Share

Marry You
Marry You
Author: Selina Cho

Bab 1

Di rumah mewah nan megah, seorang gadis sedang asik menatap dirinya di cermin. Ini hari istimewa untuknya, dengan gaun pengantin putih gadis itu tersenyum sinis menatap dirinya. Helaan nafas yang ia keluarkan begitu berat, sampai ia merasakan sesak di dadanya. Ia tidak pernah menginginkan pernikahan ini. Semuanya terjadi karena perjodohan bodoh itu.

“Karina, cepatlah bersiap. Kita akan ke tempat pernikahanmu,” sahabatnya bernama Sena membuka pintu, berjalan masuk ke dalam kamar mendekat kearah gadis yang mematung di depan cermin. Sena tersenyum pada gadis yang bernama Karina. Karina hanya terdiam mematung menatap sahabat baiknya dari cermin.

“Haruskah aku menikah?” pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulut Karina.

“Apa yang kamu bicarakan, bukankah kamu sangat bahagia atas pernikahan ini,” sahut Sena menatapnya heran.

Karina tersenyum miris, “bahagia. Tentu saja,” padahal dalam hatinya ia tidak pernah menyukai pria itu. Sama sekali tidak menyukai pria yang dijodohkan dengannya.

“Karina, kamu baik-baik saja?” tanya Sena dengan cemas memandang Karina. Karina tidak menjawab, ia terdiam menatap dirinya di cermin.

Pintu kamar Karina kembali terbuka, kali ini Nyonya Arta, ibunya Karina masuk kedalam kamar. Ia tersenyum begitu bahagia, melangkahkan kakinya menuju kearah Karina dan Sena yang berada tepat di sebuah cermin besar yang berada di kamar Karina.

“Kamu cantik sekali sayang,” ujar Nyonya Arta begitu senang, ini adalah hari yang begitu penting untuk putri satu-satunya. Karena setelah hari ini, Karina akan menjadi seorang istri. “Orang yang menjadi suamimu pasti akan sangat bahagia,” Nyonya Arta tersenyum lebar, tapi ia tidak pernah tahu kalau Karina sebenarnya merasa terbebani dengan perjodohan ini.

Karina menghela napas pelan. Ia mencoba tersenyum untuk menutupi kesedihannya. “Tentu saja mah, pria itu sangat beruntung bisa mendapatkanku,” sahut Karina sambil tersenyum lebar dengan percaya diri. Ny. Arta kembali tersenyum, tapi Sena melihatnya aneh. Senyum yang benar-benar terpaksa. Kembali Karina terdiam memandangi dirinya. Haruskah aku menikah? tanyanya dalam hati masih sedikit ragu, ia pasti akan menyesal nantinya.

Di perjalanan menuju tempat pernikahan yang diadakan di hotel mewah. Karina masih merenung di dalam mobil, beberapa kali ia menghela napas.

Tanpa mengalihkan pandangan ia bergumam tidak jelas. “Rasanya aku ingin kabur saja,” Sena yang mendengar gumaman itu tampak terkejut.

“Karin?!”

Karina menoleh ke arah Sena.

“Kamu benar-benar...” Sena melihat sang sopir yang sepertinya sedang memasang kuping mendengar percakapan mereka, jelas sekali sopir itu terus melihat ke arah kaca spion belakang. Sena mendekatkan tubuhnya ke arah Karina dan berbisik. “Jangan katakan kalau kamu mau kabur.” Karina hanya tersenyum menanggapi ucapan dari sahabatnya itu.

“Tidak, kamu tidak perlu khawatir,” sahutnya mencoba untuk menenangkan sahabatnya itu. Sena memandangnya masih dengan wajah khawatir.

“Tapi wajahmu tidak mengatakan itu,” sungut Sena membuat Karina terdiam dan kembali melihat ke luar mobil. Jalanan Jakarta yang sedang padat, tiba-tiba mobil terhenti karena kemacetan setiap hari memadati jalanan ibu kota. Mereka terjebak kemacetan lalu lintas. Beberapa kali sang sopir menekan klakson dengan tidak sabar. Sena dengan cemas melihat ke arah jam tangannya.

