Share

BE A STUNTMAN

Hari pertama syuting film “Love in Action”, dengan pemeran Venus Alexandria dan Carlos Monte dilakukan di daerah Bogor, yang dijuluki  kota hujan.

Semua kru film sudah di lokasi, menunggu pemeran utama. Carlos Monte ditemani manajer dan tim wardrobe, make up dan hairstyles-nya berkumpul dan menyiapkan segala kebutuhan syuting sesuai perannya.

Di sisi lain, Venus juga tidak kalah. Timnya terlihat sibuk dan cekatan menyiapkan keperluannya. Keduanya ingin menunjukkan bahwa mereka adalah artis kelas atas yang patut diperhitungkan.

Mars berdiri memberi jarak kepada Venus, dia mengawasi dari jauh. Tajam matanya seperti elang  yang ingin memangsa, dan mengintai  musuh. Dia memperhatikan setiap gerak-gerik orang di sekitar Venus. Dia patut mencurigai satu persatu orang di sekitar Venus.

“Kenapa sih, pemeran-perempuan di film kebanyakan jadi perempuan yang lemah” keluh Venus membaca naskah di tangannya.

“Yah gitulah cyin, perempuan akan butuh pria. Lo juga ngerasa gitu kan yah,” jawab Shasa manajer Venus mengedipkan mata memberikan isyarat mengenai kebiasaan Venus yang senang saat banyak pria memuja dirinya.

“Iya, tapi gue gak mau juga diinjak-injak kayak gini. Peran gue lemah banget, jauh banget dari karakter asli gue,” tambah Venus lagi.

“Ya karena itu princess, kalo lo berhasil buat jalanin peran ini. Artinya lo sukses,” debat Shasa.

“Pinter banget mulut lo buat debat sama gue,” Venus menyindir manajernya.

“Ya itu gunanya gue, cyin. Gue gak boleh buat lo jadi ragu terhadap apapun keputusan agensi gue,” jawab Shasa lagi.

Yes, you’re the best,” senyum mengejek Venus ke arah manajernya.

Kru mulai sibuk mempersiapkan alat dan properti syuting.

Waktu menunjukkan pukul 09.00 pagi, tapi belum ada tanda syuting akan dimulai.

“Gue haus, beliin air dingin deh!” perintah Venus ke manajernya.

“Okey, gue suruh Mars aja yah,” Shasa menatap ke arah Mars yang berdiri agak jauh dari mereka.

“Terserah lo. Kan lo yang bayar dia. Sekalian beli buat dia minum,” Venus menoleh ke arah Mars yang menggunakan kacamata hitamnya, lebih cocok jadi pemeran pria utama dibandingkan bodyguard.

Selama perjalanan menuju Bogor, Venus sesekali melirik ke arah Mars di balik kemudi. Badan Mars yang nyaris sempurna, dan tidak banyak bicara membuat Venus sedikit teralihkan.

Shasa menghampiri Mars dan membisikkan sesuatu, kemudian Mars beranjak pergi dari lokasi syuting.

“Permisi Nona, ini minuman Anda,” Mars menyodorkan sebotol air mineral dingin.

“Okey, taruh aja di situ,” perintah Venus.

“Lo beli minuman gak?” tanya Venus penasaran.

“Ada nona, terima kasih,” Mars memperlihatkan minumannya.

Are you kidding me, lo beli susu stroberi?” ucap kaget Venus.

“Apa ada yang salah?” tanya Mars mengernyitkan alisnya.

Akhirnya terjawab rasa penasaran Venus, siapa pemilik minuman susu stroberi di mobilnya. Venus mengira mungkin Mars membelikan susu itu untuk anaknya. Walaupun dia tidak tahu sama sekali kehidupan pribadi Mars.

“Oh nevermind, udah lo sana deh. Jangan terlalu deket, bikin gerah!” perintah Venus, Mars hanya menatap datar dan berjalan jauh mengawal Venus sedari jauh.

Dasar gadis manja, batin Mars.

“Cyin…cyin…sori gue ada kabar agak kurang enak,” Shasa setengah berlari menghampiri Venus.

“Kenapa sih? Kapan sih syutingnya dimulai. Gerah gue, mataharinya bikin kulit gue meleleh,” protes Venus.

“Gini, lo jangan marah dulu yah. Stuntman buat gantiin peran action Carlos gak dateng, jadi semua orang kelabakan. Lo tau kan susah cari stuntman yang bodinya mirip Carlos Monte," ucap Shasa memelas.

“Jadi…batal syuting dong,” Venus menghela napas.

“Gak cyin, sabar yah. Kita tunggu keputusan sutradara. Kasihan asisten sutradara udah dibentak-bentak dari tadi. Gak tega gue,” Shasa mengipasi wajah Venus yang kegerahan.

