Hall jazaaa ul_ihsaani illal_ihsaan....
Fa bi'ayyi aalaaa'i robbukumaa tukazzibaan...
Alfa terisak, berusaha meneruskan tilawahnya hingga selesai. Ia tidak menyadari sosok gadis yang memperhatikan gerak geriknya dari tadi. Pria itu kerap kali menangis jika membaca surah Ar - Rahman. Apalagi saat mengulangi ayat yang berarti 'Maka nikmat tuhanmu yang manakah yang kau dustakan,' rasanya itu seperti di siram air es di musim dingin. Selama ini ia merasa bebas bahkan terkesan santai dengan hidupnya. Padahal semua fasilitas yang ia nikmati semuanya dari sang pencipta Allah.
Oksigen yang selama ini di hirup tidak pernah habis stoknya, makanan yang selama ini ia makan, mata yang bisa melihat, telinga yang bisa mendengar, bibir yang bisa berbicara, tangan yang bisa bergerak, kaki yang bisa melangkah, kulit yang begitu peka, lidah yang perasa, air liur yang tidak pernah habis stoknya, dan banyak karunia yang di berikan sang pencipta Allah kepadanya dan seluruh mahluk hidup di bumi.
Pernahkah kita berpikir dari sepiring nasi dan lauk pauk yang kita makan, mana yang menjadi kotoran, mana yang menjadi nutrisi dalam tubuh?
Bagaimana lambung mencernanya? Bagaimana darah terus mengalir? Bagaimana rupa rasa sakit itu? Bagaimana bentuk cinta itu? Bagaimana cara hidung menyaring racun dan oksigen? Bagaimana, bagaimana? Dan bagaimana?
Selama ini yang ia tahu hanya menikmati tanpa pernah ikut andil di dalamnya, bahkan dalam sehelai rambut yang tumbuh di kepalanya.
Hanya tahu menikmati, tanpa tahu proses. Bahkan manusia pun kerap kali di katakan 'pencipta' . Padahal tak ubahnya hanya seorang perakit. Karena hakekatnya kata 'pencipta' itu ber-arti dari tidak ada menjadi ada. Sementara selama ini jika seseorang mengklaim dirinya bisa menciptakan sebuah ponsel, komputer, atau benda lainnya, tak ubahnya mereka hanya menggunakan peralatan yang sudah di sediakan sang pencipta Allah Azzawajalla, kemudian mereka merakitnya hingga menjadi sebuah benda 'baru ' .
Alfa kerap kali merenung, tentang masa kecilnya bahkan hingga sebesar sekarang ini. Rasanya begitu menakjubkan, dari setiap peristiwa yang di alaminya pasti memiliki rencana tersendiri dari sang Maha kuasa.
"Kak, ada kak Rosa di depan." Alifa menepuk pundak sang kakak pelan, wanita itu menyunggingkan senyumnya kemudian berbalik meninggalkan sang kakak.
Alfa beranjak membereskan mushaf dan sajadahnya. Pria itu kemudian menuju ruang tamu di mana Rosa sedang duduk cantik dengan dress super ketatnya.
"Assalamualaykum," Alfa menyapa, kemudian mengambil duduk di sofa single dekat pintu masuk.
"Waalaikumsalam." Rosa tersenyum, melihat wajah Alfa habis sholat itu ibarat menemukan barang baru yang sedang diskon 50%.
Kinclong dan glowing!
Alfa tidak menanyakan untuk apa Rosa datang, karena memang sunah nabi Sallalahualaihi wa sallam seperti itu. Tamu harus di perlakukan sebaik mungkin, di jamu hingga sang tamu senang, barulah kemudian menanyakan maksud kedatangan si tamu.
"Silakan di minum kak Rosa."
Alifa menghidangkan teh serta makanan kecil. Wanita itu tersenyum kemudian mengambil duduk di samping Rosa. Ia sedikit tahu kalau sang kakak tidak menyukai tingkah Rosa yang pecicilan dan terkesan murahan.
"Ya, Jazakillahu khairan tehnya." Rosa tersenyum, melirik Alfa yang sedang menuang teh dari teko. Rasanya semakin hari Alfa semakin tampan. Tskk, padahal pria itu hanya mengenakan kaus oblong berwarna hitam dengan celana training berwarna abu abu di atas mata kaki.