“Bagaimana ini, kita akan terlambat ke pernikahanmu,” kata Sena cemas, ia menatap mobil-mobil yang di samping kiri kanan memenuhi jalanan menghimpit mobil mereka. Tidak bisa mundur, tidak bisa maju, tidak bisa mengambil jalan lain karena mobil yang mereka tumpangi terjebak di tengah-tengah. Karina tampak biasa saja, sesaat pikiran itu muncul. Ia hanya terdiam. Mungkin ini yang tuhan berikan untuk menghentikan pernikahan yang tidak dia inginkan. Kini tekadnya sudah bulat, gadis itu membuka pintu mobil dan segera keluar.

“Karin, kamu mau kemana?” tanya Sena yang melihat Karina ke luar. Karina setengah berlari di antara mobil-mobil  yang terjebak kemacetan. “Karina...” Sena ke luar dan berteriak memanggil Karina. Gadis itu tidak mendengarnya dan terus berlari menjauhi mobil pengantinnya. Maaf, mah, pah, aku belum siap untuk menikah. Maaf harus melakukan ini, gumam Karina. Ia membuka sepatu high Heels-nya agar mempermudah ia berlari.  Sena menatapnya cemas, ia menelphone seseorang untuk mengabarkan kalau Karina kabur.

***

            “Apa? Kamu serius,” teriak seseorang kaget yang berada di tempat pernikahan Karina. Ia tidak lain adalah kakak sepupu Karina, pacar Sena.

            “Iya kak, Karina kabur. Aku tidak tahu dia kemana,” cemas Sena yang berada di sebrang sana menelphone kekasihnya itu.

            “Bagaimana bisa,” ujar pria yang tidak lain adalah Nando.

            “Aku tidak tahu, kami terjebak kemacetan. Tiba-tiba dia keluar dan kabur, aku sudah mengejarnya, tapi aku tidak menemukannya di mana-mana kak,” Sena semakin cemas, ia tidak tahu harus berbuat apa untuk mencari Karina.

            “Aku akan segera ke sana, kamu di mana?” tanya Nando pada Sena.

            “Di dekat Bakery Candy’s Shop,” sahut Sena.

            “Baiklah, tunggu aku,” Nando menutup telphonenya, ia melihat ibu dan ayahnya Karina sedang melayani tamu-tamu yang datang. Di liriknya calon suami Karina yang juga sedang menyambut kedatangan para tamu dengan tersenyum bahagia. “Karina, apa yang kamu pikirkan, kamu benar-benar bodoh,” Nando bergumam sambil menghela napas. Dilangkahkan kakinya ke luar dari gedung pernikahan Karina.

            “Kamu mau ke mana?” tanya Tn. Rama saat melihat Nando yang hendak ke luar. Ia ragu apakah harus ia mengatakan pada Tn. Rama mengenai Karina yang kabur. Tapi setidaknya ia harus tahu.

            “Paman, itu...” Nando menatap lekat Tn. Rama yang memandangnya dan menunggu jawaban darinya.

            Sementara itu, Karina yang berhasil kabur. Ia terduduk lemah di depan sebuah toko, ia mencoba mengatur nafasnya yang hampir putus karena terus berlari. Apalagi dengan memakai gaun pengantin yang membuat orang-orang berpandangan aneh terhadapnya. Karina tidak terlalu menghiraukan orang–orang yang menatapnya heran.

            “Aku harus ke mana sekarang, kamu benar-benar bodoh Karina,” rutuknya pada diri sendiri. Ia kabur tanpa memperhitungkan segalanya, tanpa uang tanpa pakaian ganti tidak menjamin dirinya akan segera ditemukan. Karina menekuk kedua lututnya dengan tangan yang memeluk kedua lututnya itu. Karina termenung sejenak, setelah lama termenung dan tidak tahu harus kemana. Karina beranjak dari tempatnya dan kembali berjalan tanpa tujuan. Ia benar-benar tidak memiliki tujuan. Tapi ini yang bisa dia lakukan, ia tidak ingin menikah dengan orang itu.