“Yah emang salahnya dia dong. Mestinya udah pastiin semua siap. Lo kira waktu gue gratis?” sinis Venus.

“Iya sih. Udah lo istirahat aja ya,” bujuk Shasa.

Dengan tergesa-gesa dan napas tersengal asisten sutradara menghampiri Venus.

“Permisi mba Venus. Saya bisa minta tolong?” ucap asisten sutradara memohon.

“Apaan?” Venus menjawab tanpa menatap asisten sutradara, hanya sibuk memainkan handphone-nya.

“Gini…stuntman buat Carlos berhalangan hari ini. Terus saya dapat informasi bahwa pria di sana adalah bodyguard nona Venus. Apa bisa kami minta tolong untuk dia menjadi stuntman hari ini daripada syuting ditunda.”

“Serius!? Mars yang lo maksud?” Venus menoleh ke arah Mars, yang pastinya tidak mengerti menjadi bahan pembicaraan.

“Iya mba,” asisten sutradara  mengangguk mantap.

“Ehm ya udah, nanti aku yang ngomong deh,” jawab Shasa mengambil alih keputusan.

“Iya mba, aku mohon banget, Mas Galih udah murka nih,” pintanya.

“Iya, gue bantuin.” 

Carlos Monte tidak bisa beladiri, pantas saja dia membutuhkan stuntman untuk adegan action, begitulah kalau artis pemeran utama hanya modal tampang saja.

“Mars, kamu mau gak jadi stuntman?” tanya Shasa membuat Mars mengernyitkan alis.

“Setahu saya hal itu tidak ada di surat perjanjian kita,” jawab Mars.

“Iya aku tahu kok. Tapi gini, syuting terancam ditunda karena stuntman buat Carlos gak dateng. Badan lo dan Carlos kan rada-rada mirip.”

“Terus, kalau saya menolak?”

“Apa sih susahnya bilang iya. Kapan lagi lo bisa dapet duit halal. Selama ini lo hanya mampu ilangin nyawa orang,” cerocos Venus sambil bersedekap.

Ucapan frontal Venus, menusuk hati Mars. Kata “halal” menjadi sesuatu yang tidak lazim dalam kehidupannya. Perkataan Venus benar.

“Baiklah, saya terima. Hanya hari ini saja,” Mars menyetujui permintaan Venus dan manajernya.

“Nah gitu dong ganteng. Ih jadi pengen peluk deh” ucap Shasa genit, Venus mencubit lengan Shasa sambil melotot.

Mars menjalankan perannya dengan baik. Ia tenang karena wajahnya tidak terekam kamera.

“Okey sekarang kamu gendong Venus ke ujung, lewatin ledakan. Di sana nanti digantiin Carlos,” sutradara mengarahkan Mars.

Saat Mars menggendongnya, hati Venus merasakan debaran aneh. Tubuh mereka bersentuhan, Venus mengamati lekuk wajah Mars. Rahangnya tegas, Venus bisa merasakan deru nafas Mars, ia bahkan nyaris saja menyeka peluh yang mengucur di dahi Mars.

Sialan, gue kenapa sih! umpat Venus dalam hati.

Mars menurunkan tubuh Venus perlahan. Venus gengsi dan menjauh sebelum Mars menyadari ia salah tingkah.

Syuting hari pertama, selesai scene demi scene berjalan lancar tanpa hambatan, sutradara tersenyum saat melihat hasil pengambilan gambar.

“Terima kasih nona Venus. You’re did a great job today,” puji sutradara menghampiri Venus sesaat mereka akan berpisah.

“Terima kasih juga mas Galih. Mohon bimbingannya,” ucap Venus sopan, yah baru kali ini ucapan Venus enak didengar.

“Oh tentu saja,” sutradara menepuk tangan Venus saat berjabat tangan.

Venus, Shasa, dan Mars bergegas menuju mobil.

“Sha, malam ini gue clubbing dulu yah. Syutingnya lusa kan?” Venus melepaskan satu persatu high heels yang melekat di kakinya.

“Iya princess. Gue gak bisa ikutan yah, mau ngurusin anak baru. Gak masalah kan?”

“Iya gak masalah,” Venus bersandar di jok mobil dan menaikkan kakinya ke paha Shasa. Shasa memijat pelan betis Venus.

“Mars, lo pulang aja. Di tempat clubbing semuanya aman, gue yakin stalker gue gak akan berani ke tempat itu,” ucap Venus ke arah Mars yang fokus mengemudi.

“Tidak masalah nona. Saya tetap akan mengawasi nona Venus dari jauh.”

“Terserah lo deh. Yang penting lo jaga jarak dari gue. Gue gak mau diledekin gara-gara dijagain bodyguard,” Mars hanya mengangguk dan mengarahkan mobil ke tujuan mereka.

Mars meyakini dirinya tidak boleh lengah, pengancam itu bisa saja muncul kapan dan di mana saja.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status