, tempat dulu dirinya pernah berikrar janji. Suatu hari nanti, ia akan menikah dengan Aksa. Sesaat matanya memejam dalam. Ia membukanya kembali dan mencoba meyakinkan perasaannya. Dengan pelan ia merapihkan dress dan rambutnya. Apapun yang terjadi? Sudah saatnya ia bertemu dengan Aksa lagi setelah hari itu.

            Amanda beranjak dari kursi, mengambil tasnya, ia mulai melangkah keluar dari kamar dan meninggalkan apartemen tempat tinggalnya saat ini. setibanya di parkiran, ia memasukkan tubuh langsingnya ke dalam mobil bertepatan dengan dering ponsel dari dalam tasnya. Dengan cepat setelah ia mendudukkan tubuhnya di kursi mengemudi mengambil ponsel dan menjawab telphone yang tidak lain dari tunangannya.

            “Iya, kak...” sahut Amanda berusaha setenang mungkin.

            “Kamu masih di apartemen, aku ingin mengajakmu makan siang hari ini.”

            “Maaf kak, hari ini aku ada janji dengan temanku. Kita bisa makan siang besok,” Amanda menutup telphonenya secara sepihak. Ia menyalakan mesin mobil dan mulai melakukan mobil mercedez benz putih kesayangannya ke luar dari gedung apartemen.

oOo

            Sena menatap sahabatnya yang memandang polos padanya. Beberapa kali gadis itu menghela nafas. Apa ia bisa membuat sahabatnya merubah pikiran? Karina menatapnya heran, Sena sedari tadi hanya terdiam menatapnya.

            “Sena, ada apa?” tanya Karina sambil mengerutkan kening memandangnya.

            “Karina, kamu tahu apa yang kamu lakukan sekarang?”

            Karina menunduk sejenak, ia tahu tindakannya kini memang membuat masalah semakin besar. Belum selesai masalahnya dengan sang ayah, ia harus mengambil keputusan terberatnya yaitu menikah dengan Aksa yang merupakan anak dari orang yang dibenci ayahnya. Itu tidak mudah, namun ini sudah menjadi keputusannya. Kalaupun nanti ia akan menyesal, setidaknya ia sudah melakukan pilihan dalam hidupnya.

            “Aku tahu.”

            “Lalu, kenapa kamu harus menentang ayahmu?” teriak Sena tertahan. Karina terhenyak dan ia terdiam. Sesaat ia menarik senyum dibibir, saat pertama kali ia kabur dari pernikahan itu. ia sudah menentang ayahnya dan ia tahu, apa yang akan dilakukan ayahnya? Ayahnya tidak akan diam saja, ia pasti melakukan berbagai cara dan mungkin ia akan membuat Karina menyesali keputusannya sendiri.

            “Kamu datang kemari bukan untuk mengucapkan selamat padaku, kamu ingin membujukku untuk ikut denganmu pulang kerumah. Benarkan Sena?” tanya Karina seakan yakin. “Tapi aku tidak akan ikut denganmu, aku tidak akan ke mana pun. Ini sudah menjadi keputusanku. Aku akan tetap menikah dengan pria itu.”

            “Apa kamu sudah gila... bagaimana kamu bisa melakukan ini? kenapa kamu keras kepala, kamu tahu siapa pria itu?”

            “Aku tahu.”

            “Kamu tahu, kalau dulu ayahnya yang menyebabkan bibimu bunuh diri?”

            Karina terperanjat dan menatap ke arah Sena yang memandangnya tajam. Ia ingin menyadarkan sahabatnya untuk tidak masuk lebih jauh dalam pertikaian keluarga mereka. Karena bisa saja suatu saat nanti, ia yang akan menderita karena hal ini.

            “Apa maksudmu?”

            “Bukankah kamu sudah tahu? Kenapa harus bertanya lagi?”

            Karina merapatkan bibirnya rapat-rapat. Sena meraih tangan sahabatnya. Dengan lembut mengelus punggung tangan putih itu. ia menatap sahabatnya dengan lekat.

            “Ayo kita pulang Karina...” ajak Sena dengan lembut. Karina hanya terdiam. Ia tidak bisa mundur sekarang, tidak untuk saat ini. Dengan pelan ia menutup kedua matanya pelan. Kembali ditatapnya mata hitam Sena yang penuh pengharapan agar sahabatnya mau kembali.

            “Aku tidak bisa Sena, maafkan aku...”

            Sena menghembuskan nafas mencoba bersabar. Tidak mudah memang membujuk Karina untuk pulang bersama dengannya. Jadi sekarang apa yang harus ia lakukan? kalau ia tidak bisa membawa Karina kembali. Tn. Rama pasti akan berbuat sesuatu diluar batas. Sena menatapnya marah. Tidak ada pilihan lain.

            Dengan berani, Sena memaksa Karina ke luar dari tempat ia menunggu sebelum acara pernikahan dimulai. Tanganya mencengkram erat lengan Karina. ia benar-benar menyeret Karina keluar. Gadis itu meringis kesakitan saat tangannya ditarik begitu saja.

            “Sena, lepaskan. Aku tidak mau pulang...” lirih Karina berusaha untuk menghentikan sahabatnya yang sedang menariknya keluar untuk meninggalkan pernikahan ini. Teman-teman Aksa menatapnya heran, bahkan Aksa yang ada di sana menatap mereka. Sesaat ia bertemu pandang dan mereka saling bertatapan. Karina menghempaskan tangan sahabatnya dengan sekuat tenaga.