***

            Seorang pria berada di dalam mobilnya, ia membuka kaca jendela mobil membiarkan angin masuk ke dalam menerpa wajahnya yang fokus menyetir di jalanan kota Jakarta. Suara musik menggema dan terdengar keras di dalam mobilnya. Ia menghentak-hentakkan jarinya di atas setir menikmati lagu yang sedang ia putar. Sedikit senyum simpul menghiasi bibirnya. Kacamata hitam bertengger manis di matanya yang bulat.

            “Ah, ini sungguh menyenangkan. Akhirnya aku bisa lolos dari pertunangan bodoh itu,” ujarnya berbicara sendiri sambil terus fokus melihat jalanan yang ia lalui. Di tengah musik yang menggema, suara ponsel milik pria itu mengusik ketenangannya. Sesaat ia melihat nama yang tertera di layar. Dengan cepat ia memakai earphone dan menekan tombol jawab di layar ponselnya.

            “Ya Hallo,” sapanya.

            “Aksa apa kamu sudah gila. Cepat kembali,” teriak seseorang dari sebrang sana. Sepertinya ia begitu marah atas kelakuan pria yang bernama Aksa itu.

            “Untuk apa, aku sudah mengatakan pada ayah kalau aku tidak mau dijodohkan,” sahut Aksa cuek.

            “Ini demi kebaikkan perusahaan kita. Kamu sedikitnya harus memperhatikan perusahaan, setidaknya dengan pertunangan itu bisa menyelamatkan salah satu perusahaan ayahmu,” geram orang itu.

            “Aku dijodohkan karena urusan bisnis, menyedihkan, bukankah ayah masih memiliki perusahaan yang lain. Kenapa harus susah-susah mempertahankan perusahaan kecil itu,” kesal Aksa.

            “Kamu harus menghargai perasaan Ayahmu. Cepatlah kembali dan bertunangan dengan anak dari Keluarga Hardi,” kata orang di sebrang sana sedikit memaksa.

            “Tidak mau. Kakak jangan memaksaku, berhentilah mencampuri urusanku. Aku tidak akan pernah kembali,” Aksa menutup telphonenya kasar. Ia menginjak gas dan mempercepat laju mobilnya, perasaannya sedang marah. Ia tidak suka dipaksa seperti ini. Ini sungguh menyebalkan baginya.

            Sementara itu, Karina terus berlari menghindari orang-orang yang sudah disebar untuk mencarinya. Ia bersembunyi di sebuah mini market. Orang-orang yang berada di dalamnya menatap heran Karina yang masih mengenakan gaun pengantin. Ia mengintip orang-orang yang ia yakini adalah suruhan ayahnya. Berarti Sena sudah memberitahukan pada ayahnya mengenai aksi dirinya yang kabur.

            “Ah, bagaimana ini...” rengeknya. Saat ada salah seorang suruhan ayahnya melihat ke dalam mini market. Karina yang terkejut dengan refleks berjongkok agar tidak terlihat oleh mereka. Karina tampak frustasi, ia pasti akan segera ditemukan dan diseret paksa kepelaminan untuk menikah dengan pria yang tidak dicintainya. Setengah jam Karina berada di mini market itu, setelah situasi tampak aman. Karina keluar mengendap-ngendap. Saat berada di luar, Karina terkejut mereka masih ada disana. Tanpa pikir panjang, Karina langsung masuk ke dalam mobil yang baru saja berhenti di depan mini market. Sang pemilik mobil begitu terkejut melihat seseorang menyelinap masuk kedalam mobilnya. Karina masih melihat orang-orang suruhan ayahnya masih mencari keberadaannya. Karina mengambil salah satu majalah yang berada di dasbord mobil dan membukanya untuk menutupi wajahnya dari mereka.

            “Siapa kamu?” tanya pria yang tidak lain adalah Aksa menatap Karina yang sedang bersembunyi di dalam mobilnya dan menutup wajahnya menggunakan majalah.

“Ssssttt…” Karina menempelkan jari telunjuk di bibir merahnya. Karina terlihat mengintip beberapa pria berjas hitam berlari-lari mencari keberadaannya. Aksa melihat para pria itu juga.