Ya elah, orang ganteng mah bebas. Batin Rosa membenarkan.
"Tante Fatimah mana? Kok enggak kelihatan." Rosa membuka obrolan dengan kikuk, pasalnya Alifa sedang asyik dengan ponselnya sedangkan Alfa memilih melihat tehnya daripada dirinya.
"Ummi tinggal sama Abi, Kami tinggal bertiga, aku, kak Al sama suamiku."
Rosa terkejut dengan pengakuan Alifa.
Alifa itu seumuran dengannya, 19 tahun. Mungkin hanya selisih 8 atau 7 bulan. Beberapa minggu lalu ayahnya bercerita tentang Alifa, katanya tante Fatimah tahu dirinya hamil saat usia kandungnya dua bulan setelah kepergian om Fatih. Itu artinya, Alifa juga belum sempat melihat sang ayah, sama seperti dirinya yang belum sempat melihat sang ibu.
"Ya ampun, kok aku nggak nyangka kamu udah nikah. Masih kecil loh, papa bilang kita beda 7 atau delapan bulan." Alifa tersenyum menanggapi keterkejutan Rosa. Ia sudah biasa dengan orang orang yang memandang sebelah mata pernikahan di usia dini.
"Iya, soalnya kak Al bilang nggak baik kalau kami terus bertemu, tanpa ikatan. Syaitan itu pinter, meskipun kami berusaha menjaga pandangan tapi tetap aja,"Alifa tersenyum malu mengingat sang suami, "Lagian kak Aldi udah siap, jadi kami menikah." Jelas Alifa kembali.
“Sudah berapa lama kalian nikahnya?” tanya Rosa ingin tahu. Pasalnya berita pernikahan Aldi tidak pernah berhembus di kampusnya.
"Alhamdulillah, udah mau tiga bulan, kak."
"Keren! Pasti Aldinya teman sekelasnya Alfa kan?D emi apa coba, aku kira dia single. Ganteng gitu."
Alfa tersenyum geli melihat respon Rosa yang menurutnya berlebihan. Namun sesaat ia sadar pakaian tak layak Rosa yang __ketat, dada wanita itu saja terlihat hampir tumpah ruah, sedangkan paha putih jenjangnya terekspos bebas.
"Astagfirullah. ..!" Alfa beristigfar pelan, kemudian meninggalkan Rosa dan Alifa yang masih asyik bercerita hingga tak sadar kalau Alfa meninggalkan ruang tamu.
"Eh terus, ya ampun. Sumpah banget aku nggak percaya.”
“Aldi nggak ngajakin pacaran, atau ngomong cinta gitu?" Rosa masih syok. Wanita itu menangkup pipinya saat Alifa menunjukkan foto pernikahannya dengan Aldi.
"Nggak, aku juga awalnya nggak nyangka kak. Selama ini kan aku cuma sesekali nggak sengaja saling tatap, tapi... ya gimana lagi. Meskipun kak Alfa temenan sama kak Aldi dari smp tapi kan mereka ketemunya baru sekarang. Kak Aldi selama ini tinggal di Turki sama kakak perempuannya yang sudah menikah, di sana dia melanjutkan sekolah, sekalian kuliah. Orang tuanya menetap di Saudi sekarang," Alifa menghela nafasnya, "Kak Aldi lanjutin kuliah di universitas tempat kak Rosa juga. Kak Aldi mau lanjutin usaha papa yang di Jakarta. Dia sering ke sini, numpang makan, sama tidur. Dia punya apartement sih, tapi malas katanya, sepi. Mangkanya kak Alfa khawatir fitnah, kalau aku berduaan di rumah sementara kak Alfa harus kerja."
Pancaran kebahagiaan terpancar dari wajah berbinar Alifa. Wajar saja, selama ini wanita itu tidak memiliki teman curhat, karena teman-teman nya rata-rata melanjutkan kuliah ke berbagai penjuru, ada yang di dalam negeri, ada juga yang di luar negeri. Kurang puas rasanya jika hanya berkicau lewat dunia maya.