            “Aku tidak bisa kembali, bisakah kalian tidak memaksaku untuk melakukan apa yang tidak ingin aku lakukan...” teriak Karina dengan mata berkaca-kaca, ia memandang Sena yang mengepalkan kedua tangannya. “Kamu sahabatku, harusnya kamu tahu apa yang aku inginkan. Aku tidak ingin menjadi boneka ayahku lagi. walaupun mungkin dia tidak akan menganggapku anak. Aku tidak peduli...”

            “Karina, kamu benar-benar egois.” Sena berucap dengan penuh penekanan membuat Karina terpaku di tempat. “Apakah semudah itu memutuskan hubungan darah, aku tahu kamu merasa tertekan karena selalu dikekang ayahmu. Kamu tidak memiliki keinginanmu sendiri, tidak ada yang mendengarkan apa yang kamu inginkan. Tapi... di sana ada ibumu, apa kamu juga ingin meninggalkannya. Ibu yang setiap saat memikirkan bagaimana anaknya, kamu tidak tahu bagaimana perasaannya yang mengkhawatirkanmu. Jawab aku... kamu benar-benar ingin meninggalkan keluargamu dan ibu yang telah melahirkanmu...”

            Butiran bening itu menetes pelan membasahi pipi putihnya. Aksa berjalan mendekatinya, ia meraih tangan gadis itu yang terkepal kuat menahan perasaannya. Sena menatap padanya dengan tatapan marah. Apa yang direncanakan pria ini saat ingin menikahi Karina? apa dia benar-benar tulus ingin menikah atau ada rencana lain dibaliknya. Karina menoleh padanya. Menatap Aksa yang tidak memandangnya.

            “Maaf, tapi aku tidak akan membiarkanmu membawa pengantinku.” Ujar Aksa dengan nada datar menatap Sena. ia mengeratkan pegangan tangannya yang menggenggam erat tangan Karina.

            “Apa?” Sena tersenyum meremehkan, “kamu tahu siapa dia?”

            “Aku tahu...”

            “Kamu tahu kalau sekarang statusnya sudah menjadi istri orang lain.”

            “Iya...”

            “Kamu masih mau menikah dengannya?”

            “Iya... karena aku mencintainya.” jawab Aksa singkat.

            “Kamu benar-benar gila,” decak Sena memandang Aksa heran. Ia melirik ke arah Karina yang tatapannya tidak lepas dari pria di sampingnya itu. “Pernikahan kalian akan sia-sia saja. Kamu tahu, ayahmu tidak akan tinggal diam. Dia bahkan mengatakan lebih baik membunuhmu dari pada kamu harus menikah dengan anak dari orang yang  dia benci...” kata Sena memandang Karina lekat penuh kecemasan. Karina terhenyak dan memandang kearahnya. ia tahu, kalau ayahnya tidak akan main-main dengan ucapannya. itu bukan sebuah gertakan dan mungkin bisa saja itu terjadi.

            “Maka dari itu, sebelum terjadi hal yang lebih buruk lagi. kamu harus kembali, pikirkan ibumu. Dia memintaku untuk membawamu dan menjauhkanmu dari bahaya... dia tidak ingin terjadi apapun padamu.”

            Karina menunduk, ia mengeratkan pegangan tangannya pada tangan Aksa yang menggenggamnya erat. Aksa terdiam melihat wajah penuh kebimbangan dan juga kesedihan yang terpatri jelas diwajah gadis yang berada disampingnya itu.

            “Aku tidak akan membiarkannya dalam bahaya, aku akan melindunginya.”

            “Kamu tidak tahu seperti apa ayah Karina.”

            Semua orang yang ada di sana terdiam, suasana mendadak hening. “Jadi, lebih baik sekarang kalian membatalkan niat bodoh ini. Sebelum ada yang terluka,” tegas Sena.

            “Tidak akan terjadi apapun, akan aku pastikan itu.” seru seseorang yang baru saja datang membuat semua mata tertuju padanya. Aksa menatapnya biasa. Seorang pria berjas rapi dan dua orang wanita yang berjalan di belakangnya mendekat pada mereka. “Aku akan menjaganya seperti putriku sendiri,” ujarnya membuat Karina mengerutkan kening, siapa orang yang memandangnya dengan tatapan hangat.

            “Kalian datang?” tanya Aksa ketus. Seorang wanita berjalan menghampirinya. Ia memukul keras kepala Aksa membuat pria itu berteriak kesakitan. “Kak sakit...”

            “Itu sebagai balasan karena kamu tidak sopan, kami sudah jauh-jauh ingin menghadiri pernikahan kalian. Harusnya kamu berterimakasih,” decak sang kakak kesal. Aksa mendengus.

            “Kamu tidak perlu khawatir Karina, aku tidak akan membiarkannya melukaimu.” Pria yang tidak lain adalah ayah Aksa tersenyum ramah. Sena terdiam mematung di tempat. Bagaimana menyelesaikan masalah ini? Sepertinya akan terjadi perang antar keluarga.

            Karina, kamu dalam masalah besar kalau kamu berada disituasi seperti ini, aku mohon berpikirlah dewasa... sadarlah Karina, gumam Sena dalam hati. Karina hanya terdiam mematung. Karina memandang ke arah Aksa sekilas keduanya saling berpandangan dalam diam. Entah ini adalah restu yang diberikan Tn. Anggara untuk mereka, atau hanya sebuah sandiwara yang akan melukai keduanya nanti.

.

.

.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status