“Kamu punya hutang pada mereka?” tanya Aksa yakin. “Atau kamu...” Aksa memperhatikan pakaian yang dikenakan Karina.

Karina bernapas lega, setelah para pria itu sudah pergi.  “Kamu kabur dari pernikahanmu?” tanya Aksa meledek.

Karina mendelik kesal ke arah Aksa yang berada di sampingnya, “Bukan urusanmu, cepat jalankan mobilmu,” perintah Karina dengan angkuh.

“Siapa kamu memerintahku seenaknya, cepat keluar dari mobilku,” bentak Aksa kesal. Karina hanya terdiam sejenak, “cepatlah jalankan mobilmu,” kata Karina sedikit memaksa.

            “Hei, wanita aneh, cepat keluar dari mobilku,” teriak Aksa marah.

“Tidak mau,” sahut Karina, ia melipat kedua tangannya di dada. Wajahnya merengut kesal. “Aku sudah lelah berlari seharian, aku hanya ingin pergi dari kota ini ketempat yang jauh...” ucap Karina yang membuat Aksa terpaku.

“Itu bukan urusanku, cepat keluar...” usirnya kasar.

“Kalau aku tidak mau, kamu mau apa?” tanya Karina menantang dan menoleh ke arah Aksa.

Aksa tersenyum sinis, “kamu akan menyesal,” Aksa mendekatkan tubuhnya ke arah Karina, membuat wanita itu menatapnya takut.

“Kamu mau apa?” tanya Karina takut, saat tubuh Aksa sudah mendekat. Dengan refleks ia menutup rapat kedua matanya. Ternyata Aksa hanya memakaikan seltbet dibadan Karina. Perlahan Karina membuka kedua matanya dan menatap kearah Aksa yang menancap gas melajukan mobil dengan kecepatan tinggi membuat Karina terpekik kaget. Di perjalanan Aksa semakin gila melajukan mobilnya seperti pembalap F1 yang tidak takut menyalip mobil-mobil yang berada di depannya. Awalnya Karina takut, tapi tiba-tiba ia menikmatinya. Ini sama sekali tidak menakutkan. Dua jam di perjalanan, Aksa menghentikan mobilnya di tepi pantai Selatan. Iya, mereka sudah berada di daerah selatan sekarang. Aksa keluar dari mobilnya, membuka pintu di mana Karina berada.

“Keluarlah,” perintah Aksa, Karina merengut dan akhirnya ke luar dari mobil Aksa. Setelah Karina ke luar, Aksa kembali masuk ke dalam mobil, ia menghidupkan mesin mobilnya lagi dan melaju pergi meninggalkan Karina. Karina terkejut.

“Hei, pria brengsek, bagaimana bisa kamu meninggalkanku disini...” pekik Karina, mobil Aksa sudah pergi meninggalkannya. “Berhenti...” teriak Karina. ia berusaha mengejar mobil Aksa. Bagaimana bisa ia ditinggalkan begitu saja oleh Aksa di tempat asing ini tanpa uang, tanpa pakaian dan di mana dia akan tinggal untuk sementara. Karina terduduk lemah di terotoar jalan, ia seperti gadis yang terbuang. Dirinya benar-benar akan menyesali keputusannya ini. Aksa melihatnya dari kaca spion. Sebenarnya ada rasa iba dalam dirinya, tapi ia tidak ingin terjebak dengan wanita itu. Aksa terdiam melihat beberapa pemuda yang mengendarai motornya berhenti tepat di depan Karina. Karina terlihat di paksa oleh mereka dengan menarik-narik tangannya dengan kasar. Karina berteriak meminta pertolongan dan berusaha melepaskan diri dari mereka. Aksa menghentikan laju kendaraannya. Di tutup kedua matanya pelan, ia menghela nafas pendek. “Benar-benar menyusahkan,” Aksa keluar dari dalam mobilnya berjalan menuju kearah Karina yang masih ditarik paksa oleh para pemuda yang tampaknya sedang mabuk itu. Hari memang sudah menjelang sore dan sebentar lagi berganti malam.

“Lepaskan dia,” bentak Aksa ke arah para pemuda itu.