"Aku juga kaget pas Kak Alfa suruh aku ikutan duduk. Kan enggak biasanya, terus kak Aldi bilang mau nikah sama aku"
"Oh, ya Allah!" Rosa memeluk Alifa, rasanya ia bisa merasakan euporia dalam diri Alifa. Senang, deg degan pastinya.
"Ih, aku baper masa. Aldi so sweet banget sih. Langsung lamar gitu." Rosa tersenyum melepaskan pelukannya.
"Iya kak, kan emang gitu anjuran nya. Ta'aruf, Khitbah, Nikah. Atau singkatnya TKN, tapi ada sebagian ustadz yang menyuruh menghitbah dahulu supaya jelas tujuannya karena hakikatnya ta'aruf itu seumur hidup. Bukan kayak sekarang yang lagi marak pacaran Syar'i atau berdalih ta'aruf tapi berkhalwat."
Rosa mengerut kan keningnya, ia tidak mengerti Khalwat itu apa.
"Khalwat itu berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahram, tapi semakin canggih teknologi, chat dengan non mahrom juga tidak boleh kecuali ada keperluan mendesak. Lagian syarat ta'aruf itu bukan berduaan, tapi di temani wali dari kedua belah pihak." Jelas Alifa. Rosa mengangguk menanggapinya. Ia akui pengetahuannya tentang bahasa arab itu minim. Meskipun bisa mengaji tapi ia tidak faham artinya.
"Assalamualaykum warahmatullahi wabarakatuh..!"
Suara salam menginstrupsi Rosa dan Alifa yang masih bercerita. Dua wanita itu menoleh ke sosok tampan yang baru memasuki pintu. Sosok tampan, dengan kacamata besarnya. Rosa yakin Aldi baru pulang bekerja.
"Wa'alaykumussalam warahmatullahi wabarakatuh." Alifa menyambut suaminya, meraih tangannya dan menciumnya takzim. Aldi membalasnya dengan kecupan di kening Alifa. Sementara Rosa yang melihatnya merasa salah tingkah. Apalagi senyum tulus Aldi yang begitu menghanyutkan.
"Ada tamu." Aldi melempar senyum kecilnya, kemudian memeluk pinggang Alifa posesif, meninggalkan Rosa yang masih takjub dengan apa yang sedang di lihatnya.
"Kak bentar ya, aku panggil kak Alfa." ujar Alifa tidak enak sebelum benar-benar menghilang dari pandangan Rosa.
Duh, jadi pengen nikah. Batin Rosa menjerit. Sepertinya menikah muda sangat menyenangkan!
"Mau langsung pulang?" Tanya Alfa. Entah sejak kapan pria itu datang.
"Enggak." Rosa reflex menggeleng, ia tersenyum memandang wajah Alfa yang berkeringat.
"Saya sibuk." Lirih Alfa.
"Ngapain? Aku udah izin kok sama ayah buat ke sini. Jadi kak Alfa tidak usah khawatir."
"Terus kamu ngapain di sini?"
"Temenin kak Alfa dong, kan kak Alfa sendirian."
"Ya sudah, tunggu sebentar."
Alfa meninggalkan Rosa yang tersenyum memeluk bantal sofa. Senang sekali rasanya, Alfa mengizinkannya tetap tinggal.
"Pakailah." Alfa menyodorkan sepasang pakaian berwarna biru dongker, baju berlengan panjang dan celana bahan kaos. Rosa tau itu pakaian milik Alfa. Tidak mungkin kan Alfa mengetuk pintu kamar Alifa dan Aldi yang sedang temu kangen.
"He he, makasih. Aku janji nanti kalau aku main ke sini lagi aku pakai baju panjang deh." Rosa tersenyum, ia mendekati Alfa, namun pria itu menghindar dengan cepat, menjaga jarak dari Rosa lebih baik. Alfa tau wanita itu ada maunya.
Cuma mau kasih ciuman pipi aja nggak boleh. Gerutu rosa di dalam hati.
"Kamar mandi di samping dapur. Saya di halaman belakang."
"Sipp! Calon jodoh!" Rosa melempar ciuman jauh, kemudian berjalan santai menuju kamar mandi.