“Apa? Kamu siapa? Jangan ikut campur, pergi saja,” tanya salah satu pemuda dengan garang ke arah Aksa.

“Kamu tidak lihat pakaiannya,” kata Aksa dengan santai.

“Oh, apa dia istrimu?” tanya pemuda itu sambil melihat ke arah Karina yang mengenakan gaun pengantin. Aksa menarik paksa tangan Karina dan membuat tubuh Karina merapat ke tubuhnya. Sesaat mereka saling berpandangan, Aksa mengalihkan pandangan menatap para pemuda itu. “Kalian masih bocah, tapi perilaku kalian seperti orang dewasa kotor,” ucap Aksa dingin membuat para pemuda itu geram dan marah menatap Aksa.

Pemuda itu melihat teman-temannya dan memberi isyarat pada mereka untuk menghajar Aksa. Aksa menarik senyum miring, ia tidak takut sama sekali dengan mereka. Ia menarik tubuh Karina kebelakang tubuhnya dan bersiap menghajar para pemuda itu. Dengan sekali pukulan dan tendangan, Aksa berhasil mengalahkan mereka. Karina terperangah melihatnya. Para pemuda itu kabur begitu saja karena takut.

“Wah, kamu bisa berkelahi juga ternyata,” ujar Karina sambil tersenyum senang. Aksa melihat kearahnya, pandangannya tidak lepas dari pakaian yang dikenakan Karina dan hari yang sudah mulai gelap. Aksa kembali menghela nafas. “Kenapa kamu menatapku seperti itu?” tanya Karina yang begitu risih ditatap Aksa seperti itu.

“Di mana rumahmu, aku akan mengantarmu,” kata Aksa.

Karina terdiam, “Seperti yang kamu lihat, aku kabur di hari pernikahanku. Aku tidak ingin menikah dengan pria yang bahkan belum aku kenal dan aku tidak mencintainya,” ucap Karina. “Jadi bagaimana bisa aku kembali ke rumah,” lanjutnya sambil tertunduk lesu.

Aksa tersenyum miris, “kita sama,” kata Aksa membuat Karina mendongakkan kepalanya ke arah Aksa. “Aku juga kabur dari acara pertunanganku,” sahutnya sambil tersenyum. Karina terpaku melihat senyum Aksa padanya. Hening. Keduanya terdiam. Sampai Aksa memecah keheningan itu. “Kita harus mencari tempat menginap untuk malam ini.”

Karina mengerjapkan kedua matanya pelan, perlahan ia menyilangkan kedua tangannya menutupi dadanya, ia menatap takut Aksa yang ada di depannya.

“Jangan berpikiran macam-macam, aku tidak tertarik pada gadis kecil sepertimu,” cibir Aksa dingin. Karina menyeringai sebal di katakan gadis kecil. Padahal umurnya sudah dua puluh empat tahun.

“Ish menyebalkan! Ya, aku akui aku memang masih kecil,” sahut Karina masih dengan wajah ditekuk kesal. Mereka berdua memutuskan mencari tempat menginap. Keduanya kembali masuk ke dalam mobil Aksa yang terpakir tidak jauh dari mereka. Aksa melajukan kembali mobilnya untuk mencari penginapan terdekat.

***

            Di rumah kediaman keluarga Karina, Tn.Rama, Ny.Arta, Sena dan Nando menunggu dengan gelisah. Mereka sedang menunggu kedatangan anak buah Tn.Rama yang mencari keberadaan Karina yang kabur. Tn.Rama mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat, ia merasa marah kenapa putrinya bisa melakukan hal itu. Kabur disaat hari pernikahannya membuat keluarga besarnya malu. Tn.Rama memukul keras pegangan kursi yang ia duduki. Matanya menyiratkan kemarahan. Anak buah yang disuruh untuk mencari Karina sudah kembali. Ia berjalan mendekat kearah Tn. Rama yang duduk dengan gelisah.

            “Bagaimana, apa kalian menemukan Karina?” tanya Tn. Rama tanpa memandang kearah anak buahnya itu.

            “Tidak Tuan, kami sudah mencari ke seluruh penjuru kota Jakarta. Tapi nona Karina tidak bisa kami temukan,” sahut anak buahnya memberitahu.