"Aa'uudzubillahhi minasssyaitoon nirrrojiim." Alfa berta'awasuz kemudian meninggalkan ruang tamu. Kesabarannya benar-benar di uji dengan tingkah Rosa yang tidak memiliki urat malu. Padahal dulu gadis itu begitu penurut padanya. Itu masa kecil, semua orang bisa berubah. Dan Rosa salah satunya.
*****
Kicauan burung menyambut pagi yang begitu cerah. Sinar mentari memasuki celah celah gorden yang tertiup angin. Namun gadis cantik itu masih betah menatap induk burung yang sedang menyuapi anak-anaknya di pohon mangga yang terletak di depan jendela kamarnya yang berada di lantai dua. Rosa merasa hatinya secerah mentari pagi. Semekar bunga mawar putih miliknya yang berderet rapi di taman. Dan mungkin seceria induk burung yang menyuapi bayinya penuh kasih.
Rosa tersenyum mengingat kejadian dua hari kemarin. Kedatangannya ke rumah Alfa bisa di bilang membawa berkah. Oleh karena itu dua hari ini moodnya selalu baik.
Selain mendapatkan nomer telepon Alifa, ia mengetahui makanan yang di sukai dan tidak di sukai Alfa. Di tambah ia bisa menonton langsung adegan manis manisan Alifa dan Aldi, selain itu ia berkebun bersama Alfa, membantu pria itu menanam beberapa jenis sayur dan buah. Meskipun kotor Rosa rela, asalkan bisa dekat dekat dengan Alfa. Setelah itu ia memasak makan siang bersama Alifa. Dan poin pentingnya Alfa menyukai masakannya bahkan Alfa sampai menambah porsi makanya.
BYUUUUUR!
Rosa terkejut mendengar suara air kolam renang yang berada di bawahnya. Mungkin berjarak 3 meter dari pohon mangga yang di depannya.
Matanya mengerjap beberapa kali, beralih dari satu pria ke pria yang sedang duduk dengan ponsel di tangannya, mungkin memotret temanya yang sudah lebih dahulu menyeburkan diri ke kolam renang.
Rosa mengusap matanya beberapa kali. Rasanya ia tidak percaya melihat penampakan pria di bawahnya. Pria bersinglet dengan celana hitam di bawah lutut.
Tidak salah lagi!!
Itu Mr. Alim!
Oh, my God!
Rosa bergegas menuju lemarinya, mengacaknya, mencari cari bikini yang selalu ia gunakan untuk renang.
"Duh, Mr. Alim kan nggak suka gue seksi." Rosa menggerutu, meraih kemeja berlengan panjang dan celana bermotif hello kitty miliknya. Secepat kilat ia membuka piyamanya kemudian menggantinya dengan pakaian pilihannya.
"Handphone!" Rosa berseru, menyambar ponsel pintarnya kemudian bergegas turun ke lantai satu.
"Hai, kakek sudah pulang?" Rosa melemparkan tubuhnya kepada pria paruh baya yang di temuinya di pintu belakang. Ia memeluknya erat kemudian menghadiahi pipi keriput itu dengan ciuman.
Kakeknya baru pulang dari Aceh bersama neneknya. Setau Rosa kakek dan neneknnya kerap kali berlibur. Entah ke luar negeri atau di dalam negeri.
"Lama lama kakek encok kalau kamu menyerang kakek seperti tadi." Ujar sang kakek pelan. Mengusap rambut cucu kesayangannya.
"Kakek tidak boleh encok. Nanti bagaimana kakek menggendong cicit dari rosa."
Rosa cemberut, memeluk lengan kakeknya kemudian menariknya menuju kolam renang.
"Memangnya kamu mau menikah?" Sang kakek bertanya, mengalihkan tangannya hingga merangkul sang cucu.
"Mau dong kek, tapi sama Mr. alim yang lagi renang itu." Rosa menunjuk Alfa yang masih berenang.
"Alfa maksudmu?"
Rosa mengangguk semangat. Sepertinya ia harus merayu sang kakek agar bersedia melamar Alfa untuknya.
"Kamu serius sayang?"
Rosa lagi lagi mengangguk, menarik sang kakek agar duduk di kursi malas.
"Kakek sih setuju setuju saja. Tapi masalahnya dia suka tidak sama cucu kakek yang cantik ini?"
NAH LOH!