            Tn. Rama mendelik marah ke arah anak buahnya, “apa saja kerja kalian, mencari seorang gadis saja kalian tidak bisa. Cari sampai ketemu, kalau perlu seret saja dia pulang dengan paksa,” teriak Tn. Rama membuat semua orang di sana terkejut.

            “Sayang, apa kamu tidak terlalu keras pada Karina,” kata Ny. Arta membela Karina. Tn.Rama memandangnya marah.

            “Keras, aku sudah bersikap lembut. Tapi ini balasannya, gadis itu telah membuat keluarga kita malu,” Tn.Rama masih geram, ia di permainkan oleh putrinya sendiri. Itu membuatnya marah, apalagi di hadapan keluarga Handoko yang akan menikah dengan Karina. Keluarga terpandang dan juga kaya raya. Setidaknya kalau Karina menikah dengan putra dari keluarga Handoko. Hidupnya tidak akan pernah kekurangan. Tn.Rama menatap anak buahnya yang masih berdiri di sana. “Kenapa diam saja, cepat cari gadis itu...” teriaknya marah. Tn.Rama beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju kamarnya dengan emosi.

            Nando dan Sena saling berpandangan takut, Karina dalam masalah besar kalau sampai dia ditemukan dan dipaksa pulang. Entah apa yang akan dilakukan Tn.Rama padanya, mereka sudah sangat mengenal sifat Tn.Rama yang tempramen. Sedangkan Ny.Arta hanya bisa menghela napas, ia menatap Sena dan Nando.

            “Kalian juga harus mencarinya, bawa dia secara baik-baik. Kenapa Karina melakukan ini, apa dia tidak tahu sifat ayahnya,” gumam Ny.Arta, ia masih menatap Nando dan Sena bergantian.

            “Kami akan segera mencarinya, bibi tidak usah khawatir,” sahut Nando dan mendapat anggukkan setuju dari Sena. Ny.Arta tersenyum simpul.

***

            Di sebuah penginapan kecil di dekat pantai, mereka berdua saling berpandangan saat mendapat penjelasan dari pemilik penginapan. Karina tersenyum kaku, jelas saja pemilik penginapan itu menyangka kalau mereka adalah pasangan yang baru menikah karena melihat gaun pengantin yang dikenakan Karina.

            “Bibi salah paham. Sebenarnya kami...” Aksa memandang Karina yang sama sekali tidak mau menyanggah ucapan bibi pemilik penginapan itu.

            Bibi itu memandang dengan tatapan bingung. Aksa menatap tajam Karina yang tetap diam.

            “Jadi bibi, apa kami bisa mendapatkan kamar?” tanya Karina dengan polos.

            “Tentu saja, kebetulan hanya tinggal satu kamar. Kamar itu cukup besar, cocok untuk pasangan pengantin muda seperti kalian,” kata bibi itu sambil memperlihatkan senyum ramah. Karina tersenyum menanggapinya. Aksa semakin kesal. Bibi pemilik penginapan itu memberikan kunci pada Karina.

            “Terimakasih Bi,” Karina menerima kunci kamar dengan sangat senang. Ia memandang kearah Aksa yang terdiam karena kesal. 

            “Iya, semoga kalian cepat diberi anak... kalian tampak serasi. Tampan dan cantik,” tutur bibi pemilik penginapan sambil tersenyum menggoda.

            “Apa?!” pekik Karina terkejut. Aksa juga terkejut mendengarnya, mereka saling berpandangan. Tapi saat melihat ekspresi kaku Karina, Aksa melihatnya geli. Ia mencoba menahan tawanya dan berdehem kecil. Bibi pemilik penginapan itu berjalan meninggalkan Karina dan Aksa. Karina jelas masih terkejut mendengarnya. Kembali Karina memandang Aksa yang berada di sampingnya. Ia terdiam. Kenapa jantungku berdebar seperti ini, gumam Karina dalam hati sambil memegangi dadanya. Tidak mungkin, ucapnya. Ia menepis semua perasaan yang tengah menghinggapinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status