Rosa tidak menjawab, wajahnya di tekuk, ia merasa di tampar dengan ucapan sang kakek.
"Nanti kakek coba ngomong sama Alfa."
Mendadak mata Rosa berbinar mendengarnya. Ia mengecup pipi keriput sang kakek beberapa kali, bahkan sampai pria paruh baya itu terkekeh karena geli.
"Kakek emang milik Rosa seorang." Rosa tersenyum, mengejek sang kakak _Zany _ yang menatapnya malas.
"Terus gue cucu siapa?"
Zany mengejar Rosa hingga wanita itu terjun ke kolam renang tepat di samping Alfa yang sedang berenang. Tak ayal pria tampan itu menghentikan renangnya dan menatap Rosa datar kemudian melanjutkan renangnya.
"Kasian, di cuekin." Zany tergelak melihat wajah kesal Rosa.
"Wleeeee...Bodo! Yang penting Kakek milik Rosa!"
Bersambung....
"Khitbah itu lamaran. Jadi gini deh, kan ta'aruf tujuan nya nikah. Nah biasanya kan ta'aruf itu tujuannya adalah berkenalan, tentunya harus di temani mahrom. Dalam proses ta'aruf itu nggak boleh pake hati, nanti baver kalau ujungnya tidak ada kecocokan. Tapi setau gue sih ulama menyarankan agar mengkhitbah terlebih dahulu baru ta'aruf. Ya ini sih buat orang yang udah kita kenal tap__"Intinya aja sih, nggak sabar gue." Lana menyela penjelasan Rosa. Ia juga tidak sebodoh itu dalam urusan perta'arufan. "Intinya ada cowok yang nge-khitbah gue dan udah di terima sama kakek." "W H A T ?! Elo yakin?" Rosa tersenyum mengiyakan suara toa Maya dan teman-temannya. Ia sudah menebak reaksi keempat sahabatnya saat dirinya mengatakan sudah di Khitbah. "Kita belum lulus Ros, ya elah jangan bilang elo nggak tahan pengen ena ena mangkanya jadi ngebet pengen nikah." Komentar Lana. Wanita itu tidak mempedulikan reaksi keempat sahabatnya minus Rosa yang menatapnya garang. "Aww, sakit!!" Lana meringi
TING! TING!Jam berdentang nyaring, menunjukkan pukul 7 pagi tepat. Terlihat dua bersaudara Danis dan Zany sedang menyesap cairan hitam di cangkirnya masing-masing sembari menonton acara berita yang sedang berlangsung di televisi. "Astagfirullah!! Dek..!" Zany nyaris menyemburkan kopinya ketika melihat sang adik yang menuruni tangga dengan wajah kucel nan lesunya di tambah ransel di punggungnya yang membuat Rosa terlihat begitu menyedihkan. "Kamu mau kuliah?" Tanya Danis begitu sang adik mendaratkan bokongnya. Sejenak ia menelisik penampilan sang adik yang lebih mirip gelandangan."Hmm..."Rosa mengangguk mengiyakan. Menuangkan susu coklat ke gelasnya tidak bersemangat. Gadis itu ikut menatap televisi dengan tatapan datarnya. Lagi lagi kisah tragis wanita yang di bunuh kekasihnya. "Abis nangis? Mata kamu bengkak lho dek," Danis menangkup pipi adiknya, memberi isyarat pada Zany agar menyembunyikan remote control televisi. Karena biasanya Rosa akan memindahkan channel ke acara Kpop.
"Asuransi pada dasarnya adalah menjamin sesuatu yang belum jelas terjadi. Sedangkan pengertian Ghoror adalah merugikan salah satu pihak atau transaksi yang tidak jelas produknya, waktunya, tempatnya, jenisnya dan harganya. Sedangkan dalam islam konsekuensi hukum transaksi antara lain; tidak boleh ada kebohongan, kedzoliman, ghoror dan manipulasi. Semuanya harus jelas. Bagaimana mungkin seorang mengatakan asuransi halal sedangkan di dalamnya ada kedzoliman. Seperti memakan harta seorang dengan batil. Coba fikirkan di antara 100 % pengguna asuransi yang klaim hanya 36 % atau selebihnya. Ada bahkan yang menggunakan asuransi 5 tahun tidak pernah rawat inap di rumah sakit. Oleh karena itu perusahaan asuransi memiliki keuntungan terbesar. Saya tidak menjelekkan suatu perusahaan, tapi hanya menjelaskan hukum syar'i. Gini deh, kalau masih belum mengerti. Misalnya seseorang mengasuransikan mobilnya, dia sudah membayar premi sekitar setahun dengan total 10 juta. Suatu saat mobil itu tabrakan,
Antara Pencipta dan Mahluk.Antara Langit dan Bumi.Antara Jin dan Manusia.Antara Bulan dan Bintang.Antara Kamu dan jodohku. Oh kasih.Aku tahu diriku tak pantas di cinta.Melirik pun kau menolak.Menyapa pun kau seolah tak ikhlas.Merindukanmu yang jauh di sana.Aku yang berlumur durja.Tak pantas mencintaimu yang begitu sempurna.Laksana Semut merindukan Bulan . Aku hanya bisa melihatmu dari kejauhan.Merindukanmu yang begitu dingin. Bak salju yang begitu indah.Kau putih namun membuatku sakit.Kau putih namun membuatku membeku.Tolong aku.Tolong hapus rasa ini.Tolong.Tolong jangan muncul lagi di ingatanku.Kenapa di antara milyaran pria hanya engkau yang ku damba.Kenapa di antara sekian pria hanya engkau yang membuatku terpana.Ketaatanmu....Pribadimu.....Wajahmu....Prinsipmu...Oh kasih...Aku tahu diriku tak pantas bermimpi...Namun salah kah aku mencintaimu? Salahkah aku jika berdo'a di sepertiga malam hanya untuk meminta hatimu pada sang Pencipta?Salahkah aku...In
Rembulan datang menyinari gelapnya malam, cahayanya beradu dengan kerlap kerlip lampu perkotaan yang ramai. Terlihat dua orang pria dan dua orang wanita keluar dari mobil berplat B1662J . Keempatnya berjalan menuju resepsionis yang langsung menyapa mereka dengan senyumnya. "Ruang VVIP melati nomer 5 di mana ya mbak? " Tanya wanita berhijab abu abu setelah salamnya terjawab. "Lantai paling atas, belok kiri." Jelas sang resepsionis ramah. "Oh ya, terima kasih mbak." Mereka segera bertolak menuju lift yang tidak jauh dari tempatnya. "Rosa beneran siksa kak Fitriani?" Tanya wanita itu akhirnya. Sendari tadi sebenarnya ia tidak sabar untuk bertanya. Mengingat sang kakak _Alfa yang berada di dekat mereka. "Cuma di tampar saja. Tapi nggak sakit kok cuma kebas saja , merah saja enggak." Fitriani tertawa menyentuh pipinya. Menurutnya Rosa itu lucu. Ia mengikuti langkah panjang kedua pria di depannya keluar dari lift. "Kok aku dengar cerita yang enggak enggak sih?" Alifa menggerutu, saat
Zany melirik Rolexnya bosan. Sudah 30 menit ia menunggu sang adik yang tidak kunjung menampilkan batang hidungnya. Ia sendari tadi menjadi sasaran empuk mahasiswi yang berlalu lalang, beberapa di antaranya terang-terangan menyapanya bahkan mengajaknya foto bareng. Sebagai cucu orang terkaya ke enam mungkin dirinya yang paling tenar di antara deretan pewaris orang terkaya di Indonesia. Mengingat sepak terjangnya dalam dunia bisnis dan sosialnya terhadap masyarakat luas tentu membuat namanya harum. Ia memang sering kali wara wiri di televisi tanah air sebagai narasumber dan terkadang hadir di beberapa acara bergensi lainnya."Mas Zany, saya lapar." Gadis berhijab di belakangnya bersuara. Setelah sekian lama menatap ponselnya akhirnya gadis aneh itu bersuara. "Tunggu sebentar, saya ke dalam. Makan rotinya." Zany melemparkan sebungkus roti kepada Ii'in. "Minum obat kamu setelah itu. Saya pergi." Zany melenggeng, menutup pintu mobilnya, melirik sekilas pada Asisten spesialnya yang tenga